Dulu aku pernah wawancara dengan
seorang pendidik yang mendirikan ekskul robotik di sekolahnya. Ia membawa
banyak pelajar berprestasi di bidang robot hingga kancah dunia. Saat pandemi
datang, muridnya membuat karya robot yang bisa mengecek suhu tubuh tanpa
bersentuhan. Saat itu yang ada dipikiranku
adalah “canggih sekali dunia hari ini”.
(Baca juga : prestasi robot tingkat dunia dari Surabaya)
Bahkan yang
aku baca dari harian kompas bahwa salah satu universitas China merancang robot
yang dapat mendiagnosa berbagai penyakit, mengambil usapan mulut bahkan mendengarkan
suara organ dalam pasien yang biasanya dilakukan dokter melalui stetoskop.
Robot yang
terdiri dari mesin beroda dan lengan robot tersebut dilengkapi kamera dan
menggantikan posisi tenaga medis. Bahkan, tim medis itu bisa berada di kota
yang berbeda dengan sang pasien. Luar biasa bukan?
Mengutip
kalimat Iim Fahima Jachja pada postingan facebook-nya
bahwa dunia terus bergerak dengan cepat.
“Dulu, bekerja dan menghasilkan
uang dari rumah dianggap mustahil, sejak pandemi WFH menjadi hal biasa. Dulu, robot
menjadi pekerja hanya ada di film, sekarang makin banyak pekerjaan yang
digantikan oleh robot, dari mulai customer service, pelayan, tour
guide, pekerjaan terkait engineering, tentara, akuntan, pengacara,
desainer, bahkan dokter pun di masa depan banyak yang akan digantikan oleh
robot” ujarnya pada postingan Facebook (31/1/22).
Untuk itulah founder Queenrides, Iim Fahima Jachja membuat kelas bertema Future Skills – Skill Apa yang Dibutuhkan Anak di Masa Depan? Yang diselenggarakan melalui zoom meeting bersama Rafika Ariani M.Psi.Psikolog seorang Psikolog Pendidikan pada 20 Februari 2022.
Iim Fahima bercerita saat di Tel Aviv, ia
mengunjungi salah satu perusahaan penyulingan air terbesar di dunia yang
menyuplai air bersih di puluhan negara. Mungkin bayangan kita seperti Unilever saja
bisa mempekerjaan ribuan orang. Namun perusahaan penyulingan ini hanya
mempekerjakan 79 orang. Sisanya? Robot!
Masa pandemi ibu dua anak ini juga sempat
berkunjung ke Swiss, tinggal di hotel yang dilayani mesin dan robot. Check
in dengan layar komputer dan kunci hotel diambil di sebuah locker
deposit ukuran besar yang kodenya berupa angka. Kunci itu diberikan saat check
in di approved oleh komputer.
Satu-satunya petugas yang ia lihat adalah
perempuan setengah baya yang sedang membersihkan kamar dan ditemani robot!
10 Skill Yang Dibutuhkan Anak di Masa Depan
Iim Fahima juga menunjukkan sebuah video untuk menggambarkan apa yang sudah terjadi di dunia saat ini dan masa depan pekerjaan.
Video tersebut mengingatkan kita bahwa covid-19 adalah salah satu krisis terbesar di zaman kita. Yang mengguncang sistem sosial bahkan mengganggu setiap sektor ekonomi kita.
Pergeseran sedang
berlangsung dalam pembagian kerja antara manusia, mesin dan algoritma akan
menggusur 85 juta pekerjaan di seluruh dunia dalam 5 tahun ke depan.
Sementara 97 juta pekerjaan baru akan
muncul berdampingan dengan mesin robot dan algoritma
Pada 2025 perusahaan berharap menggusur
sekitar 6% dari total pekerja mereka, dan 1 dari 2 pekerja akan membutuhkan
pelatihan ulang. Dan mereka yang tersisa perlu memperbaharui 40% keahlian
mereka untuk beradaptasi dengan pasar tenaga kerja yang terus berubah.
Pekerja yang saat ini menduduki sebagai
pegawai atau manajer memerlukan reskilling atau penambahan skill baru,
belajar hal baru terkait dengan teknologi.
tangkapan layar saat Iim Fahima menjelaskan 10 Future Skills |
97 pekerjaan baru itu apa aja?
Pekerjaan yang merupakan kolaborasi manusia, mesin/robot dan data misalnya
digital marketing strategist, data analis dan scientist, digital transformation
analyst dan lainnya.
Sementara pekerjaan apa yang bakalan hilang?
“Pekerjaan yang
sifatnya repetitive (mengulang-ulang pekerjaan yang sama), akan
digantikan oleh mesin (automation). Penggantian ini tidak hanya berlaku untuk
pekerjaan low skill seperti buruh pabrik, tapi juga banyak pekerjaan
kantoran seperti sekretaris, akuntan, auditor dll.” ujar mba Iim seperti
dilansir pada postingan Facebook.
Hari ini saja kita lihat customer
service bank udah dilayani sama mesin, termasuk auditor banyak yang
digantikan mesin. Aku dan Luigi makan di McD aja sudah mulai dilayani mesin.
Bayar pun dari layar, tanpa bersentuhan dengan kasir.
Mungkin kita membayangkan 2025 itu
lama. Namun dengan adanya pandemi, semua yang diramalkan terjadi di masa depan mendadak
datang lebih cepat. Dulu kita nggak tahu apa itu WFH, sekarang banyak pekerja malah
dipaksa bekerja dari rumah.
World Economic Forum merilis ada 10
skill yang dibutuhkan di dunia kerja. World Economic Forum (WEF) adalah acara tahunan yang digelar setiap awal tahun di Davos Swiss sejak 50
tahun yang lalu.
Tujuannya adalah membahas semua yang
terkait perekonomian dunia, peluang bahkan solusi masalah ekonomi yang terjadi.
Forum ini dihadiri oleh pakar ekonomi, pebisnis dunia bahkan selebrti.
Pada Oktober 2020, melalui situs
resminya WEF skill yang dibutuhkan di dunia kerja pada
tahun 2025. Yakni :
1.
Analytical
thinking and innovation
2.
Active
learning and learning strategies
3.
Complex
problem-solving
4.
Critical
thinking and analysis
5.
Creativity,
originality and initiative
6.
Leadership
and social influence
7.
Technology
use, monitoring and control
8.
Technology
design and programming
9.
Resilience,
stress tolerance and flexibility
10.
Reasoning,
problem-solving and ideation
Semua hal diatas adalah hal-hal yang sulit digantikan
mesin atau robot. Maka, sudahkah kita siapkan pendidikan anak, baik pendidikan di lingkungan rumah dan pendidikan
sekolah untuk mengarahkan atau mengajarkan pada analytical thinking, berfikir kritis, kreatifitas, leadership and social influence dan lainnya?
Bagaimana dengan skill
teknologi?
“kalau dibilang pekerjaan di masa depan
berhubungan dengan teknologi sehingga kita merasa penting belajar atau
menguasai teknologi, itu betul. Tapi yang harus diingat dari 10 skill, fungsi
teknologi hanya disebut 2 kali” ujar
penerima Young World Changers
at World Economic Forum Davos 2019 ini.
Jika dilihat secara keseluruhan, fungsi
kreatifitas, analytical thinking, relisence yang jumlahnya jauh lebih banyak. Sehingga skill utama yang wajib dipelajari anak justru tidak berhubungan dengan
teknologi.
“jadi memahami teknologi penting. Tapi
sebelum memahami atau menguasai teknologi, anak anak di masa depan yang disiapkan
sekarang (adalah) membangun pondasi berpikir kritis, pondasi resilience
atau daya tahan menghadapi berbagai masalah, critical thinking, kreatifitas
yang semuanya tidak berhubungan dengan teknologi” tambah Iim pada hampir 200
audience.
3 Skill Fondasi
Jika ada 10 skill menurut WEF lalu kita
mulainya darimana? Hal ini disampaikan oleh Rafika Ariani M.Psi.Psikolog. Lulusan Universitas
Indonesia ini mengatakan ada 3 skill utama yang harus dimiliki dulu. Kenapa
hanya tiga? Karena 3 hal ini membangunnya lama, dan bisa disebut sebagai
skill fundamental. Apa saja skill yang harus dikuasai itu?
1.
Critical
thinking and analysis
2.
Creativity,
originality and initiative
3.
Resilience,
stress tolerance and flexibility
Tiga top skill diatas menurut psikolog
yang berpraktik di Klinik Brawijaya Kemang ini adalah adalah soft skill,
dan soft skill adalah sesuatu yang skill yang membutuhkan proses lebih
lama. Ia juga menambahkan saat melamar pekerjaan, biasanya yang yang membuat
kita diterima selain kemampuan adalah soft skill yang dimiliki.
Soft skill, dikutip dari The Balance Careers dari laman lifestyle.kontan.co.id menyebutkan adalah kemampuan non-teknikal yang berhubungan dengan gimana
seseorang bekerja. Soft skill ini melibatkan gimana karyawan menyelesaikan
masalah, berinteraksi, hingga memanajemen pekerjaan. (sumber
: https://lifestyle.kontan.co.id/news/10-skill-yang-dibutuhkan-di-dunia-kerja-masa-depan-segera-kuasai-dari-sekarang)
Sebagai orangtua tentu yang kita
harapkan pada anak di masa depan adalah anak yang mandiri bahagia dan
bermanfaat dan toleransi dan ngikuti perkembangan jaman.
Lalu apa yang bisa kita lakukan adalah
mempersiapkan anak-anak kita. Mempersiapkan diri sendiri dulu karena sebenernya
sebelum bantu seseorang, kita sendiri dulu seperti apa.
Pertama yang kita siapkan adalah
mindset. Mindset mengenai bayangan para orangtua mengenai teknologi dan masa
depan. Apa yang muncul dipikiran atau ketika membayangkan kata teknologi
dan masa depan. Apakah sesuatu yang canggih, pesat, atau robot?
Mungkin sebagian juga akan mengatakan ketika
kita mendengar kata Future adalah akan ada yang akan tergantikan dan ada yang
hilang. Termasuk lapangan pekerjaan. Bayangannya entar anak-anak bakalan kerja
apa nih kalau semua tergantikan oleh robot. Bahkan dokter pun lama-lama
tergantikan robot.
Membayangkan ini membuat cemas.
Disinilah kita ditantang, ketika kita membayangkan future itu adalah yang
menghilangkan akhirnya menjadi sesuatu yang negatif. Maka yuk ganti persepsi
mengenai masa depan dengan kata PERUBAHAN. Perubahan ini konotasinya lebih
positif.
Dunia kita saat ini seperti apasih? Dunia kita hari ini juga berubah terutama datangnya covid 19. Misalnya dulu nggak kenal zoom, gara-gara pandemi zoom menjadi makanan sehari-hari. Mengenai ekonomi naik turun.
Termasuk perubahan lapangan kerja, dulu nggak ada tuh
lapangan pekerjaan sosial media manajer.
Lalu
apa itu 3 skill pondasi yang dibutuhkan anak di masa depan?
Critical Thinking and Analysis
Critical thinking and analysis adalah kemampuan untuk mengambil keputusan, menyelesaikan masalah dan
mengambil tindakan yang tepat dan bijak.
Dengan banyaknya informasi yang anak terima, apalagi sekolah dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) menggunakan gadget, google, atau aplikasi lain.
Sehingga jika anak-anak tidak berpikir kritis,
kemungkinan nggak bsia mengolah yang diterima, apakah akurat, apakah informasi
yang diterima sesuai konteks, apakah berbahaya, dan lainnya.
Jika anak punya kemampuan berpikir
kritis jadi tahu harus melakukan apa, boleh nggak di share, boleh nggak
digunakan untuk mengerjakan pekerjaan sekolah. Hal ini karena mereka berpikir
lebih dalam mengenai informasi.
Refleksi Diri
Pada anak usia dini pertanyaannya luar
biasa banyak. Kenapa ini kenapa gitu. Nah dari situlah kita bisa mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan menganalisa anak. Namun, apa yang biasanya kita lakukan,
ketika anak banyak bertanya. Dan bagaimana jawabannya.
(Baca juga : 4 aspek perkembangan anak usia dini)
Rafika Ariani pernah mendapatkan klien siswa
SMA. Kliennya bertanya apa gunanya sekolah. Sebagai
psikolog ia menjawab bahwa sekolah mengajarkan keterampilan yang akan
dibutuhkan di masa depan. Lalu dibalas oleh sang klien berseragam putih abu-abu
ini bahwa Jack Ma drop out dari SMA, namun bisa sukses.
Jleb.
tangkapan layar saat Rafika Ariani M.Psi.Psikolog presentasi materi |
Dari kisah ini Rafika menekankan bahwa
sebenarnya anak-anak punya banyak pertanyaan. Dan gimana kita merespon
pertanyaan mereka. Terutama pertanyaan out out the box jawabannya juga
kudu gitu, kita ditantang jawabannya juga untuk out of the box.
Misalnya anak bertanya ngapain sih kudu
belajar matematika, susah dan apa gunanya belajar aljabar? Jangan tidak
merespon. Anak-anak sekarang dengan berkembangnya teknologi, otaknya juga
berkembang untuk bertanya.
Bagaimana jika di sekolah anak HANYA
DISURUH MENJAWAB, bukan untuk bertanya? Psikolog pendidikan yang juga
penulis buku Anti Panik Mengasuh Bayi ini menjawab dengan bijak bahwa sekolah
tetap ada baiknya yakni anak belajar mengenai aturan atau batasan.
Jika sekolah sistemnya seperti itu, yang bisa lakukan adalah memberi masukan pada sekolah. Selain itu maka pahami bahwa hal tersebut tidak bisa kita kontrol.
Maka yang bisa kita lakukan adalah
stimulasi di rumah, kita bantu eksplorasi pertanyaan yang
tidak terjawab di sekolah.
Creativity, Originality, and Initiative
Kadang jika kita mendengar kata kreatif, maka pikiran akan mengarah pada jago gambar atau seni. Kreatif disini bukan itu.
Kreativitas adalah kemampuan berfikir kreatif atau berpikir bebas ketika
ada masalah. Memang dengan berpikir kritis ini saling berkaitan.
Pekerjaan yang sifatnya monoton, atau
berulang-ulang akan digantikan mesin, tetapi tidak pada pekerjaan yang
membutuhkan proses kreatif. Maka berpikir kreatif ini yang harus dikembangkan.
Pada usia dini dan usia sekolah
pemikiran anak-anak sedang masa sangat kreatif. Memang kreatif suka bikin kesel
misalnya pas gambar di tembok, manjat-manjat, namun kadang saat itulah proses
kreatif sedang berkembang, yakni ketika anak sedang eksplorasi.
“Dan untuk poin ke 3 bahwa mesin nggak
bisa belajar dari kesalahan. Maka ketika anak salah atau berbuat sesuatu yang
tidak sesuai ekpektasi, anak bisa belajar dari kesalahan. Misalnya ketika anak menulisnya
di tembok, mereka bisa belajar oh ternyata susah ya dihapusnya. Kita sadari
bahwa pada usia ini perkembangan otaknya belum sempurna, based on emosi
mereka. Kita sebagai orang dewasa, tugasnya mensuport“ ujar psikolog
pendidikan dari TigaGenerasi ini.
Dan untuk mengembangkan kreativitas
bisa dengan cara tumbuhkan rasa ingin tahu anak. Kita bisa pancing dengan
pertanyaan untuk stimulasi keingintahuan anak.
(Baca juga : Menjaga Gairah Belajar Anak dengan Metode CEPE)
Refleksi Diri
Apakah ketika kita menilai kreativitas
anak, itu proses atau hasilnya. Biasanya orangtua dalam menilai kreativitas
anak yang dilihat hasil. Kita bisa lihat para inovator saat menciptakan
teknologi. Dalam prosesnya cukup berat untuk bikin inovasi. Kita lihatnya oh
sekarang inovasi itu bisa membantu manusia.
Padahal dalam prosesnya berulang kali
melakukan kesalahan, bahkan kegagalan. Sama juga anak-anak. Jika anak mengerjakan tugas
sekolah, proses mereka menemukan jawaban itu yang kudu di apresiasi. Bukan pada hasilnya saja.
Selain itu jika anak-anak saat ini
berada di zona nyaman, coba lakukan hal baru dari sebelumnya.
Resilience, Stress Tolerance and Flexibility
Resilience, stress tolerance and flexibility adalah kemampuan dalam menghadapi tantangan, tekanan, kegagalan,
dan perubahan lalu tangguh untuk bisa bangkit kembali.
Dengan banyaknya perubahan membuat
tingkat cemas dan stres meningkat. Kadang nggak tau prediksi kita bakalan baik
apa buruk. Anak pun juga bisa cemas dan stres. Misalnya saat pandemi ini yang
dimana awalnya pembelajaran tatap muka terbatas menjadi kembali Pembalajaran Jarak Jauh (PJJ).
Situasi yang menantang adalah proses belajar, bukan sesuatu yang mencemaskan. Namun apa yang bisa dipelajari ketika ada sesuatu yang tidak mengenakkan?
Ajarkan anak membuat goal agar
mereka melakukan sesuatu dengan bermakna, jadi dia tahu apa yang mau diraih.
Sehingga anak punya growth mindset. Dan tetap Be Mindful agar
fokus pada apa yang bisa kita kontrol.
Gimana cara mengajarkan anak agar punya
growth mindset? Sebagai orangtua kita bisa membantu membuat goal
yang realistis dan bisa dicapai oleh anak sesuai usianya.
Misalnya anak usia 5 tahun, apa yang
bisa dijadikan goal? Pilih baju sendiri atau memakai baju sendiri.
Jangan dibayangkan membuat goal itu susah, padahal se-simple anak bisa
bangun pagi adalah salah satu goal.
Lalu bagaimana melatih berpikir
fleksible? Penulis buku Anti-Panik Mengasuk Bayi ini menjelaskan bahwa berpikir
flexible adalah cara berpikir ketika cara A tidak berhasil, maka anak mencoba
cara B untuk menghadapi masalah.
Hal ini bisa dilatih dengan cara
sederhana. Misalnya : tanyakan pertanyaan bulpoin ini fungsinya untuk menulis.
Kira-kira selain untuk menulis bisa digunakan untuk apa lagi ya? jadi kita bisa
bertanya kegunaan lain barang di sekitar kita. Misalnya panci bisa buat masak,
bisa juga buat musik dan lainnya.
Refleksi Diri
Menurut Rafika Ariani memang anak terkadang perlu menghadapi
dan memproses pengalaman yang tidak nyaman. Misalnya anak curhat mengalami
pembulian. Hal tersebut tentu dihadapi, namun sebelumnya tanyakan yang terjadi,
bagaimana perasaannya. Lalu bagaimana cara yang tepat menyikapinya.
Lalu kita bisa bertanya pada diri
sendiri “apakah ada kecemasan yang kita rasakan terhadap anak?” karena
terkadang anak yang cemas, karena orangtuanya juga cemas. Mungkin maksud Rafika ingin menunjukkan bahwa emosi itu menular.
Ok teman-teman, sehingga dari webinar
ini kita jadi tahu ada 10 skill yang dibutuhkan di dunia kerja menurut World Economic Forum. Dari 10 skill tersebut ada 3
soft skill yang harus dikembangkan terlebih dahulu yakni critical thinking
and analysis, creativity, originality and initiative juga resilience,
stress tolerance and flexibility.
Kesimpulan
Dunia terus bergerak dengan cepat, dan
pekerjaan dimasa depan manusia akan berdampingan dengan mesin atau robot. Namun
ternyata skill utama yang harus dimiliki anak saat ini bukan mengenai
teknologi, namun ada 3 top skill yang jadi perhatian dan fundamental. Yakni critical thinking and analysis, creativity, originality
and initiative juga resilience, stress tolerance and flexibility.
Yuk kita kembangkan sejak dini karena
tiga skill ini membangunnya lama dan menjadi pondasi anak-anak menguasai
teknologi di masa depan.
Nggak kebayang deh bagaimana nantinya segala hal berubah dan tergantikan oleh robot. Tapi sepanjang membaca, saya menemukan bahwa sisi "human" yang bisa berpikir kreatif dan taktis menghadapi tantangan sih kuncinya, lalu semua dimulai sedari usia dini. Lengkap sekali bahasannya. Senang bisa mampir ke mari.
BalasHapusiya mba, dunia berjalan sangaaaat cepat ya. Ibu Bapakku aja kadang kaget sama teknologi hari ini, hehe. Apalagi setelah ini kita menghadapi semua bakalan dilayani mesin. Belum lagi jaman anak-anak besok, gimana coba, Hmm. Tapi anak-anak yang dikembangakan berpikir kritisnya, berpikir kreatif dan sikap tahan banting, insyaAllah bisa menghadapi tantangan esok mba. Jangan lupa sisi spiritualnya juga hehe. Semangat buat kita :) Makasih sudah mampir ke blog ini ya mba :)
HapusSalah satu sifat resilience yang perlu dimiliki anak tadi, sebetulnya bisa diajarkan oleh orang tua kalau ortunya sering bawa anaknya jalan-jalan, bukan di rumah aja..
BalasHapusBuat emak yang punya anak remaja, webinarnya menarik sekali yaa sayang tak bisa ikut. Tapi baca tulisan mbak saja saya sudah ketularan manfaatnya��
BalasHapusDiantara pekerjaan2 yang bisa digantikan dengan mesin/robot, sudah banyak ditemui kan yaa, tetapi pekerjaan yang membutuhkan proses kreatif tak pernah tergantikan.
BalasHapusMaka penting banget buat anak2 kita kelak berpikir kreatif ini yang harus dikembangkan.
Beneran yak jaman now tuh kerja cerdas dan kreatif , semoga anak2 kita bisa menyesuaikan skill dengan perkembangan teknologi masdep.
Sepertinya kemarin sudah komen, tapi ragu masuk apa tidak karena sinyal. Kalau double, hapus saja salah satu ya.
BalasHapusKuliah anakku di tek industri juga ada matkul baru, AI artificial inteligence. Nantinya semua manufaktur diotomatisasi. Insya Allah dunia pendidikan siap. Pelaksanaannya yg entah. Belum lama aku antar ortu ke rumah sakit pemerintah. Fasilitas medis modern. Tapi administrasi masih ala tata usaha lawas yg serba manual. Yg sakit & yg ngantar jadi capek bgt. Mudah saja kok menggantikan kerjaan manual, tapi banyak yg masih keukeuh dg cara lama. Padahal tinggal dibekali dg kelas2 di skill academy.
Emang teknologi perkembang sangat pesat. Bahkan layar hp tanpa tombol yang dulu di tahun 2000 tidak pernah terbayang sekarang ada. Semoga anakku bisa menguasai beberapa skill yang dibutuhkan di masa depan.
BalasHapusorangtua memang harus peka dengan setiap perkembangan zaman. Jadi bisa tau seperti apa pendidikan yang tepat untuk anak. Tetapi, kembali lagi ke orangnya juga. Kayak sekarang pun udah banyak yang tersentuh teknologi. Tetapi, pelaksanaannya masih banyak yang manual
BalasHapusSebagai orangtua memang ga pernah bisa berhenti untuk belajar ya, mbak. Apa lagi tentang anak, banyak hal yg harus terus belajar. Karena Zaman ya sudah berbeda, mereka berada di Zaman teknologi dan semua serba kritis ��
BalasHapusdan menariknya skill2 masa depan itu bisa kita bangun dari bermain yaa mba.. pondasi anak2 saat masa kecil kudu kuat. hal2 sederhana yang dapat membuat mereka tangguh plus berkembang kemampuannya
BalasHapusWah jadi tahu tentang 3 skill yang harus dikuasai untuk masa depan mba. Kadang sebagai orang tua saya juga cemas akan masa depan anak, terlebih dimasa pandemi ini dimana jam pelajaran di sekolah berkurang, interaksi anak dengan lingkungan sekolah juga berkurang, bahkan jadi membayangkan seolah kesiapan anak dalam menyongsong masa depan sangat kurang, tetapi dengan tulisan ini rasanya jadi tahu bahwa masa depan anak bisa kita bangun dengan baik.
BalasHapusBanyak hal yang bisa digantikan oleh robot ya...tapi banyak hal juga yang tidak bisa digantikan oleh robot. Anak-anak tinggal dikuatkan saja...PR besar para orang tua nih...
BalasHapuswow ternyata kelak skill yang dibutuhkan adalah yang berhubungan sama teknologi digital ya, ak sebagai orang tua jadi terbuka nih pikirannya harus prepare anak aku untuk bisa bersaing secara global nantinya
BalasHapuswah menarik banget mba bahasannya, bener banget, tidak bisa terpisahkan dari yang namanya teknologi ya mba, anak harus dilatih untuk bisa bersaing dengan kemampuannya sendiri secara global.
BalasHapusWah ini berkaitan juga ya sama kecerdasan anak termasuk kecerdasan emosi dan spiritual. Makin canggih zaman memang anak harus dipersiapkan beradaptasi sesuai zaman
BalasHapuskarena sekarang kita sudah berada di dunia yang serba digital, skill anak di masa depan tentu yang banyak berhubungan dengan teknologi. Tinggal kita para orangtua yang dituntut untuk mengarahkan anak agar nanti berjalan sesuai passionnya
BalasHapuswah-wah skillnya berbeda ya waktu jaman kita dulu, sekarang lebih ke hitech, anak-anak belajar soal AI. Beda jaman dulu skillnya terbatas.
BalasHapusSaya dulu sebenarnya khawatir dengan peran sebagian pekerjaan digantikan dengan mesin/robot, banyak orang atau skill yang akhirnya mesti dirumahkan. Tapi kalau melihat dari perspektif lain, dan setelah baca postingan ini, sebenarnya banyak peluang yang bisa diambil. Sangat senang dengan perubahan cepat yang terjadi dan semoga kita bisa beradaptasi dengan bumi yang cepat ini. 😊
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBerat ya tantangan anak zaman sekarang. Semakin banyak dan kompleks tuntutan kemampuan dan skill yang harus mereka kuasai. Semakin canggih teknologi, semakin banyak tantangannya. Jadi reminder deh buat para orang tua, khususnya aku untuk bisa menumbuhkan dan menguatkan kemampuan serta skill anak-anak. Semangat! :D
BalasHapusPekerjaan masa depan itu lebih fokus yaa..
BalasHapusDan dibutuhkan sekali Future Skill yang diperoleh sebelumnya lalu dipertajam kembali.
Mantap sekali tantangan mendidik anak masa kini, generasi emas Indonesia.
Noted bgt nih, mengajarkan anak utk buat goal pribadi. Ini menurut saya penting ngt, agar kelak jd kebiasaan saat tumbuh dewasa nanti
BalasHapusThank you insightnya Mba Anggaraeni saya jadi bener2 melek dan mulai aware bagaimana mempersiapkan anak dimasa depan
BalasHapussebagai orangtua kita harus mengarahkan anak untuk menguasai skills ini ya, secara nanti kita emang mau tidak mau harus siap hidup berdampingan dengan teknologi, robot dan sejenisnya ya.
BalasHapustapi anak-anak juga dari sekarang emang sudah suka teknologi sih ya :)
Wah lengkap sekali pembahasannya mbak, jadi harus belajar lagi dan lagi untuk menyiapkan generasi mendatang. Terima kasih sharingnya
BalasHapussemakin banyak teknologi semakin anak nantinya dituntut untuk mengenal dunai digital lebih baik dan harus penuh inovasi
BalasHapus