Mendampingi Anak Adaptasi di Hari Pertama Sekolah


“Ayah ... Ayah ..., aku mau Ayah”

“pulang... pulang... aku nggak mau sekolah”

Ada beberapa teriakan anak-anak yang pernah saya dengar saat mengantarkan Luigi sekolah pada tahun ajaran baru. Ada yang menangis tersedu. Ada yang mamanya menunggu sampai si anak mau masuk kelas. 


Alhamdulillah saya tidak pernah mengalami. Lha wong pertama kali saya memasukkan Luigi pada sekolah formal saat usianya 5 tahun dan dalam kondisi pandemi pula. Maka ketemu ustadzah dan teman-temannya di A5 melalui layar zoom meeting.


Baca juga : Luigi Sekolah Online

 

Dari pengamatan saya, anaknya sulit untuk berpisah dengan orangtua saat sudah sampai pintu gerbang sekolah. Si anak akan pegang erat-erat tangan mama dan berharap mamanya akan selalu ada disampingnya.

 

Atau ada lagi yang anaknya tidak bersemangat bangun pagi, padahal kalau udah sekolah yang diceritakan ya kisah-kisah bahagianya ia bermain dengan teman-temannya. Bahkan siswa yang maunya main mulu di halaman, dan nggak mau masuk kelas untuk mengikuti kegiatan belajar. Takut sama teman atau gurunya.

 

Terus harus gimana dong?




Alhamdulillah masalah ini dijawab oleh Ustadzah DR. Ruqoyyah Fitri, S.Ag, M.Pd pada seminar parenting yang diselenggarakan oleh Komite KB-TK Islam Terpadu Al Ibrah Gresik pada Jumat (29/7) di aula KB-TKIT Al Ibrah. Selain ustadzah Yayah – begitu beliau sering disapa -, acara ini juga menghadirkan ustadzah Rifatul Aliyah, S.Psi selaku kepala sekolah KB-TKIT Al Ibrah dan di moderatori oleh saya sendiri 😅😂.

 

Acara yang dimulai sejak pukul 07.30 dan di akhiri pukul 10.00 ini dilaksanakan tidak hanya secara offline namun online (melalui zoom meeting). Sehingga para orangtua yang tidak bisa hadir langsung, bisa mengikuti dari layar virtual.


Ustadzah DR. Ruqoyyah Fitri, S.Ag, M.Pd memperkenalkan diri 


Di awal ustadzah Yayah memberi pengertian bahwa anak akan memiliki perasaan bahwa sekolah adalah pengalaman yang menakutkan. Hal ini wajar terutama bagi anak yang masih baru dan belum pernah sekolah di KB atau TK. 


Bagi anak usia dini pengalaman pertama adalah sesuatu hal yang menimbulkan kecemasan. Sejatinya sama dengan orang dewasa. Ketika orang dewasa mengalami pengalaman yang baru, pasti timbul kecemasan.

 

“misalnya setelah ayah bunda menjadi manten baru (pasti timbul kecemasan), sama halnya dengan anak juga begitu dan itu wajar. Maka tugas kita sebagai orang tua adalah bagaimana mendampingi anak-anak menghadapi pengalaman barunya itu agar ketakutan pada diri anak sirna perlahan. Jadi kita jangan mengharapkan anak tidak takut. Takut dan cemas adalah wajar karena transisi pada hal baru.” ujar doktor di bidang pendidikan anak usia dini ini.

 

“anak-anak seringkali mengalami ketakutan yang berlebihan, terutama bila berada di tempat yang asing, termasuk sekolah. Mereka membutuhkan adaptasi untuk meredakan ketakutannya itu.” lanjutnya.



sumber gambar : slide presentasi ustadzah Yayah


Maka ada hal yang harus dilakukan oleh orangtua

 

Pertama karena anak takut sekolah, maka kita harus membantu anak untuk mengatasi ketakutan anak terhadap sekolah. Apa saja yang akan dipersiapkan orangtua, apa saja yang diceritakan orangtua untuk mengurangi rasa takutnya. Caranya dengan :

 

Merencanakan Sejak Awal

Langkah pertama merencanakan sejak awal. Rencana sejak awal adalah diawali dengan konsep gambaran. Misalnya mau perjalanan di tempat lain, atau ke negera, pasti merasa takut, was-was. Seperti diawal, ibarat seorang calon suami sebelum melamar sang istri.

 

Sama anak juga gitu, ketika awal masuk sekolah sangat dibutuhkan gambaran yang jelas mengenai sekolah. Yang bertugas memberi gambaran yang jelas adalah orangtua. 


Jelaskan tentang sekolah itu dengan jawaban yang jujur dan jelas. Tidak bisa kita tiba-tiba mengantar anak ke sekolah. Anak-anak harus diberikan “bekal”. Orangtua harus memberi gambaran atau pijakan apa yang akan mereka alami di sekolah. Hal ini penting diceritakan pada anak.

 

Sehingga ada 2 hal yang penting untuk disampaikan. Pertama apa yang akan aku kerjakan di sekolah nanti, kita berikan informasi pada anak yang dikerjakan karena dengan memberikan tersebut akan membantu membuat anak lebih aman. Kedua : terkait berapa lama aku tinggal di sekolah.

 

Apa yang Akan Dikerjakan di Sekolah

Ustadzah Yayah menekankan bahwa tidak semua anak responnya sama.

“ada anak yang 1 kali diceritakan, respon aman. Ada yang butuh beberapa hari, butuh beberapa waktu. Kadang 1 bulan lebih karena itu adalah potensi masing-masing. Kita tidak bisa memaksakan. Proses itu perlu pengulangan. Ceritakan yang menyenangkan tentang sekolah” ujar dosen Universitas Negeri Surabaya ini.

 

Cara menyampaikan dengan kata yang lebih spesifik. Misalnya ketika masuk di sekolah apa yang harus dilakukan awal. Disambut oleh guru di gerbang, dia akan melepas tasnya, naruh di loker, kegiatan apa lagi, apakah bermain di halaman, belajar di kelas, bermain dengan sebayanya. Jelaskan lebih spesifik.

 

Sejak masuk TK-A by zoom sampai sekarang, hal ini tetap saya lakukan pada anak saya –Luigi- TK-B. Setiap ustadzah mengirim Rencana Kegiatan selama 1 minggu di WAG, maka saya akan sampaikan pada Luigi. Setiap malam saya jelaskan besok kegiatan di sekolah apa saja dan apa manfaatnya buat Luigi.

 

Ustadzah Yayah juga menyarankan untuk mengajak anak role playing, sebuah drama disetting dengan main sekolah-sekolahan. Misalnya anak-anak kegiatan rutinnya di sekolah apa entar bisa main sekolah-sekolahan


Anak-anak akan merasa “oh saya sudah mengalami”, meski itu dengan mamanya tapi memori tersebut akan disimpan dan karena ada sebagian yang mirip sehingga membuat mereka merasa nyaman di sekolah.


aku akhirnya tampil 😁😁😁


Berapa Lama Aku Tinggal di Sekolah?

Anak yang cemas biasanya kaitannya dengan berpisah dengan orangtua itu lama. Perlu bahasa orangtua yang lebih bisa diterima oleh anak. Jadi kalau orangtua hanya ilustrasi dengan bahasa “nanti mama jemput 3 jam lagi”, anak tidak akan mengerti.

 

Bagi anak 3 jam lagi itu masih abstrak, mereka tidak bisa membayangkan 3 jam. Yang dia bayangkan kalau berpisah itu musti lama. Sama halnya menunggu itu lama, bagi maka perlu dikonkritkan. Anak-anak butuh dibantu. 


Misalnya dibuatkan gambar sebuah jam. Nanti jamnya diminta diwarnai, kita tunjuk 7-10. Jangan ditunjukkan jam efektifnya yang maksimal namun jam awal saja.

 

Teknisnya diwarnai jam awal jam 7-8, lalu 8-9 dan 9-10. Diberi warna perjamnya, sehingga dia melihat perbandingan antara jam yang diwarnai dengan jam yang kosong warnanya. Anak akan tau ternyata "aku berkumpul dengan mama itu lebih lama dari pada di sekolah". Kan hanya 3 warna. Sementara kolom yang kosong lebih banyak. Hal ini membantu anak untuk mengkonkritkan waktu 3 jam.

 

“Kemudian bisa juga dengan kalender. Kita kan mendampingi anak bersekolah Senin-Jumat. Maka, kalender bisa diwarnai dalam sepekan itu, tanggal sekian hari Senin-Jumat, diwarnai. Maka akan tampak bahwa hari sekolah itu 5 hari. Cara seperti ini membantu untuk menghilangkan rasa cemas ketika berpisah dengan orangtunya” ustadzah Yayah mencontohkan.


MC pagi itu - mama Eris Kartikasari


Mengurangi Rasa Takut Anak

Kita perlu menemukan apa yang ditakuti anak. Beberapa anak memiliki ketakutan khusus, sehingga orangtua mengupayakan mengetahui apa yang ditakuti anak. Agar bisa mengarahkan anak supaya bisa mengungkapkan apa yang menjadi rasa takutnya.

 

Kadang kalau orangtua cemas, maka ketakutan anak akan bertambah. Biasanya awal sekolah ini, orangtua yang ikutan cemas. Yang dicemaskan orangtua misalnya, nanti anak saya jatuh, nanti anak saya nangis, nanti anak saya dipukul sama temannya. Ketakutan orangtua inilah akan menambah kecemasan anak.

 

Sehingga orangtua tidak perlu cemas karena orangtua itu role model. Apa yang dirasakan orangtua akan nyambung ke anak. Orangtua harus menampakkan bahwa anak-anak akan aman ketika berada di sekolah. Kita bisa tampilkan wajah senyum sehingga tidak ada kecemasan pada anak.

 

“Anak yang melihat orangtuanya cemas itu juga akan tersimpan di hati anak. Itu akhirnya dia tidak mau menceritakan apa yang terjadi di sekolah. Lha wong mamaku juga takut, maka aku tidak bisa cerita” doktor kelahiran Gresik ini menambahkan.

 

Ustadzah Yayah juga memberikan beberapa wujud reaksi takut anak ini. Misalnya anak tiba-tiba rewel.  

 

“Drama di pagi hari itu itu lumrah. Proses anak. Tantrum lumrah. Maka kita jangan menambah keributan. Contohnya : tidak terlambat jadi patokan orangtua, sehingga ortu marah, reaksi berlebihan, membentak, memandikan dengan gopoh, menyuapi dengan kasar. Ini wujud kecemasan orangtua. Hal seperti itu mohon dihindari” lanjut dosen yang pernah menjabat sebagai Kepala KB-TKIT Al Ibrah ini.

 

Kita tetap tenang aja pada pagi hari. Orangtua yang tenang, maka anak membaca “oh orangtuaku tidak ada reaksi apa-apa berarti aku aman”. Biarlah anak mengungkapkan kecemasannya dengan kerewelannya itu. Nanti kalau sudah reda, kita bisa cerita kebahagiaan bermain dengan teman sekolah.

 

“Anak marah, menangis, itu hal biasa sebagai reaksi.” Ustadzah Yayah menambahkan.

 

Kemudian, wujud reaksi takut anak bisa jadi anak tidak mau tidur sendiri, kadang dia mengompol, dan bahkan merangkak lagi. Jika menemukan seperti ini, maka adalah wajar. Itu adalah tanda kecemasan. 


Namun sikap orangtua yang menentukan. Jangan disikapi dengan marah. Hadapi tenang. Sehingga sambil berjalannya waktu akan hilang. Kadang butuh beberapa waktu untuk tahu cemasnya anak-anak. Karena masing masing anak berbeda.


Baca juga : Seminar Al Ibrah - Strategi Mendampingi Belajar Anak Usia Dini


mama-mama yang bertanya di forum, dapat hadiah nih 😍


Mengatasi Takut Berpisah

 

Anak-anak akan sulit mandiri jika perpisahan dilakukan dengan perasaan sedih. Kadang orangtua tidak tega jika anaknya menangis saat ditinggal di sekolah. Sehingga orangtua ikut sedih. Wajah orangtua itu kan tampak, terbaca oleh anak dan itu akan dijadikan senjata untuk “rewel” sehingga anak makin nggak mau pisah.

 

Kita harus jujur dan menjelaskan anak bahwa orang tua dan anak tidak selalu bersama. Mengatakannya tentu dengan bahasa anak. Karena perpisahan adalah bagian proses dari perjalanan di sekolah, sementara ibu harus bekerja atau kembali beraktivitas di rumah.

 

Anak akan merasa saat berpisah dengan orangtua tidak akan bertemu kembali. Sebenarnya ini adalah proses kognitif awal anak. Anak membayangkan jika berpisah dan orangtua tidak ditemukan maka akan hilang selamanya.

 

“Kita bisa jelaskan bahwa setelah selesai bermain, bunda datang. Maka dari itu anak harus dikasih tau, bukan kita hilang.” ujar lulusan S3 Teknologi Pendidikan UNESA ini.


ustadzah Yayah interaktif dalam penyampaian materi


Proses Pengenalan Lingkungan

“Guru atau orang tua harus memandu anak berkeliling melihat ruang-ruang yang ada di sekolah untuk mengetahui mana tempat bermain, mana tempat meletakkan barang, dan tempat lainnya.” ustadzah Yayah memberi penekanan.

 

Diantaranya dimana kelasku, disini guru atau orang tua harus memandu anak untuk berkeliling melihat semua ruangan di sekolah itu. manakah tempat dia bermain, manakah dia meletakkan barang-barang, mana tempat para ustadzah, area berjalan, tangga, ada aturan cara berjalan gimana untuk tidak saling dorong, itu diajarkan ketika proses mengenalkan lingkungan, mana kelasku, selain guru orangtua bisa juga melakukan itu.

 

Kedua dimana kamar mandinya. Kamar mandi sebuah hal yang utama untuk diketahui anak, karena anak seringkali Buang Air Kecil atau Buang Air Besar tanpa bisa menahan.

 

“Ketika dia tau dimana tempatnya dia akan merasa tenang. Bisa karena malu minta bantuan pada ustadzah, anak bisa memutuskan tiba-tiba, ngluyur menuju kemar mandi. Nah jangan sampai kita ngerasa kok gak diikuti ustadzah, kadang anak tidak mau meminta bantuan, lebih suka melakukan sendiri.” lanjutnya.


panitia sat set wat wet untuk acara seminar kali ini 😁😂, foto bersama pembicara, Kepsek, dan tamu undangan Ibu Aisyatul Maulida, S.Pd, M,Pd (kerudung kuning baju batik)


Selain itu juga berkeliling di halaman luar. Halaman luar menjadi hal yang menyenangkan buat anak anak di awal sekolah. Bermain ayunan, melompat, berlari pasti menyenangkan bagi mereka. Anak anak selama ini kan masa transisi untuk berpindah dari “ada orangtua” menjadi “tidak ada orangtua”. Jadi bermain di taman merasa terhibur.

 

Ada aktifitas yang nyaman pada dirinya sehingga masa tertentu tidak mau masuk ke kelas, sehingga dia memilih main di halaman terus sampe puas, sebenarnya bagian dari proses.

 

Anak tertentu membutuhkan waktu lama untuk bergabung di dalam kelas. Tetapi anak lain ada yang langsung cepat mengikuti ustadzahnya masuk ke dalam kelas lalu ikut proses belajar. Ini adalah proses yang harus disadari oleh orangtua. Jangan sampai orangtua cemas, serahkan pada ustadzah insyaAllah sudah paham ilmunya ini.

 

Percayalah anak-anak belajar untuk mandiri. Ustadzah Yayah mengingatkan bahwa anak sudah punya potensi untuk mandiri. Namun kadang orangtua yang menghambat. Misalnya makan kececeran nggak boleh.

 

“Ada wali murid kalau outbond gak boleh, sampai anaknya nangis. Takut anak jatuh dan main lumpur. Padahal anak butuh mengenal lingkungan, taktil diransang, dengan cara berguling, merangkak, merayap untuk kecerdasan, jangan protect tanpa ilmu. Kemandirian anak adalah naluri yang ada dalam diri anak. Jadi jangan lagi menghambat naluri anak untuk mandiri.” Ustadzah Yayah menjelaskan.

 

Kecenderungan orang dewasa itu membantu anak, orang dewasa itu terkadang buru-buru pingin bantu. Kapan anaknya belajar mandiri, memang ada resiko kan, resiko barang pecah, barangnya jatuh jadi tidak apa-apa.

 

Baca juga tulisan ustadzah Yayah tentang menyiapkan anak untuk tumbuh mandiri di web Al Ibrah.

https://alibrahgresik.or.id/home/menyiapkan-anak-untuk-tumbuh-mandiri/ 

(sepertinya web Al Ibrah masih ada masalah. tidak bisa di akses)


paling kanan, ustadzah Rifatul Aliyah, S.Psi, Kepala Sekolah KB-TK Islam Terpadu Al Ibrah Gresik


Kesiapan Sekolah/School Readiness

Kita sebenarnya ketika menitipkan ke lembaga paud itu endingnya menyiapkan anak sekolah ke jenjang berikutnya. Jika di Kelompok Bermain (KB) junior siap ke KB senior, kalau ke KB senior siap masuk ke TK A, kalau TK B siap ke Sekolah Dasar (SD).

 

Ada banyak keterampilan yang akan menolong anak berhasil di sekolah. Keterampilan tersebut harus diperhatikan oleh orangtua. Ada 5 keterampilan yang seharusnya dimiliki anak menuju kesiapan sekolah. Apa saja keterampilan itu?

 

1 Perkembangan Belajar

Jadi kemampuan belajar alamiah anak itu adalah ketika dia memperoleh pengetahuan dan pengalaman masa lalunya untuk pemahamannya yang lebih baik di masa depan. 


Jadi maksudnya ketika anak anak banyak diberi pengalaman bermain maka akan terbangun sebuah pengetahuan. Pengetahuan yang dialami dia saat ini sebagai bekal pengetahuan berikutnya.

 

Ketika pengetahuan di usia dini dihambat maka ketika SD ada informasi-informasi yang terputus. Jadi proses belajar itu bukan duduk manis kemudian melihat guru menyalin menulis tidak begitu.

 

“Tapi ketika anak menyalin tulisan, akan siap apabila dia banyak bermain ketika di PAUD. Proses bermain itu sebenarnya merangsang anak menuju perkembangan belajar. Karena di PAUD itu bermain sejatinya sebagai proses belajar anak.” tambah ustadzah Yayah.

 

2 Perkembangan Gerak

Keterampilan gerak akan membantu anak untuk kebutuhan kemandirian. Seperti koordinasi gerakan kaki, berjalan berlari melompat itu adalah latihan-latihan yang harus di alami oleh anak. Atau gerakan – gerakan tangan latihan untuk memegang pensil, latihan menyendok makanan agar tidak tumpah, latihan itu harus selalu diberikan kepada anak.

 

Kita tidak bisa mengharapkan instan, makan bisa langsung bagus, mungkin orangtua tidak membiarkan berceceran padahal itu adalah stimulasi taktil. Padahal ketika mengambil makanan sendiri juga akan memberi dasar-dasar calistung.

 

Anak-anak juga harus banyak bergerak untuk keseimbangannya. Keseimbangan adalah ketika anak berlari dan berjalan lalu berhenti tiba-tiba tanpa jatuh, itulah kemampuan koordinasi keseimbangan. Kemampuan demikian bisa dilakukan saat proses bermain di halaman.

 

Pun juga ketika naik tangga, ketika memanjat, bermain ayunan juga proses menuju keseimbangan. Dan koordinasi gerak kaki tangan harus saling keterkaitan sehingga mampu siap untuk mandiri untuk melakukan aktivitas.


Baca juga : Pengalaman Mendampingi Luigi Patah Tulang


sambutan ketua komite KB-TKIT Al Ibrah Gresik, mama Dani Rahardian Safitri


3 Perkembangan Bicara

Anak harus paham apa yang dikatakan kepada orang lain. Anak akan menggunakan bahasanya atau kosa katanya untuk mengungkapkan perasaan atau keinginannya. Bahasa atau kemampuan komunikasi ini modal dasar ketika anak belajar.

 

Cara stimulasinya dengan sering diajak bercerita. Dirumah dibacakan buku minimal 15 menit, agar anak terlatih menambah kosa kata, dan lancar dalam berbicara. Lancar itu memang relatif, artinya ukurannya berbeda-beda masing-masing anak sehingga, kita tidak boleh membandingkan anak satu dengan anak yang lain.



4 Perkembangan Diri dan Sosialisasi

Bermain dengan anak lain itu penting. Jadi ketika anak berada di sekolah itu sejatinya akan mendapatkan keuntungan untuk bisa bekerja sama, sosialisasi, mengenal orang lain. Anak tahu gimana menyelesaikan masalah ketika menghadapi konflik.

 

Kadang saat bermain, ditabrak oleh temannya, tidak sengaja kedorong, atau ada anak yang memukul itu adalah bagian dari proses dia belajar memecahkan masalah gimana menghadapi ketika diperlakukan temannya seperti itu.

 

Ustadzah tidak mungkin hanya menonton, ustadzah akan memberikan restitusi. Restitusi adalah proses mendisplinkan anak dengan cara mengingatkan apa yang menjadi kesepatakan awal. Di kelas pasti ada kesepakatan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

 

Ketika menemukan anak-anak konflik misalnya dipukul atau terjatuh pasti akan diarahkan ustadzah untuk bagaimana menyelesaikan dengan cara anak. Jadi orangtua jangan khawatir ya.


Jika ada anak memukul itu sebenarnya bagian dari kombinasi saraf pusat yang merupakan pengendali gerak, namun hal ini masih belum optimal.

 

“jadi bukan anak itu nakal, bukan. Tapi perintah otak untuk menggerakkan tangan ini itu reaksinya tidak sama, dengan yang dikeluarkan oleh tangan anak. Sehingga dia menggerakkannya itu berlebih, dan itu bisa diselesaikan dengan latihan motorik, latihan taktil anak.” tutur konsultan PAUD ini.


sebagian mama-mama yang hadir di aula 😍😍😍 (beberapa udah pulang duluan), lebih banyak yang hadir secara online


5 Keseimbangan Pengendalian Tangan

Keseimbangan pengendalian tangan adalah kemampuan anak untuk mengendalikan tangannya. Seperti proses memegang pensil, membawa benda, menata dan lain lain ini adalah proses pengendalian tangan yang akan menunjang kegiatan di sekolah.


Baca juga : belajar ala CEPE anak usia dini

 

Kesimpulan

Beri kesempatan anak untuk belajar sesuai dengan naluriah. Hal itu sesuai dengan dorongan anugerah yang diberikan Allah padanya. Orangtua perlu mensupport proses anak. 


Dukungan wali murid pada sekolah juga mempengaruhi keberlangsungan belajar anak. Jadi tidak bisa lepas tangan hanya menyerahkan semua proses belajar pada ustadzah saja. Sinergi orangtua dan sekolah insyaAllah akan mewujudkan anak yang cerdas, yang bisa mencapai kemampuan belajar dengan maksimal.




 

 

Salam 

Anggraeni Septi

 

 

 

 

Tidak ada komentar