Kilas Balik 2020


Ah akhirnya bisa di depan laptop lagi. Tak menyangka bahwa merasakan pandemi yang sedemikian sulit. Pandemi Covid-19 memorak-porandakan semua hal, pekerjaan, target sekolah, rencana liburan dan lainnya. Masa ini membuatku tak bertemu Bapak dan Ibu saat Idul Fitri. Waktu lebih banyak dihabiskan di dalam bidang tembok rumah.

 

Era kenormalan baru membuat semua yang abnormal menjadi harus normal. Memakai masker dan kebiasaan cuci tangan. Imbauan jaga jarak membuat semua tampak serba curiga, apa yang didekatku benar-benar sehat dan bukan Orang Tanpa Gejala (OTG).



Tahun yang seharusnya bisa meraba candi Borobudur dari dekat, tahun yang rencananya bermain pasir di Bali, tak ada yang terealisasi. Dan bayangan mengantarkan bocah kecil di lingkungan baru bernama sekolah pun tak terjadi. Mengundurkan diri menjadi keputusan bulat yang hingga saat ini tak kusesali.

 

Pernah merasa babak belur saat semua event harus dibatasi, bahkan tak boleh lagi. Padahal kami sekeluarga "makan" dari event, khususnya olahraga. Namun tak dinyana titik ini perut kami masih bisa kenyang, berefek timbangan semakin ke jarum kanan. 


Pandemi merobek jaring perasaan, menjadi kabut kecemasan. Ada masa semua vitamin C aku tumpuk dalam kotak obat sebagai pertahanan pasukan imun, lautan bahan makanan aku beli karena takut lockdown, ada masa aku memenuhi isi frezeer agar makanan awet. Ah, sungguh kalut melanda.



liputan event blogger terakhir sebelum pandemi tiba di Indonesia, nginep di hotel dan blusukan di Gang Dolly Surabaya (eks lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara). Pada 2 Maret 2020 Presiden Jokowi menyampaikan ada 2 WNI positif terinfeksi virus korona jenis baru (SARS-Cov-2) penyebab Covid-19


(Baca juga : Sepenggal Sihir Sudut Gang Dolly)


Saat ini aku ingin membagikan sepotong cerita dalam cengkeraman wabah.

 

Sebagai Ibu

Sebelum pandemi, aku masih rajin mengantarkan Luigi bersepeda, mulai Balai Kota Surabaya, Taman BMX, hingga Kebun Raya Purwodadi. Sempat lomba juga di Sutos juga. Tanggal 1 Januari 2020 memulai tahun baru dengan bersepeda di BMX dan belanja di Plaza Surabaya (Delta Plaza), beli celana jins dan makan di Hokben.

 

Sebelum pemerintah menganjurkan di rumah saja, aku, Luigi dan keponakan Davin masih sempat mencari udara pagi di Car Free Day Taman Bungkul Surabaya. Kita main dan beli celana pendek untuk duo bocil ini sekaligus jajan nggak penting.

 

Ketika pandemi, pernah ngerasa mati gaya, mau aktivitas di luar apa ini. Akhirnya Luigi yang tak jadi sekolah dibelikan tangga brakiasi untuk aktivitas fisik di rumah. 


Aku mengamati anakku masih kurang berminat belajar membaca. Lalu aku iseng membeli buku membaca yang aku temukan di Gramedia, ternyata dia mulai mau baca. Hingga aku menulis cerita ini, ia bisa membaca 3 kata dalam 1 kalimat dengan suka kata a, i dan u. Seperti “rusa suka lari”. Alhamdulillah ada rezeki diberi LMA oleh Applakutes Montessori, Lui bisa belajar merangkai kata juga.

 

Sebagai Istri

Alhamdulillah pandemi membawaku lebih banyak di rumah. Sehingga aku bisa terus mendampingi suami menghadapi lingkaran wabah yang membuatnya pusing tak henti. Selama masa PSBB aku mulai kembali ke dapur, memasak makanan untuk kami bertiga di rumah.

 

Yang paling berkesan tentu saja, tempat tinggal yang kami tempati hampir 7 tahun akan dihuni orang lain. Namun Allah selalu memberi jalan. Meski dengan memerah daya. Selama digayuti kabut kerisauan pagebluk, kami selalu bergenggaman tangan berdua.

 

Cepat kilatan waktu berlalu, perjalanan pernikahan kami sudah memasuki tahun ke tujuh pada awal 2021.


(Baca juga : Kilas Balik 2017)

(Baca juga : Kilas Balik 2018)

 

Sebagai Anak dan keluarga besar

Pada 13 Januari mengantar Ibuku ke klinik karena beliau mengeluh lututnya sering sakit. Aku membawa Ibuk ke Nusantara Medika. Esoknya 14 Januari mengajak Ibuk beli sandal yang dirasanya empuk. Ternyata setelah obat habis tak ada kemajuan, Ibuk kembali ke klinik dengan kaki diseret. Hingga Ibuk mendapat surat sakti ke RS William Booth untuk poto.

 

Oleh dokter rehab medik Ibuk divonis radang sendi. Sebelum anjuran di rumah saja, Ibuku rajin terapi di RS. Sekarang Ibu memakai sandal Crock seharga Rp.600.000 karena beliau merasa lebih baik menggunakan alas kaki itu. Akhirnya aku dan mbak membelikannya lagi untuk gantian.

 

Mungkin ini adalah sandal termahal yang pernah dipakai Ibuk, tapi aku dan mbak senang bisa membuat Ibu lebih baik ketika jalan kaki. Kesehatan Ibuk adalah yang selalu aku upayakan.

 

Akhir tahun aku juga menemani mbak Erti pengobatan sakit yang membuatnya harus operasi total di sebuah rumah sakit di Surabaya. Yang pasti, rumah sakit ini bukan rujukan pasien Covid-19. Sebenarnya di tengah mendampingi mbak, aku sedang mengerjakan lomba. Tapi Alhamdulillah terselesaikan juga lomba yang melibatkan orang lain ini (baca : wawancara).


meski sejak kecil kita sering bertengkar, tapi aku sayang kamu, Mbak


Sebagai Diri Sendiri

Aku ditawarin Bapak menjadi anggota panitia pemilu kota Surabaya. Karena kurangnya remaja kampung yang berminat meluangkan waktu untuk urusan ini, maka aku mengiyakan ajakan Bapak. Beliau tidak bisa lagi menjadi ketua karena persyaratan umur. 


Pilkada untuk menentukan pengganti Bu Risma ini membuat semua panitia harus mengurus surat kesehatan, minimal di puskesmas. Pada hari H teknisnya juga sedikit "ribet" dengan protokol kesehatan dan aplikasi "si Rekap". Upah Rp. 800.000 hasil kerja panitia aku pakai ke Toeng sama Ibuk dan Luigi. Uang habis tak bersisa dalam satu siang :)


Pada akhirnya blog menjadi teman setia kala ujung terowongan pandemi menjadi misteri. Mengikuti kompetisi bulan April adalah awal mula ku menang lomba blog tahun 2020. Hadiahnya mungkin bagi sebagian orang kurang mentereng, namun semangatku masih menyala.

 

Ajakan liputan melalui webinar sebuah komunitas menulis dan perusahan snack juga membawa tulisanku menjadi tulisan terbaik dengan upah hadiah uang Rp.500.000. Nominal ini aku terima utuh, tanpa dipotong sama sekali.


(Baca juga : Kilas Balik 2019)

 

Dieng juga menjadi harapan. Bermodalkan agen travel untuk bisa sampai ke negeri kayangan, aku mulai kepo semua hal mengenai Dieng. Aku potret semua yang terlihat, aku simak tour guide menyampaikan informasi dan diam-diam aku sibuk merekamnya dalam ingatan. 


Kemenangan sayembara menulis Dieng membawaku berdiskusi tentang negeri para dewa dengan tim cagar budaya nasional dan menulis buku bersama penulis-penulis hebat yang aku kagumi dari jauh.

 

Tepat akhir tahun 2020 telah lahir buku Bawana Winasis – Dieng Budaya Tak Terkatakan yang diterbitkan Kemendikbud, tercetak dengan cover yang sangat cantik. Kabar kurang baiknya adalah semua buku terbitan Kemendikbud tidak untuk diperjual belikan secara umum. Semoga tahun 2021 nanti bisa segera memeluk buku fisiknya.

 

Dan Desember ditutup dengan karyaku melalui tulisan Briefing and Role Playing untuk Mencegah Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Dini dinobatkan menjadi juara 1 kategori umum oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbud. Baru kali ini mendapatkan apresiasi juara 1 lomba blog. 


(Baca juga : Septia Wahyu Anggraeni Pemenang Aksi Nyata Kita)


Karena kemenangan ini aku mendapatkan ponsel Samsung Galaxy A-31, sungguh ini juga pertama kali mendapat smartphone karena ngeblog. Tidak butuh waktu lama, hadiah tersebut aku uangkan Rp.3.000.000, Alhamdulillah.


Luigi menerima ponsel karena aku menulis cerita tentangnya


Kedigdayaan teknologi menjadi jalanku bertemu beberapa webinar gratis, mulai dari Sabtu Malam Minggu Refresh Ilmu dari Enlightening Parenting, hingga kursus blog yang dimentori teh Ani Berta, kak Ardan, dan mba Efa dari ISB. Yang belum aku lakukan dari materi Teh Ani adalah membuat web lain seperti Kompasiana.


sebelahku adalah teh Ani Berta


Jagat virtual juga menjadi tumpuan menggapai ilmu, salah satunya kelas “Nulis Konten” bersama mba Widyanti. Tulisanku diberi masukan detail oleh ketua IIDN ini. Yang selalu aku ingat dari serangkaian materinya adalah bawalah tulisan ilmiah dalam blog dengan bahasa yang disesuaikan. Mencari referensi pun harus benar. 

 

Tak terasa pergantian tahun telah berjalan. Aku tahu bahwa perpindahan tahun ini hanyalah perubahan bilangan. Namun, bukankah manusia yang beruntung yang terus berjuang dan mencuri hikmah atas tahun “ajaib” ini.

 

Saat penghujung tahun banyak obyek wisata yang ditutup, termasuk beberapa ruang publik karena aku tak bisa lagi mengerjakan lomba di Koridor Space di Siola Surabaya. 


Tak hanya itu, kenaikan kasus manusia-manusia yang terjangkiti Covid-19 membuat diberlakukannya jam malam, pembatasan pergerakan masyarakat, dan razia yustisi protokol kesehatan. Juga ketentuan tes usap (tes cepat) disejumlah kota/kabupaten di Indonesia adalah sebuah cerita bahwa pandemi ini pernah menjadi hal mencekam sepanjang 2020.

 

Cengkeraman wabah yang meringkus kebebasan bepergian kini masih ada. Entah sampai kapan. Muncul asa ketika mendengar adanya vaksinasi. Sekali lagi, Covid-19 itu nyata. Nyata merengkuh sebagian mata pencaharian, nyata merobek jaring perasaan.


(Baca juga : Refleksi Hari Blogger Nasional 2020)

 

Sehat adalah harga mahal menghadapi “penyakit” tak kasat mata ini. Semoga aku terus menulis dengan hirupan udara segar, tanpa bantuan ventilator, tanpa terkungkung dalam ruang isolasi yang menakutkan.

 

Ya Allah jagalah keluargaku, sehatkan kami, sayangilah kami, semoga Engkau kabulkan doa hamba kecil ini, Amin.

 

 

 

 

4 komentar

  1. wah mantab sekali mba kadangkalanya pandemi bisa membawa berkah hehehehe.. sukses terus mama Luigi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin, makasih banyak ya mba Lita :) Semoga lancar project buku-bukunya :)

      Hapus
  2. Mbak Septi makin bersinar di tahun-tahun yang makin matang. Mungkin makin sibuk karena sebagai ortu tanggung jawabnya makin besar ya, Mbak. Tapi kelihatan dari cara bercerita di blog, Mbak Septi makin dewasa dalam bertindak. Good luck for 2021.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, makasih banyak mbak Damar :) Semoga mba selalu sehat sekeluarga :)

      Hapus