Ketika Covid 19 dan Pheumonia Menyapa Bersama

 

Banyak doa aku rapalkan di hari ulang tahun ke 6 anakku, Luigi. Hingga esoknya ia batuk. Aku awalnya kurang mengganggap serius karena setiap bulan ia pasti batuk dan pilek. Sehingga tak pernah full dalam kehadiran sekolah.

 

Memang untuk masa pandemi ini sekolah Luigi ada aturan bahwa yang sakit batuk, pilek atau panas tidak diperkenankan mengikuti pelajaran dan harus istirahat di rumah, kecuali saat zoom. Kukira batuk kali ini seperti batuk 3 hari yang akan sembuh sendiri dengan banyak makan dan istirahat.



21 Februari 2022 Pulang Ke Gresik

Suhu tubuhnya mulai menghangat. Dan intensitas batuknya lebih sering. Saat itu Luigi aku bawa pulang ke Gresik. Takut menulari Bapak dan Ibuk jika ia terus di Surabaya, meski sekolah dilakukan jarak jauh.

 

Selama di rumah, ia muntah.-muntah. Aku selalu sedia ember untuk wadah muntahnya agar Luigi tidak perlu turun dari kasur. Kulihat ia semakin letih dan keringatnya banyak. Bantal basah.

 

Setiap kutawarkan makanan ditolaknya dengan halus. Ia tidak bisa tidur karena jeda batuk makin pendek. Tarikan napasnya pun makin berat, terlihat pada dada dan perutnya. Duhai anakku, semoga esok makin membaik.

 

22 februari 2022 Diagnosa Pheumonia

Luigi makin batuk dan muntah riak. Sore segera aku bawa ke dr. Iljas Prabowo, Sp.A yang bertempat di Jalan Bangka 41A Gresik Kota Baru (GKB) meski awalnya suami menolak mengantar. 


Adit ada jadwal ke Lamongan dan Bandara Juanda. Akhirnya ia mengusahakan. Sementara jadwal dokter sebenarnya jam 5 sore, namun ternyata jam 5 pagar rumahnya masih tutup.

 

Kata seorang bapak-bapak disana, dokter masih istirahat dan jam setengah 6 pagar dibuka. Alhasil kami harus muter-muter ke GKB terlebih dahulu. Muter nggak jelas untuk membunuh waktu. 


Hingga tepat 17.30 kami nyampe tempat praktik ternyata masih juga tutup. Nunggulah kami di mobil. Oleh penjaganya kami ditemui dan diinformasikan boleh masuk. Jadi Luigi adalah antrian nomor 1.

 

Dokter Ilyas (panggilan dokter Iljas) menanyakan detail mengenai gejala yang dialami Luigi, sejak kapan dan apakah ada yang merokok di rumah. Lalu dokter yang juga berpraktik di RS Petrokimia Gresik ini melakukan pemeriksaan fisik. 


Dengan stetoskopnya beliau memeriksa aktivitas paru-paru Luigi hingga mendiagnosa anak lelakiku ini terkena Pheumonia.

 

Aku menarik napas dalam-dalam. Lamunanku entah kemana.

 

Dokter menulis resep untuk mengurangi gejala batuknya dan juga antibiotik. Lalu beliau memberi surat pengantar kepada Prof.Dr.dr.Bambang Soeprijanto, Sp.Rad (K), ahli radiologi di RS Petrokimia Gresik untuk poto rontgen.

 

“Ibu, ini poto ya?” tanyanya membuyarkan lamunanku

“ohyaya dok”

 

Aku pikir potonya bisa besok pagi atau mungkin kapan aja tergantung kesiapan kita. Tak dinyana dokter bilang harus sekarang. Malam ini juga !!! Beliau mengingatkan bahwa jika telah keluar hasilnya balik lagi ke tempat praktik di rumahnya, maksimal esoknya.

 

Akupun mengucapkan terima kasih sambil memberikan biaya dokter uang tunai Rp. 120.000. Tanpa membuang waktu lagi, kami bertiga bergegas menuju rumah sakit tempat Luigi dilahirkan dulu. Luigi saat itu terus saja batuk, bahkan jedanya makin pendek.

 

Aku diarahkan satpam RS yang terletak di Jalan Ahmad Yani Gresik ini menuju ruang radiologi di gedung lama. Sementara Adit mengatakan jika menunggu hasilnya terlalu lama, maka aku dan Luigi akan balik ke dokter Ilyas sendiri. Ia benar-benar diburu waktu. Kami setuju.


pengalaman-anak-pheumonia
ruang Radiologi RS Petrokimia Gresik. 


Luigi sangat kooperatif selama diambil poto dadanya. Sambil menunggu hasil pembacaan rontgen dada, aku menebus obat di apotek RS. Pikirku sekalian, daripada menebusnya di apotek luar. Total obatnya Rp. Rp. 103.865 sementara biaya rontgen Rp 173.644

 

Kacau merambati dadaku. Sepanjang proses di Rumah Sakit, mata nggak pernah kering meski sekuat tenaga aku menahan. Ibarat kran, nggak bisa dihambat.

Byuuuur tes tes tes tes tes, *elap kacamata.

 

Tentu saja air mata itu ada sebabnya. Pertama karena hari itu aku kembali lagi mengulang suasana kelahiran Luigi (yang penuh tangisan). Iya, disinilah tempat Luigi melihat dunia pertama kali.

 

Kedua karena berharap diagnosa dokter tidak terjadi. Cukup sekali saja Luigi mengalaminya saat usianya 1 tahun. Menungguinya dengan kasih sayang selama 8 hari di RS Darmo Surabaya karena pheumonia. Mendengarkan batuknya yang tanpa jeda saja bikin ngilu di hati. Mengingat tangisannya saat perawat melakukan nebulisasi membuat sedih.


(Baca juga : Luigi dan Pheumonia)


Luigi kecil aku gendong saat penguapan/nebulisasi, dulu


“Ibu, ini hasilnya sudah keluar pembacaan dari dokter radiologi”

“ohyaya terima kasih mbak” ucapku sambil meninggalkan lorong RS

Kubuka dan aku baca dengan seksama kalimat yang kutahu hanya bertuliskan “pheumonia”.

 

Jleb

 

Pikiranku melayang kemana-mana. Salah apa aku?

Kami bertiga kembali ke dokter Ilyas.

“Ibu, ini pheumonia”

“obatnya sudah ditebus?”

Tanya dokter

 

“sudah dok. Dok, Luigi sudah pernah pheumonia dan dirawat di RS di Surabaya dan rawat inap selama 8 hari, apakah kali ini bisa dirawat di rumah?” tanyaku meyakinkan

 

“dilihat perkembangannya ya Bu, 3 hari lagi kontrol. Karena kalau di RS kan tiap hari di cek dokter”

“jika tidak membaik, mau tidak mau ya harus rawat inap Bu”

Ujarnya dengan suara parau

 

Sesampainya di rumah, obat yang kuberikan dimuntahkan. Aku tahu akan sangat pahit untuk Luigi. Hingga aku ulang lagi menggunakan sirup.

 

23 Februari 2022 Mau Makan dan Bisa Tidur

 

Malam itu kami hanya berdua di kamar remang. Adit harus ke Bandara untuk mengejar ekspedisi tercepat.

Aku terus mendengarkan batuk anak kecil yang baru saja berusia 6 tahun tanpa henti.

 

02.47 WIB belum juga aku bisa penjamkan mata. Memastikan Luigi baik baik saja. Meski batuknya makin menggila, aku cuma bisa tawarin minum air putih dan gosok gosok tangan dan punggungnya. Menanyai perasaan atau sekadar tanya pingin apa?

 

“aku cuma pingin sembuh Ma” hanya itu yang keluar dari bibir mungilnya.

 

Keringatnya makin deras, bantal basah kuyup. Suhu AC aku ganti setiap saat. Jika keringatnya makin banyak, aku rendahkan suhunya.

 

Hasil radiologi bikin tanda tanya tanpa henti? Kenapa anakku sakit pheumonia (lagi). Padahal selama varian Omicron kami nggak kemana-mana. Padahal selama ini di rumah aja. Makin nelangsa jika baca tulisan blog sendiri tentang pheumonia. Dulu aku pernah mendapat job menulis mengenai aplikasi kesehatan dan tema yang aku ambil adalah pheumonia.

 

Sungguh dunia ini sementara. Saat kemarin dititipkan kebahagiaan ngaji naik jilid 2 dan ulang tahun, esoknya merasakan sakit. Tatkala bahagia sekolah kembali dilakukan jarak jauh, namun dirumah pun Luigi tak bisa mengikutinya.

 

Doaku malam itu, semoga saat kontrol, Luigi makin membaik sehingga tidak perlu rawat inap di tengah pandemi seperti ini. Allah saja yang tau, mana yang paling baik. Aku bakalan ikhtiar yang aku bisa. Bismillah terus meyakini “Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan,”

 

Paginya Luigi mau makan, dan bisa buang air besar (BAB) dengan normal. Aku bersyukur, tandanya pencernaannya baik-baik saja. Aku mengamati sepanjang hari, batuknya mulai berkurang. Hal ini ditandai Luigi bisa tidur nyenyak setelah minum obat.

 

Doaku semoga akan menjadi kenyataan. Luigi akan sembuh dari pheumonia tanpa perlu rawat inap pada masa pandemi seperti ini.

 

24 Februari 2022 Kontrol, Rawat Inap dan Covid

Hanya Allah perencana terbaik. Melihat perkembangan rawat jalan sakitnya Luigi, akhirnya dokter menulis surat sakti.

“Ibu ada asuransi atau BPJS?”

“ada dok, asuransi Prudential. Apa Luigi harus rawat inap” tanyaku serius

 

Luigi harus rawat inap karena bagaimanapun obat injeksi akan lebih baik jika hanya menggunakan obat oral. Ya kira-kira begitulah kata pak dokter yang sepuh itu.

 

Perasaan yang awalnya melambung karena Lui sudah bisa tidur dan makan akhirnya kembali terhempas.

 

“saya rujuk ke RS Semen Gresik ya Bu?”

“oh nggak di RS Petrokimia aja dok,”sanggahku

“saya praktik di dua-duanya Bu, baik RS Semen Gresik atau Petrokimia. Namun saya saran aja ke RS Semen Gresik”

“ohyaya, saya nurut saja dok” jawabku pasrah

 

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, aku yakinkan Luigi bahwa semua yang dibilang dokter adalah demi kebaikan Luigi. Luigi akan pindah tidur di Rumah Sakit. Iya, aku bilang ke Luigi bahwa anggap aja kita pindah tidur seperti di apartemen atau hotel.

 

Aku katakan bahwa nanti Luigi bakalan di infus seperti Lui pernah rasakan saat masih kecil. Jadi, Luigi nggak bakal kenapa-napa. Mungkin ada rasa kurang nyaman saat suster memasukkan jarum suntik, namun ada Ayah dan Mama yang selalu ada disamping Luigi. Nanti Luigi bakalan nginep di RS sama Mama. Ya kira-kira seperti itulah aku mencoba briefing.

 

Sementara Adit bilang bahwa pulang dari dokter Ilyas langsung ke RS aja. Aku sanggah idenya karena berkeinginan sebelum kami nginep RS tolong dibahagiakan dulu kami berdua. Makan yang enak atau apalah. Aku juga belum bawa baju ganti dan semua perlengkapan. Akhirnya kami pulang ke rumah dulu untuk mempersiapkan semua.

 

Aku cuci piring, beres-beres kamar, dan menumpuk beberapa baju. Laptop dan headset tak lupa aku bawa, juga alat mandi. Sementara Adit pesen bebek goreng melalui ShopeeFood. Luigi istirahat.

 

Jam 8 malam akhirnya kami siap ke Rumah Sakit. Kami bertiga menuju ke IGD. Sebelumnya oleh satpam (eh atau siapa ya) aku disuruh nulis keterangan sehat sebelum masuk ruangan pintu IGD. Langkah kulanjutkan menuju mbak-mbak yang duduk di depan komputer. Aku jelaskan bahwa Luigi dirujuk oleh dr Iljas Prabowo, Sp.A untuk rawat inap.

 

Kami menunggu sangat lama. Apalagi tempat duduk di IGD hanya 4 saja. Luigi di cek saturasi oksigennya oleh perawat. Suster menulis di kertas kata-kata ”KU lemah”, yang ketika aku tanya artinya kondisi umum lemah. Lalu kami menunggu lagi.

 

Setelah itu Luigi tes usap/antigen, dan menunggu hasilnya lebih dari setengah jam. Sambil menunggu hasil antigen, kami diarahkan ke resepsionis untuk memilih kamar. Dari platform asuransi Luigi ternyata kamarnya maksimal Rp.500.000. Akhirnya bisanya dapat kamar yang diisi oleh 2 orang. Yaudahlah gpp, kalau sendirian aku juga nggak berani. 

 

Lalu kami balik lagi ke ruang IGD. Menunggu lagi. Kami lantas duduk dan Adit menyuguhkan sebotol air mineral. Hasilnya Luigi negatif Covid-19. Alhamdulillah.

 

Barulah Luigi pindah ke ruang tindakan. Kami berjalan tergesa melalui lorong IGD. Akhirnya Luigi mulai di infus. Tanpa tangisan, tanpa rengekan. MashaAllah. Setelah itu kukira prosesnya selesai dan segera aku dan Luigi masuk ke ruang perawatan. Aku lupa kalau pendamping pasien juga harus antigen. Barulah aku antigen. Biayanya Rp. 75.000. Menanti lagi.




Suster perempuan datang tanpa babibu mengatakan bahwa pendamping pasien Luigi hasilnya positif, harus ganti penjaga lainnya. Adit nggak terima dong. Mana bukti hasil antigen tanyanya, karena kenyataannya berdasarkan pengamatan kami garisnya samar.

 

Suster bilang bahwa yang menentukan adalah lab. Dan harus tetap ganti penjaga. Kami nggak ada scenario lain karena kami di Gresik hanya bertiga, sementara Adit kudu kerja.

 

Adit nyuruh aku untuk antigen lagi, bukan PCR. Bayar lagi Rp. 75.000. Untuk yang kedua, petugas antigennya bener-bener terlalu dalem banget ambil sample usapnya. Sampe nangis. Padahal petugas laki-laki yang sebelumnya nggak se”kasar” itu. Udah dalem, diputar puter mulu. Buset dagh.

 

Dan taraaaa hasilnya aku tetep positif. Seketika itu aplikasi Peduli Lindungi dalam genggamanku berwarna hitam.

 

Hingga Adit berdamai dengan keadaan. Dia mau antigen. Hasilnya negatif. Mau nggak mau dia yang jaga Luigi. Padahal si Ayah juga lagi meriang dan pusing karena siangnya barusan vaksin ke 3 booster. Sungguh semuanya terjadi begitu tanpa kami rencanakan sebelumnya.

 

Aku jelaskan sama Luigi bahwa Mama ternyata sakit Covid-19. Jadi Luigi sama Ayah.

“nggak, aku maunya sama Mama aja” mohonnya.

“percaya sama Mama, semua akan baik-baik aja. Ada Ayah yang bakalan jaga Luigi. OK.”

(peluk)

 

Sedih merambati dadaku. Aku meninggalkan dua laki-laki kesayanganku. Hingga mereka jauh dan menghilang dari pandangan. Pukul 00.30 Lui masuk ruang perawatan di ruang bedah lantai 2. Aku pulang naik gojek dengan proteksi.

 

25 Februari 2022 Aku Covid-19 beneran?

Sesampainya di rumah, aku masih bingung sama keadaan. Eh beneran aku terjangkit penyakit yang menyebabkan pandemi ini? Aku Covid-19? Rasa lelah menguap tanpa bekas karena pertanyaan-pertanyaanku. Sungguh aku menyangkal.

 

Hingga aku sadar, aku pilek, aku terkadang batuk, aku lelah dan pusing sejak mendampingi Luigi sakit. Bahkan tanggal 24 Februari aku sempat meriang. Aku menarik napas dalam-dalam. Tanpa PCR pun aku sangat percaya aku sedang tidak baik-baik saja. Hingga, aku mulai meyakini hasil antigen bahwa aku terjangkit Covid-19. Dan malam itu aku nggak tidur sepanjang malam. Apa kabar dua laki-laki di rumah sakit?

 

Adit mengabarkan bahwa badannya sakit semua dan mulai meriang sehingga nggak bisa tidur. Ia butuh paracematol dan menyesal kenapa setelah vaksin booster nggak minum obat dari penyelenggara vaksin. Kusarankan untuk minta bantuan suster untuk mendapatkan paracetamol.

 

Pagi datang masih sulit aku menerima kondisi. Hanya tiduran saja karena lelah tidak istirahat sepanjang malam. Warga perumahan mulai tahu aku kena Covid. Bu Tutut mantan Bu RT mengirimiku rawon iga dan menaruhnya di depan pintu rumah.

 

Ah aku sedang malas masak nasi. Barulah siang hari aku masak nasi dan memakan rawon itu. Sungguh nikmat sekali. Alhamdulillah. Makasih Bu. Setelah makan aku mencuci keset untuk mengisi waktu dan jemur di halaman rumah.

 

Mbak Erti selalu menelponku. Menyuruhku untuk konsultasi melalui Halodoc dan minum obat. Ia terus menyemangatiku berdasarkan pengamatan teman-temannya yang juga pernah kena Covid. Aku mengabaikan sarannya, karena aku yakin aku baik-baik saja tanpa obat.

 

26 Februari 2022 Perasaan Saat Isolasi Mandiri

Esoknya aku isi waktu dengan ikut kelas temu penulis Omong-Omong dari mbak Okky Madasari. Lumayan ada pencerahan daripada nggak tahu harus ngapain.

 

Pagi itu Adit mengirim UC 1.000 dan banyak Indomie. Aku protes padanya. Emang aku ada di pengungsian dikasih Indomie hehe. Mungkin pikirnya bisa dimasak setiap saat kali ya. Agak siang aku ambil ponsel dan mulai gofood nasi cumi dan nasi goreng. Hingga aku iseng skrinsut percakapanku sama Adit dan memasangnya di Instagram Storiku.

 

Aku mulai bergerak dan mendaftar untuk klaim obat dari Kemenkes. Saat aku memasukkan NIK pada laman web https://isoman.kemkes.go.id/, ternyata NIK ku tidak terdaftar. Ada petunjuk untuk telpon atau WA di Halo Kemenkes saat NIK tidak terdaftar. Aku coba semuanya. Cukup susah juga ya telpon Halo Kemenkes ini. Kadang nggak tersambung, mungkin saking sibuknya. Jadi aku harus mencoba berkali-kali.

 

Setelah tersambung kata mas-mas yang nerima telpon, ditunggu saja. NIK-ku diinput secara manual dan antri. Ok lah, aku tunggu aja. Mbak Nabila rekan blogger mengatakan padaku pengalamannya menunggu butuh waktu 8-12 jam. Aku harus sabar.

 

Aku termangu sambil duduk di dekat pohon pisang belakang rumah. Perasaan saat isolasi mandiri benar-benar tidak menyenangkan. Aku merasa nelangsa karena terpisah dari Luigi saat ia sendiri sakit dan membutuhkanku.

 

Aku merasa sendirian. Nggak ada siapa-siapa. Aku dihinggapi rasa rindu pada laki-laki yang selalu meramaikan rumah. Sedih sepanjang hari di rumah saja tanpa mereka. Kenapa kami sakit bersamaan? Aku hanya bisa memohon pada Sang Maha Penyembuh untuk kondisi kami bertiga. Semoga diberiNya daya tahan menghadapi ini semua.

 

Selama di Rumah Sakit pengobatan yang didapatkan Luigi adalah terapi nebulisasi dan ditambah antibiotik melalui injeksi. Selain itu ia juga diberi obat oral untuk mengurangi gejala batuknya.



 

27 Februari 2022 Dokter Nggak Visit

Luigi bangun jam 5.30 tapi dia bilang masih ngantuk. Adit ngabarin kalau ia udah menyeka, Luigi udah di uap, sudah makan, sudah minum obat dan minum teh. 


Trus sorenya Lui makan McD dibelikan Ayah. Makan burger dan nasi ayamnya. Dokter hari ini nggak visit. Aneh, kenapa ya?


makan beef burger McD


Tanggal 27 Februari pagi aku mendapat balasan WA dari Bu Anik Puskesmas Gending Gresik. Aku bisa mendapat obat paket isoman meski KTP ku bukan Gresik, namun Surabaya. Aku diminta mengisi format permintaan obat dan dilampiri poto hasil antigen setelah sebelumnya menyebutkan gejala yang aku alami.

 

28 Februari 2022 Masih Radang Paru

Jarum infus jam 3 pagi bengkok, jadi jam 6 pagi dicubles lagi. Sekalian diambil darah. Luigi nggak nangis. Hari itu, ia juga poto dada lagi, dengan telanjang dada. Alasannya karena kaosnya ada kancingnya.

 

Hari ini Adit tanda tangan persetujuan agar Luigi juga ditangani dr. Achmad Farid, Sp.KFR, dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik untuk terapi karena hasil potonya masih ada peradangan. Luigi dilatih pernapasan oleh fisioterapis dari Rumah Sakit.

 

Kami dibantu pakdhe Aris (suami kakakku) untuk menjaga Luigi, setelah sebelumnya antigen di lab RS Semen Gresik.


karena jarum bengkok, infus pindah tangan kiri dan akhirnya bisa tidur tengkurap, mashaAllah nikmatnya yo le


Kebaikan Berdatangan dari Jauh

Dibalik rasa kesendirian dan nelangsaku, ternyata Allah kirimkan teman-teman yang sangat baik. Mereka mendoakan kami agar aku dan Luigi lekas sehat. Di Facebook maupun di Instagram, teman yang di dunia maya maupun teman dari jauh mengucapkan doa kebaikan pada kami. Semoga doa pada keluarga kami akan menjadi kebaikan untuk mereka.

 

Mba Dini Swastiana dari Jakarta mengirimi aku pempek Bicek Leeya banyak banget. Dikirim melalui gojek dalam 4 wadah. Pempek ini sering aku makan bersama Luigi di Gressmall. Sungguh mba Dini bikin haru. 


Inilah pertama kali aku makan tekwan, karena selama makan di pempek Bicek Leeya nggak pernah pesan menu itu. Sebabnya tekwan adalah menu paling mahal :p

 

Mba Helen bloger Jakarta mengantarkan ayam goreng kremes setengah ekor dari Warung Apung Rahmawati secara online. Sepupuku Ririn di Girilaya Surabaya membawakan martabak daging dapi dan terang bulan cokelat keju melalui ojek daring. Firda dari Jogja mengirimkan 2 gelas Chatime ukuran besar yang rasanya seger banget. Makasih semuanya ya :)

 

Yang nggak aku sangka juga ada bingkisan buah dari tim sharing Enlightening Parenting. Tertulis pesan Dear Mba Septi, Syafakumullah, semoga sakitnya menjadi penggugur dosa dan kesabarannya menjadi pahala disisi Allah, Aamiin. From Cherish, Eka, Eti, Fira, Ninta, Nuri, Okina, Rani, Wita. Membacanya mataku menghangat.  Ingat-ingat aku nggak lulus ujian tim Reviewer. Hiks.

 

Mba Eka juga mengingatkan untuk aku nggak posting di media sosial. Aku paham maksudnya. Tapi aku masih terharu sama kiriman ini, hiks.

 

Ada juga buah-buahan, anggur dan jeruk yang nggak diketahui dari siapa. Karena diletakkan di depan pintu. Dokter Grace juga memberiku banyak oil, padahal beliau juga sedang isolasi mandiri di Surabaya. Baiknya :(

 

Mba Nabila rekan bloger dari Sidoarjo juga memberikan sekotak Njamoer Frozen, kesukaan aku dan Luigi. Cepet sembuh, ya. Semoga suka. Begitu pesan singkat dari mba Nabila. Dari mba Nabila juga, info obat dari Kemenkes kuketahui. Ibu dua anak ini juga menawarkan mengirim obat vitamin D tapi aku tolak dengan halus. Mba, makasih banyak :(

 

Belum lagi kardus besar dari tim MJ yang berisi 5 susu UHT ukuran 1.000 ml, sekotak masker bedah karet, aneka vitamin dan madu. Mba Yudith selebgram Gresik juga memberikan bingkisan milk pudding melalui kurir. Mantan Bu RT mengirimi aku nasi campur bungkusan sebagai makanan pagi. Makasih pokoknya, aku sungguh tersentuh :(

 

Dan banyaaak lagi, mashaAllah. Bingung nulisnya semua.

 

Terima kasih semua yang kirim makanan dan apapun itu, termasuk doanya. Hanya Allah saja yang mampu membalas kebaikan teman-teman semua. Meski jauh tapi sungguh perhatian pada kami.

 

1 Maret 2022 Obat dari Puskesmas Gresik, Luigi pulang

Pada 1 Maret 2022 pagi, melalui Bu Indri obat dari Puskemas Gending dikirim ke rumah. Aku mendapat sekotak paket Isoman 2. Berisi 5 obat yakni paracematol 500 mg tablet, zick 20 mg tablet, vitamin D3 1000 IU, Vitamin C 250 gr dan Oseltamivir 75 mg kapsul. Ditambah obat diluar kemasan, yakni satu strip obat batuk dan antibiotik. Jadi totalnya 7 obat.

 

Setelah mengucapkan terima kasih, kami berpoto bersama berjauhan. Aku tahu sebagai bentuk pertanggung jawaban ke Puskesmas.


obat Covid-19 gratis dari Puskesmas Gending, Kabupaten Gresik


Aku masih mencoba telpon Halo Kemenkes, katanya NIK ku ini masih diantrikan. Jika terlalu lama maka diminta minta obat melalui Puskesmas saja. Yaudahlah, udah ada solusi juga dari Puskesmas. 


Disyukuri aja, meski aku kecewa kenapa kok NIK ku bisa nggak terdaftar pada data Kemenkes padahal Peduli Lindungiku udah hitam. Lumayan kecewa sama RS Semen Gresik tempat aku antigen. Tapi semua diluar kendali, kan?

 

Tidak semua obat dari puskesmas aku minum. Aku hanya mengkonsumsi vitamin D dan vitamin C. Aku merasa tidak panas dan batukku reda.

 

Kabar dari rumah sakit bahwa siang jam 1an, Luigi didatengin terapis. Ia dikasih sinar X, sehingga perutnya merah. Katanya fungsinya untuk menghilangkan riak di paru. Entahlah, hanya itu yang dipahami Adit.

 

Luigi juga dilatih napas agar napasnya panjang menggunakan media tisu. Hal itu dilakukan dengan telanjang dada agar terapisnya tahu kondisi dada.




Sore itu, sekitar pukul 17.00 Luigi akhirnya pulang dari Rumah Sakit setelah 6 hari rawat inap. Luigi memutuskan kembali ke rumah Gresik, bukan ke Ibuk di Surabaya. 


Akhirnya selama interaksi dengan Luigi aku menggunakan masker. Akupun merasa kondisi lebih baik. Sudah tidak pilek dan batuk. Jadi aku ijinkan dia pulang ke rumah. Untuk kontrol ke Rumah Sakit juga lebih dekat.

 

2 Maret 2022 Bayar Rumah Sakit kurang!

Pihak RS Semen Gresik telpon aku. Suara diujung sana menjelaskan bahwa ada obat yang tidak ditanggung asuransi senilai Rp. 4.000.000 dari total biaya rumah sakit Rp. 9.540.250. Tanpa berlama-lama pagi itu juga Adit ke Rumah Sakit untuk tahu detailnya.

 

Ternyata Adit sudah tanda tangan bahwa Luigi diberi antibiotik Tertacef seharga Rp. 275.000 per pemberian. Obat itulah yang tidak bisa di klaim pertanggungan. Akhirnya Adit bayar, biaya yang tidak termasuk jaminan asuransi. Semoga rezekinya makin banyak ya sayang :)


poto 1 Maret 2022 wajah saat infus dilepas


5 Maret 2022 Surat Bebas Isolasi Mandiri

Pagi ini hubungi Bu Anik dari Puskesmas Gending Gresik untuk menanyakan teknis mendapat surat bebas isolasi mandiri. Pijakannya karena gejalaku sudah hilang. Kedua karena berdasarkan dokter yang rutin edukasi tentang Covid-19 di instagram seperti dr Adam Prabata mengatakan bahwa setelah isolasi tak perlu tes lagi karena virus udah nggak bisa nularin (sepemahamanku gitu ya). Jadi jika tetep tes kemungkinan hasil masih positif (bahkan bisa sampai 3 bulan). 


sumber poto : feed Instagram dokter @adamprabata 4 Maret 2022

Makanya aku meminta bukti bebas isolasi mandiri dari Puskesmas yang mendampingiku. Aku disuruh mengisi form pengajuan bebas isolasi mandiri.

 

Jam 18.37 aku mendapat kabar bahwa surat sudah selesai dan bisa diambil di IGD Puskesmas Gending jalan Veteran Gresik. Malam itu juga aku ambil surat “bebas” sama Luigi karena Adit sedang keluar kota.


namanya kenapa jadi Septian :( 


6 Maret 2022 Hadiah

Hari ini aplikasi Peduli Lindungi-ku sudah berubah warna. Yang awalnya rona hitam menjadi hijau. Sudah bisa digunakan untuk scan masuk ke ruang publik.


Sorenya Adit belikan kepiting saos padang di Suka Kepiting GKB. Katanya merayakan “kebebasanku”. Dia tahu aku suka banget sama kepiting. Kapan-kapan aku tuliskan di halaman lain.  

 

7 Maret Kontrol dan Sekolah

Pagi ini kami ke RS karena Luigi harus kontrol ke dr. Achmad Farid, Sp.KFR, dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik. Untuk kontrol kali ini nggak ditanggung asuransi, jadi kami bayar sendiri. Totalnya Rp.290.000 untuk kontrol ke 2 dokter.

 

Setelah antri bersama para lansia, nama Luigi dipanggil perawat. Luigi diperiksa dokter melalui stestoskopnya. Kata dokter Farid, Luigi sudah sehat. Napasnya sudah normal, tapi nggak papa jika dilanjutkan latihan napasnya. Ternyata kakaknya dokter adalah tetanggaku.

 

Jam 10 kurang sudah nyampe rumah. Sehingga Luigi masih bisa ikutan sekolah online. Awalnya dia nggak mau nge-zoom karena awalnya aku bilang Luigi nggak sekolah karena kontrol. Namun setelah aku jelasin lagi bahwa masih ada waktu, dia mau duduk menghadap laptop.

 

Siangnya ke Rumah Sakit lagi karena harus kontrol ke dokter spesialis anak, dr Iljas Prabowo, Sp.A. Beliau memberi penjelasan bahwa pheumonia Luigi sudah nggak ada. Dan Luigi disarankan untuk vaksin PCV seharga 900ribuan. 


Kami berdua nggak diresepin obat apapun. Pesen dari dokter anak menyebutkan bahwa untuk makan cokelat, telur, keju dan kacang-kacangan sudah diperbolehkan.

 

Sepulangnya dari dokter Ilyas, aku menyelesaikan kerjaan poto untuk review produk kecantikan. Aku ingin segera selesai, karena selama isoman nggak bisa nulis.


(Baca juga : Mencegah Pheumonia Pada Anak)

 

Hikmah dari Semua yang Dilalui

Covid dan Pheumonia memang merampungkan semua rencana. Awalnya aku banyak mendetakkan pertanyaan. Membiarkan diri larut dalam perasaan percuma. Kenapa kami sakit berbarengan? Keriangan yang selalu menyergap berangsur tercabik oleh vonis penyakit.

 

Lalu aku mencoba untuk menarik napas dalam, dengan cara ini aku bisa berpikir lagi. Ternyata memang sakit ini adalah bagian dari sayangnya Allah pada keluarga kami. Luigi bisa dekat 24 dengan sang Ayah, dan aku bisa istirahat.

 

Di saat sakitpun, masih ada rezeki. Karena meski sebagian besar biayanya ditanggung asuransi, ternyata masih ada juga yang menggunakan dana pribadi. Dan selama sakit Covid juga membutuhkan makanan yang bergizi dan beragam vitamin.

 

Lalu bersyukur, Alhamdulillah Luigi pheumonia tanpa Covid. Tak bisa kubayangkan jika ia pheumonia dan Covid, betapa makin berat sesaknya. 


Alhamdulillah aku Covid tanpa gejala serius yang membutuhkan penanganan di ruangan rumah sakit. Satu lagi. 


Kami bertiga nggak sakit barengan. Ada Adit yang sehat sehingga masih bisa mengurus kami berdua. Entah apa yang terjadi jika semua sakit :(

 

Terima kasih ya Allah.

 

InsyaAllah tulisan selanjutnya aku akan menuliskan, apa yang harus dilakukan ketika sedih dan kecewa saat mendapat vonis sakit. Semoga nggak malas ya :) Dah



hari terakhir di Rumah Sakit, aku suruh ayahnya moto biar ada kenangannya :')





2 komentar

  1. Syukurlah berakhir baik ya mba 🤗.. kebayang banget riweuhnya seperti apa saat anak harus opnam, eh kitanya malah positif :(.

    Sekarang ini penyakit yg udah berkaitan Ama paru2, even hanya batuk, udah bikin aku panik juga. Anak2 dulu pernah ada masalah Ama paru2 mereka, makanya COVID ini bikin aku jauh LBH hati2, dan ga mau traveling sebelum mereka vaksin juga. Krn kuatir walopun sudah sembuh, tapi masih beresiko utk tertular. Dan takut efeknya membuat parah kalo sampe positif 😔.

    Semoga Luigi semakin sehat dan ga kambuh lagi pneumonia nya yaaa 🤗

    BalasHapus
  2. alhamdulilah sekarang udah membaik ya mbak
    yang dialami Luigi, juga aku alami pas aku kena covid. Awal pertama shock.
    dijalani kontrol rutin mbak.
    sekarang makanya kalau ada yang batuk atau apa, aku agak parno

    BalasHapus