Future Skills – Skill Apa yang Dibutuhkan Anak di Masa Depan?

 

Dulu aku pernah wawancara dengan seorang pendidik yang mendirikan ekskul robotik di sekolahnya. Ia membawa banyak pelajar berprestasi di bidang robot hingga kancah dunia. Saat pandemi datang, muridnya membuat karya robot yang bisa mengecek suhu tubuh tanpa bersentuhan. Saat itu yang ada dipikiranku adalah “canggih sekali dunia hari ini”.


(Baca juga : prestasi robot tingkat dunia dari Surabaya)

 

Bahkan yang aku baca dari harian kompas bahwa salah satu universitas China merancang robot yang dapat mendiagnosa berbagai penyakit, mengambil usapan mulut bahkan mendengarkan suara organ dalam pasien yang biasanya dilakukan dokter melalui stetoskop.

 

Robot yang terdiri dari mesin beroda dan lengan robot tersebut dilengkapi kamera dan menggantikan posisi tenaga medis. Bahkan, tim medis itu bisa berada di kota yang berbeda dengan sang pasien. Luar biasa bukan?


Skill-Yang-Dibutuhkan-Anak-di-Masa Depan


Mengutip kalimat Iim Fahima Jachja pada postingan facebook-nya bahwa dunia terus bergerak dengan cepat.

 

Dulu, bekerja dan menghasilkan uang dari rumah dianggap mustahil, sejak pandemi WFH menjadi hal biasa. Dulu, robot menjadi pekerja hanya ada di film, sekarang makin banyak pekerjaan yang digantikan oleh robot, dari mulai customer service, pelayan, tour guide, pekerjaan terkait engineering, tentara, akuntan, pengacara, desainer, bahkan dokter pun di masa depan banyak yang akan digantikan oleh robot” ujarnya pada postingan Facebook (31/1/22).

 

Untuk itulah founder Queenrides, Iim Fahima Jachja membuat kelas bertema Future Skills – Skill Apa yang Dibutuhkan Anak di Masa Depan? Yang diselenggarakan melalui zoom meeting bersama Rafika Ariani M.Psi.Psikolog seorang Psikolog Pendidikan pada 20 Februari 2022.




Iim Fahima bercerita saat di Tel Aviv, ia mengunjungi salah satu perusahaan penyulingan air terbesar di dunia yang menyuplai air bersih di puluhan negara. Mungkin bayangan kita seperti Unilever saja bisa mempekerjaan ribuan orang. Namun perusahaan penyulingan ini hanya mempekerjakan 79 orang. Sisanya? Robot!

 

Masa pandemi ibu dua anak ini juga sempat berkunjung ke Swiss, tinggal di hotel yang dilayani mesin dan robot. Check in dengan layar komputer dan kunci hotel diambil di sebuah locker deposit ukuran besar yang kodenya berupa angka. Kunci itu diberikan saat check in di approved oleh komputer.

 

Satu-satunya petugas yang ia lihat adalah perempuan setengah baya yang sedang membersihkan kamar dan ditemani robot!

 

10 Skill Yang Dibutuhkan Anak di Masa Depan

Iim Fahima juga menunjukkan sebuah video untuk menggambarkan apa yang sudah terjadi di dunia saat ini dan masa depan pekerjaan.



        

Video tersebut mengingatkan kita bahwa covid-19 adalah salah satu krisis terbesar di zaman kita. Yang mengguncang sistem sosial bahkan mengganggu setiap sektor ekonomi kita. 


Pergeseran sedang berlangsung dalam pembagian kerja antara manusia, mesin dan algoritma akan menggusur 85 juta pekerjaan di seluruh dunia dalam 5 tahun ke depan.

 

Sementara 97 juta pekerjaan baru akan muncul berdampingan dengan mesin robot dan algoritma

 

Pada 2025 perusahaan berharap menggusur sekitar 6% dari total pekerja mereka, dan 1 dari 2 pekerja akan membutuhkan pelatihan ulang. Dan mereka yang tersisa perlu memperbaharui 40% keahlian mereka untuk beradaptasi dengan pasar tenaga kerja yang terus berubah.

 

Pekerja yang saat ini menduduki sebagai pegawai atau manajer memerlukan reskilling atau penambahan skill baru, belajar hal baru terkait dengan teknologi.



Skil-Yang-Dibutuhkan-di-Masa Depan-WEF
tangkapan layar saat Iim Fahima menjelaskan 10 Future Skills


97 pekerjaan baru itu apa aja? Pekerjaan yang merupakan kolaborasi manusia, mesin/robot dan data misalnya digital marketing strategist, data analis dan scientist, digital transformation analyst dan lainnya.

 

Sementara pekerjaan apa yang bakalan hilang?

“Pekerjaan yang sifatnya repetitive (mengulang-ulang pekerjaan yang sama), akan digantikan oleh mesin (automation). Penggantian ini tidak hanya berlaku untuk pekerjaan low skill seperti buruh pabrik, tapi juga banyak pekerjaan kantoran seperti sekretaris, akuntan, auditor dll.” ujar mba Iim seperti dilansir pada postingan Facebook.

 

Hari ini saja kita lihat customer service bank udah dilayani sama mesin, termasuk auditor banyak yang digantikan mesin. Aku dan Luigi makan di McD aja sudah mulai dilayani mesin. Bayar pun dari layar, tanpa bersentuhan dengan kasir.

 

Mungkin kita membayangkan 2025 itu lama. Namun dengan adanya pandemi, semua yang diramalkan terjadi di masa depan mendadak datang lebih cepat. Dulu kita nggak tahu apa itu WFH, sekarang banyak pekerja malah dipaksa bekerja dari rumah.

 

World Economic Forum merilis ada 10 skill yang dibutuhkan di dunia kerja. World Economic Forum (WEF) adalah acara tahunan yang digelar setiap awal tahun di Davos Swiss sejak 50 tahun yang lalu.

 

Tujuannya adalah membahas semua yang terkait perekonomian dunia, peluang bahkan solusi masalah ekonomi yang terjadi. Forum ini dihadiri oleh pakar ekonomi, pebisnis dunia bahkan selebrti.

 

Pada Oktober 2020, melalui situs resminya WEF skill yang dibutuhkan di dunia kerja pada tahun 2025. Yakni :

1.              Analytical thinking and innovation

2.              Active learning and learning strategies

3.              Complex problem-solving

4.              Critical thinking and analysis

5.              Creativity, originality and initiative

6.              Leadership and social influence

7.              Technology use, monitoring and control

8.              Technology design and programming

9.              Resilience, stress tolerance and flexibility

10.          Reasoning, problem-solving and ideation

 

Semua hal diatas adalah hal-hal yang sulit digantikan mesin atau robot. Maka, sudahkah kita siapkan pendidikan anak, baik pendidikan di lingkungan rumah dan pendidikan sekolah untuk mengarahkan atau mengajarkan pada analytical thinking, berfikir kritis, kreatifitas, leadership and social influence dan lainnya?



Skil-Yang-Dibutuhkan-di-Masa Depan-World-Economic-Forum


Bagaimana dengan skill teknologi?

“kalau dibilang pekerjaan di masa depan berhubungan dengan teknologi sehingga kita merasa penting belajar atau menguasai teknologi, itu betul. Tapi yang harus diingat dari 10 skill, fungsi teknologi hanya disebut 2 kali” ujar penerima Young World Changers at World Economic Forum Davos 2019 ini.

 

Jika dilihat secara keseluruhan, fungsi kreatifitas, analytical thinking, relisence yang jumlahnya jauh lebih banyak. Sehingga skill utama yang wajib dipelajari anak justru tidak berhubungan dengan teknologi.

 

“jadi memahami teknologi penting. Tapi sebelum memahami atau menguasai teknologi, anak anak di masa depan yang disiapkan sekarang (adalah) membangun pondasi berpikir kritis, pondasi resilience atau daya tahan menghadapi berbagai masalah, critical thinking, kreatifitas yang semuanya tidak berhubungan dengan teknologi” tambah Iim pada hampir 200 audience.

 

3 Skill Fondasi

Jika ada 10 skill menurut WEF lalu kita mulainya darimana? Hal ini disampaikan oleh Rafika Ariani M.Psi.Psikolog. Lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan ada 3 skill utama yang harus dimiliki dulu. Kenapa hanya tiga? Karena 3 hal ini membangunnya lama, dan bisa disebut sebagai skill fundamental. Apa saja skill yang harus dikuasai itu?

1.       Critical thinking and analysis

2.       Creativity, originality and initiative

3.       Resilience, stress tolerance and flexibility


 

Skil-Yang-Dibutuhkan-di-Masa Depan-World-Economic-Forum

Tiga top skill diatas menurut psikolog yang berpraktik di Klinik Brawijaya Kemang ini adalah adalah soft skill, dan soft skill adalah sesuatu yang skill yang membutuhkan proses lebih lama. Ia juga menambahkan saat melamar pekerjaan, biasanya yang yang membuat kita diterima selain kemampuan adalah soft skill yang dimiliki.

 

Soft skill, dikutip dari The Balance Careers dari laman lifestyle.kontan.co.id menyebutkan adalah kemampuan non-teknikal yang berhubungan dengan gimana seseorang bekerja. Soft skill ini melibatkan gimana karyawan menyelesaikan masalah, berinteraksi, hingga memanajemen pekerjaan. (sumber : https://lifestyle.kontan.co.id/news/10-skill-yang-dibutuhkan-di-dunia-kerja-masa-depan-segera-kuasai-dari-sekarang)

 

Sebagai orangtua tentu yang kita harapkan pada anak di masa depan adalah anak yang mandiri bahagia dan bermanfaat dan toleransi dan ngikuti perkembangan jaman.

 

Lalu apa yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan anak-anak kita. Mempersiapkan diri sendiri dulu karena sebenernya sebelum bantu seseorang, kita sendiri dulu seperti apa.

 

Pertama yang kita siapkan adalah mindset. Mindset mengenai bayangan para orangtua mengenai teknologi dan masa depan. Apa yang muncul dipikiran atau ketika membayangkan kata teknologi dan masa depan. Apakah sesuatu yang canggih, pesat, atau robot?

 

Mungkin sebagian juga akan mengatakan ketika kita mendengar kata Future adalah akan ada yang akan tergantikan dan ada yang hilang. Termasuk lapangan pekerjaan. Bayangannya entar anak-anak bakalan kerja apa nih kalau semua tergantikan oleh robot. Bahkan dokter pun lama-lama tergantikan robot.

 

Membayangkan ini membuat cemas. Disinilah kita ditantang, ketika kita membayangkan future itu adalah yang menghilangkan akhirnya menjadi sesuatu yang negatif. Maka yuk ganti persepsi mengenai masa depan dengan kata PERUBAHAN. Perubahan ini konotasinya lebih positif.



10-skill-di-dunia-kerja-World-Economic-Forum

 

Dunia kita saat ini seperti apasih? Dunia kita hari ini juga berubah terutama datangnya covid 19. Misalnya dulu nggak kenal zoom, gara-gara pandemi zoom menjadi makanan sehari-hari. Mengenai ekonomi naik turun. 


Termasuk perubahan lapangan kerja, dulu nggak ada tuh lapangan pekerjaan sosial media manajer.




Lalu apa itu 3 skill pondasi yang dibutuhkan anak di masa depan?



Critical Thinking and Analysis

Critical thinking and analysis adalah kemampuan untuk mengambil keputusan, menyelesaikan masalah dan mengambil tindakan yang tepat dan bijak.




Dengan banyaknya informasi yang anak terima, apalagi sekolah dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) menggunakan gadget, google, atau aplikasi lain. 


Sehingga jika anak-anak tidak berpikir kritis, kemungkinan nggak bsia mengolah yang diterima, apakah akurat, apakah informasi yang diterima sesuai konteks, apakah berbahaya, dan lainnya.

 

Jika anak punya kemampuan berpikir kritis jadi tahu harus melakukan apa, boleh nggak di share, boleh nggak digunakan untuk mengerjakan pekerjaan sekolah. Hal ini karena mereka berpikir lebih dalam mengenai informasi.

 

Refleksi Diri

Pada anak usia dini pertanyaannya luar biasa banyak. Kenapa ini kenapa gitu. Nah dari situlah kita bisa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menganalisa anak. Namun, apa yang biasanya kita lakukan, ketika anak banyak bertanya. Dan bagaimana jawabannya.


(Baca juga : 4 aspek perkembangan anak usia dini)

 

Rafika Ariani pernah mendapatkan klien siswa SMA. Kliennya bertanya apa gunanya sekolah. Sebagai psikolog ia menjawab bahwa sekolah mengajarkan keterampilan yang akan dibutuhkan di masa depan. Lalu dibalas oleh sang klien berseragam putih abu-abu ini bahwa Jack Ma drop out dari SMA, namun bisa sukses.

 

Jleb.


rafika-ariani
tangkapan layar saat Rafika Ariani M.Psi.Psikolog presentasi materi


Dari kisah ini Rafika menekankan bahwa sebenarnya anak-anak punya banyak pertanyaan. Dan gimana kita merespon pertanyaan mereka. Terutama pertanyaan out out the box jawabannya juga kudu gitu, kita ditantang jawabannya juga untuk out of the box.

 

Misalnya anak bertanya ngapain sih kudu belajar matematika, susah dan apa gunanya belajar aljabar? Jangan tidak merespon. Anak-anak sekarang dengan berkembangnya teknologi, otaknya juga berkembang untuk bertanya.

 

Bagaimana jika di sekolah anak HANYA DISURUH MENJAWAB, bukan untuk bertanya? Psikolog pendidikan yang juga penulis buku Anti Panik Mengasuh Bayi ini menjawab dengan bijak bahwa sekolah tetap ada baiknya yakni anak belajar mengenai aturan atau batasan.

 

Jika sekolah sistemnya seperti itu, yang bisa lakukan adalah memberi masukan pada sekolah. Selain itu maka pahami bahwa hal tersebut tidak bisa kita kontrol. 


Maka yang bisa kita lakukan adalah stimulasi di rumah, kita bantu eksplorasi pertanyaan yang tidak terjawab di sekolah.





Creativity, Originality, and Initiative

Kadang jika kita mendengar kata kreatif, maka pikiran akan mengarah pada jago gambar atau seni. Kreatif disini bukan itu. 


Kreativitas adalah kemampuan berfikir kreatif atau berpikir bebas ketika ada masalah. Memang dengan berpikir kritis ini saling berkaitan.

 

Pekerjaan yang sifatnya monoton, atau berulang-ulang akan digantikan mesin, tetapi tidak pada pekerjaan yang membutuhkan proses kreatif. Maka berpikir kreatif ini yang harus dikembangkan.


 



Pada usia dini dan usia sekolah pemikiran anak-anak sedang masa sangat kreatif. Memang kreatif suka bikin kesel misalnya pas gambar di tembok, manjat-manjat, namun kadang saat itulah proses kreatif sedang berkembang, yakni ketika anak sedang eksplorasi.

 

“Dan untuk poin ke 3 bahwa mesin nggak bisa belajar dari kesalahan. Maka ketika anak salah atau berbuat sesuatu yang tidak sesuai ekpektasi, anak bisa belajar dari kesalahan. Misalnya ketika anak menulisnya di tembok, mereka bisa belajar oh ternyata susah ya dihapusnya. Kita sadari bahwa pada usia ini perkembangan otaknya belum sempurna, based on emosi mereka. Kita sebagai orang dewasa, tugasnya mensuport“ ujar psikolog pendidikan dari TigaGenerasi ini.

 

Dan untuk mengembangkan kreativitas bisa dengan cara tumbuhkan rasa ingin tahu anak. Kita bisa pancing dengan pertanyaan untuk stimulasi keingintahuan anak.

 

(Baca juga : Menjaga Gairah Belajar Anak dengan Metode CEPE)


Refleksi Diri

Apakah ketika kita menilai kreativitas anak, itu proses atau hasilnya. Biasanya orangtua dalam menilai kreativitas anak yang dilihat hasil. Kita bisa lihat para inovator saat menciptakan teknologi. Dalam prosesnya cukup berat untuk bikin inovasi. Kita lihatnya oh sekarang inovasi itu bisa membantu manusia. 




Padahal dalam prosesnya berulang kali melakukan kesalahan, bahkan kegagalan. Sama juga anak-anak. Jika anak mengerjakan tugas sekolah, proses mereka menemukan jawaban itu yang kudu di apresiasi. Bukan pada hasilnya saja.

 

Selain itu jika anak-anak saat ini berada di zona nyaman, coba lakukan hal baru dari sebelumnya.

 

Resilience, Stress Tolerance and Flexibility

Resilience, stress tolerance and flexibility adalah kemampuan dalam menghadapi tantangan, tekanan, kegagalan, dan perubahan lalu tangguh untuk bisa bangkit kembali.

 

Dengan banyaknya perubahan membuat tingkat cemas dan stres meningkat. Kadang nggak tau prediksi kita bakalan baik apa buruk. Anak pun juga bisa cemas dan stres. Misalnya saat pandemi ini yang dimana awalnya pembelajaran tatap muka terbatas menjadi kembali Pembalajaran Jarak Jauh (PJJ). 

 

Situasi yang menantang adalah proses belajar, bukan sesuatu yang mencemaskan. Namun apa yang bisa dipelajari ketika ada sesuatu yang tidak mengenakkan? 


Ajarkan anak membuat goal agar mereka melakukan sesuatu dengan bermakna, jadi dia tahu apa yang mau diraih. Sehingga anak punya growth mindset. Dan tetap Be Mindful agar fokus pada apa yang bisa kita kontrol.




Gimana cara mengajarkan anak agar punya growth mindset? Sebagai orangtua kita bisa membantu membuat goal yang realistis dan bisa dicapai oleh anak sesuai usianya.

 

Misalnya anak usia 5 tahun, apa yang bisa dijadikan goal? Pilih baju sendiri atau memakai baju sendiri. Jangan dibayangkan membuat goal itu susah, padahal se-simple anak bisa bangun pagi adalah salah satu goal.

 

Lalu bagaimana melatih berpikir fleksible? Penulis buku Anti-Panik Mengasuk Bayi ini menjelaskan bahwa berpikir flexible adalah cara berpikir ketika cara A tidak berhasil, maka anak mencoba cara B untuk menghadapi masalah.

 

Hal ini bisa dilatih dengan cara sederhana. Misalnya : tanyakan pertanyaan bulpoin ini fungsinya untuk menulis. Kira-kira selain untuk menulis bisa digunakan untuk apa lagi ya? jadi kita bisa bertanya kegunaan lain barang di sekitar kita. Misalnya panci bisa buat masak, bisa juga buat musik dan lainnya.

 

Refleksi Diri

Menurut Rafika Ariani memang anak terkadang perlu menghadapi dan memproses pengalaman yang tidak nyaman. Misalnya anak curhat mengalami pembulian. Hal tersebut tentu dihadapi, namun sebelumnya tanyakan yang terjadi, bagaimana perasaannya. Lalu bagaimana cara yang tepat menyikapinya.

 

Lalu kita bisa bertanya pada diri sendiri “apakah ada kecemasan yang kita rasakan terhadap anak?” karena terkadang anak yang cemas, karena orangtuanya juga cemas. Mungkin maksud Rafika ingin menunjukkan bahwa emosi itu menular.



skill-masa-depan-anak


Ok teman-teman, sehingga dari webinar ini kita jadi tahu ada 10 skill yang dibutuhkan di dunia kerja menurut World Economic Forum. Dari 10 skill tersebut ada 3 soft skill yang harus dikembangkan terlebih dahulu yakni critical thinking and analysis, creativity, originality and initiative juga resilience, stress tolerance and flexibility.

 

Kesimpulan

Dunia terus bergerak dengan cepat, dan pekerjaan dimasa depan manusia akan berdampingan dengan mesin atau robot. Namun ternyata skill utama yang harus dimiliki anak saat ini bukan mengenai teknologi, namun ada 3 top skill yang jadi perhatian dan fundamental. Yakni critical thinking and analysis, creativity, originality and initiative juga resilience, stress tolerance and flexibility.

 

Yuk kita kembangkan sejak dini karena tiga skill ini membangunnya lama dan menjadi pondasi anak-anak menguasai teknologi di masa depan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

26 komentar

  1. Nggak kebayang deh bagaimana nantinya segala hal berubah dan tergantikan oleh robot. Tapi sepanjang membaca, saya menemukan bahwa sisi "human" yang bisa berpikir kreatif dan taktis menghadapi tantangan sih kuncinya, lalu semua dimulai sedari usia dini. Lengkap sekali bahasannya. Senang bisa mampir ke mari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba, dunia berjalan sangaaaat cepat ya. Ibu Bapakku aja kadang kaget sama teknologi hari ini, hehe. Apalagi setelah ini kita menghadapi semua bakalan dilayani mesin. Belum lagi jaman anak-anak besok, gimana coba, Hmm. Tapi anak-anak yang dikembangakan berpikir kritisnya, berpikir kreatif dan sikap tahan banting, insyaAllah bisa menghadapi tantangan esok mba. Jangan lupa sisi spiritualnya juga hehe. Semangat buat kita :) Makasih sudah mampir ke blog ini ya mba :)

      Hapus
  2. Salah satu sifat resilience yang perlu dimiliki anak tadi, sebetulnya bisa diajarkan oleh orang tua kalau ortunya sering bawa anaknya jalan-jalan, bukan di rumah aja..

    BalasHapus
  3. Buat emak yang punya anak remaja, webinarnya menarik sekali yaa sayang tak bisa ikut. Tapi baca tulisan mbak saja saya sudah ketularan manfaatnya��

    BalasHapus
  4. Diantara pekerjaan2 yang bisa digantikan dengan mesin/robot, sudah banyak ditemui kan yaa, tetapi pekerjaan yang membutuhkan proses kreatif tak pernah tergantikan.
    Maka penting banget buat anak2 kita kelak berpikir kreatif ini yang harus dikembangkan.
    Beneran yak jaman now tuh kerja cerdas dan kreatif , semoga anak2 kita bisa menyesuaikan skill dengan perkembangan teknologi masdep.

    BalasHapus
  5. Sepertinya kemarin sudah komen, tapi ragu masuk apa tidak karena sinyal. Kalau double, hapus saja salah satu ya.
    Kuliah anakku di tek industri juga ada matkul baru, AI artificial inteligence. Nantinya semua manufaktur diotomatisasi. Insya Allah dunia pendidikan siap. Pelaksanaannya yg entah. Belum lama aku antar ortu ke rumah sakit pemerintah. Fasilitas medis modern. Tapi administrasi masih ala tata usaha lawas yg serba manual. Yg sakit & yg ngantar jadi capek bgt. Mudah saja kok menggantikan kerjaan manual, tapi banyak yg masih keukeuh dg cara lama. Padahal tinggal dibekali dg kelas2 di skill academy.

    BalasHapus
  6. Emang teknologi perkembang sangat pesat. Bahkan layar hp tanpa tombol yang dulu di tahun 2000 tidak pernah terbayang sekarang ada. Semoga anakku bisa menguasai beberapa skill yang dibutuhkan di masa depan.

    BalasHapus
  7. orangtua memang harus peka dengan setiap perkembangan zaman. Jadi bisa tau seperti apa pendidikan yang tepat untuk anak. Tetapi, kembali lagi ke orangnya juga. Kayak sekarang pun udah banyak yang tersentuh teknologi. Tetapi, pelaksanaannya masih banyak yang manual

    BalasHapus
  8. Sebagai orangtua memang ga pernah bisa berhenti untuk belajar ya, mbak. Apa lagi tentang anak, banyak hal yg harus terus belajar. Karena Zaman ya sudah berbeda, mereka berada di Zaman teknologi dan semua serba kritis ��

    BalasHapus
  9. dan menariknya skill2 masa depan itu bisa kita bangun dari bermain yaa mba.. pondasi anak2 saat masa kecil kudu kuat. hal2 sederhana yang dapat membuat mereka tangguh plus berkembang kemampuannya

    BalasHapus
  10. Wah jadi tahu tentang 3 skill yang harus dikuasai untuk masa depan mba. Kadang sebagai orang tua saya juga cemas akan masa depan anak, terlebih dimasa pandemi ini dimana jam pelajaran di sekolah berkurang, interaksi anak dengan lingkungan sekolah juga berkurang, bahkan jadi membayangkan seolah kesiapan anak dalam menyongsong masa depan sangat kurang, tetapi dengan tulisan ini rasanya jadi tahu bahwa masa depan anak bisa kita bangun dengan baik.

    BalasHapus
  11. Banyak hal yang bisa digantikan oleh robot ya...tapi banyak hal juga yang tidak bisa digantikan oleh robot. Anak-anak tinggal dikuatkan saja...PR besar para orang tua nih...

    BalasHapus
  12. wow ternyata kelak skill yang dibutuhkan adalah yang berhubungan sama teknologi digital ya, ak sebagai orang tua jadi terbuka nih pikirannya harus prepare anak aku untuk bisa bersaing secara global nantinya

    BalasHapus
  13. wah menarik banget mba bahasannya, bener banget, tidak bisa terpisahkan dari yang namanya teknologi ya mba, anak harus dilatih untuk bisa bersaing dengan kemampuannya sendiri secara global.

    BalasHapus
  14. Wah ini berkaitan juga ya sama kecerdasan anak termasuk kecerdasan emosi dan spiritual. Makin canggih zaman memang anak harus dipersiapkan beradaptasi sesuai zaman

    BalasHapus
  15. karena sekarang kita sudah berada di dunia yang serba digital, skill anak di masa depan tentu yang banyak berhubungan dengan teknologi. Tinggal kita para orangtua yang dituntut untuk mengarahkan anak agar nanti berjalan sesuai passionnya

    BalasHapus
  16. wah-wah skillnya berbeda ya waktu jaman kita dulu, sekarang lebih ke hitech, anak-anak belajar soal AI. Beda jaman dulu skillnya terbatas.

    BalasHapus
  17. Saya dulu sebenarnya khawatir dengan peran sebagian pekerjaan digantikan dengan mesin/robot, banyak orang atau skill yang akhirnya mesti dirumahkan. Tapi kalau melihat dari perspektif lain, dan setelah baca postingan ini, sebenarnya banyak peluang yang bisa diambil. Sangat senang dengan perubahan cepat yang terjadi dan semoga kita bisa beradaptasi dengan bumi yang cepat ini. 😊

    BalasHapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  19. Berat ya tantangan anak zaman sekarang. Semakin banyak dan kompleks tuntutan kemampuan dan skill yang harus mereka kuasai. Semakin canggih teknologi, semakin banyak tantangannya. Jadi reminder deh buat para orang tua, khususnya aku untuk bisa menumbuhkan dan menguatkan kemampuan serta skill anak-anak. Semangat! :D

    BalasHapus
  20. Pekerjaan masa depan itu lebih fokus yaa..
    Dan dibutuhkan sekali Future Skill yang diperoleh sebelumnya lalu dipertajam kembali.
    Mantap sekali tantangan mendidik anak masa kini, generasi emas Indonesia.

    BalasHapus
  21. Noted bgt nih, mengajarkan anak utk buat goal pribadi. Ini menurut saya penting ngt, agar kelak jd kebiasaan saat tumbuh dewasa nanti

    BalasHapus
  22. Thank you insightnya Mba Anggaraeni saya jadi bener2 melek dan mulai aware bagaimana mempersiapkan anak dimasa depan

    BalasHapus
  23. sebagai orangtua kita harus mengarahkan anak untuk menguasai skills ini ya, secara nanti kita emang mau tidak mau harus siap hidup berdampingan dengan teknologi, robot dan sejenisnya ya.
    tapi anak-anak juga dari sekarang emang sudah suka teknologi sih ya :)

    BalasHapus
  24. Wah lengkap sekali pembahasannya mbak, jadi harus belajar lagi dan lagi untuk menyiapkan generasi mendatang. Terima kasih sharingnya

    BalasHapus
  25. semakin banyak teknologi semakin anak nantinya dituntut untuk mengenal dunai digital lebih baik dan harus penuh inovasi

    BalasHapus