Cek Fakta Kesehatan, Agar Tidak Termakan Informasi Hoaks

 

Makan bawang putih bisa nyembuhin Covid-19!!!

Kayaknya kalimat ini sering seliweran di media sosial atau grup Whatapp ya. Padahal hal ini nggak bener atau hoaks. Makan bawang putih boleh-boleh saja, buat jaga kesehatan namun nggak secara langsung bisa bunuh virus.

 

Hari ini ada banyak banget hoaks yang beredar di masyarakat melalui media sosial. Apalagi masa pandemi seperti sekarang ini. Belum lagi hoaks mengenai vaksin dari yang terkesan logis hingga yang jelas ngawur. Bikin kita jadi bingung, atau bahkan percaya dan menyebarkan pada orang lain. Waduh !!!



Alhamdulillah saja yang diberi kesempatan belajar Cek Fakta Kesehatan yang diselenggarakan oleh komunitas Indonesian Social Blogpreneur dan Tempo Institute dari Tempo Cek Fakta. Cek Fakta Kesehatan adalah salah satu program Felloship Global Health yang diselenggarakan Cek Fakta Tempo bermitra dengan Facebook.



Apa itu Hoaks?

Menurut laman kbbi.kemdikbud.go.id, hoaks adalah informasi bohong : mereka menungumpulkan – yang lalu lalang di banyak milis. Berarti hoaks disini adalah berita yang tidak benar.


Tujuan hoaks ada beberapa hal diantaranya :

1.       Jurnalisme yang lemah

2.       Buat lucu-lucuan

3.       Sengaja membuat provokasi

4.       Mencari uang (klit bait – iklan)

5.       Gerakan politik

6.       Propaganda

 

Perjalanan Hoaks di Indonesia

Berita bohong atau hoaks sebenarnya sejak dulu sudah ada. Bahkan setua peradaban manusia. Namun dengan era internet, tanpa administrasi batas negara, bisa cepat menyebar, bahkan hingga ujung kampung.

 

Hoaks di Indonesia masif digunakan terutama pada tahun 2014, sebagai alat pemenangan politik. Sebenarnya sebelum 2014 hoaks memang ada di Indonesia, namun tidak semasif 2014. Berita bohong pada masa itu sengaja diproduksi, dan melibatkan uang juga sumber saya cukup besar.

 

Hoaks digunakan untuk menyerang lawan. Yang difokuskan biasanya berkenaan dengan isu soal identitas dan agama, agar citra lawan menjadi buruk dimata pemilih. Dan akhirnya ini menyebabkan masyarakat terbelah cukup kuat karena calonnya cuma 2.

 

Hoaks pada masa pemilu berlanjut ketika Ahok Vs Anies Baswedan berebut kursi nomor 1 di DKI Jakarta.  Hingga kemudian berlanjut lagi pilpres tahun 2019 dimana kedua pihak sudah sama-sama pakai hoaks sebagai senjata untuk mendulang suara.

 

Hal ini berkaitan hingga tahun 2020 ketemu pandemi. Hoaks yang berkembang akhirnya terjadi karena polarisasi, misalnya di tingkat oposisi pemerintah. Fanatisme pada calon tertentu bisa jadi penyebab kenapa orang gampang termakan hoaks.

 

Selama ini sanksi yang digunakan untuk penyebar hoaks dikenakan dengan UU ITE. Masalahnya tidak semua hal bisa diselesaikan secara hukum karena kenyatannya literasi digital masyarakat Indonesia tergolong rendah. Hal ini tentu menjadi tugas negara untuk menyelesaikan pendidikan literasi.

 

Cara Mengidentifikasi Situs Abal-Abal

Tahu ngak ada sekitar 900.000 situs penyebar hoaks di Indonesia. Jadi kita harus tahu bagaimana cara cek situs abal-abal secara mandiri


1.       Cek alamat situs kredible atau tidak,

Contohnya situs Tempo misalnya harus berbadan hukum, harus ada penanggung jawab, alamat kantor. Kalo publik mau komplain bisa karena ada alamatnya. Situsnya ada di dewan pers apa nggak. Untuk kita tahu dibalik situs yang sedang dibaca bisa cek di domainbigdata(dot)com. Hati-hati dengan situs yang menggunakan nama domain mirip dengan domain yang asudah da, misalnya temposumatera.com. Padahal Tempo cuma ada Tempo.Com saja.


2.       Perhatikan detail visual

Misalnya fontnya, atau gambar logo yang buruk.


3.       Perhatikan iklan

Kadang mengganggu pembaca karena lebih banyak iklannya. Bahkan ada situs yang lebih banyak iklannya daripada beritanya.


4.       Perhatikan ciri-ciri pakem media.

Setiap media punya ciri khasnya beda. Misalnya cara menulis tanggal di badan beritanya. Termasuk harus tahu hyperlink mengarah ke situs yang mana, narasumber kredible atau tidak, cara menulis tanggal.


5.       Cek about us

Kadang media abal-abal itu anonim. Padahal sesuai Undang-Undang Pers, media harus berbadan hukum dan ada penanggung jawabnya. Bahkan mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber.


6.       Waspadai judul sensasional

Kadang ini dilakukan untuk klik bait agar mendapat keuntungan iklan saja. Sehingga jangan hanya baca judulnya saja, harus baca hingga selesai.


7.       Cek situs mainstream

Untuk memastikan apakah berita di situs layak dipercaya atau tidak, kita juga bisa cek di situs mainstream. Apakah situs lain juga memuat beritanya atau tidak. Karena biasanya ada situs pencuri konten.

 

 

Cara Memverifikasi Video

Kita bisa pakai kata kunci di mesin pencari seperti youtube, facebook, twitter dan instagram. Caranya kita screen capture bagian video dengan cara manual, masukkan ke reverse image tools. Gunakan InVID buat memfragmentasi video secara otomatis. Tipsnya perhatikan dialek orang yang berbicara.


Cara Cek Gambar

Pernah melihat di media sosial Kartini yang berhijab? Ternyata foto itu editan loh. Padahal sudah banyak banget yang percaya. Kita bisa cek kebenaran suatu gambar melalui mesin pencari misalnya Google, Yandex.com, Bing atau Tin Eye. 

 

Jika kita menggunakan Tin Eye, kita bisa filter pencarian dan pilih yang tertua / terlama. Sehingga tahu situs mana yang pertama kali mempublikasikan poto.

 

Tips menganalisa poto adalah perhatikan tanda-tanda khusus misalnya :

Nama gedungnya dan bentuk bangunan, nama jalan, plat nomor kendaraan, huruf yang menandakan bahasa, bentuk jalan, tugu atau monumen.

 

Hoaks Kesehatan Pada Masa Pandemi adalah Isu Serius

Sebanyak 61,8% masyarakat Indonesia adalah pengguna aktif media sosial dengan durasi rata-rata 3 jam/hari (data dari We Are social, 2021). Dengan penduduk yang besar, angka segitu cukup banyak.



Sementara Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) meneliti ada 86 hoaks dalam setahun pada 2019 menjadi 519 dalam setengah tahun pada 2020. Dan Kementerian Kominfo mencatat ada 1.471 hoaks terkait Covid-19 tersebar di berbagai media hingga 11 Maret 2021. 


Kalo sekarang pasti lebih banyak dari data ini karena sudah mulai vaksin. Ini membuktikan bahwa infodemik sangat masif persebarannya. Sehingga hal ini adalah isu serius yang harus kita bahas untuk meningkatkan literasi digital.

 

Sebagai asunsi, misinformasi adalah informasinya salah dan orang yang menyebarkan tidak tahu jika berita tersebut tidak benar. Sedangkan disinformasi adalah informasinya salah, orangnya yang menyebarkan juga tahu bahwa itu hoaks dan sengaja menyebarjan. Misalnya seperti rumor Covid-19 tidak ada, itu hanya rekayasa dll.






Dampaknya


Menyebabkan kebingungan dan kepanikan masyarakat. Sudah kita rasakan di awal pandemi tahun lalu. Pas kita karantina pada stres. Terus juga ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah dan pengetahuan sains. Hingga menyebabkan lonjakan kasus efek karena liburan. Apalagi perubahan kebijakan pemerintah. 


Lalu demotivasi melakukan perilaku protektif yang direkomendasikan. Contoh mudik mereka menerobos, padahal pesan pentingnya bukan di mudiknya namun mobilitasnya,  ada juga yang masih nggak mau pakai masker. 


Di Iran ada 480 orang yang meninggal dan 2.000 orang sakit karena meminim metanol yang dipercaya bisa menyembuhkan Covid-19. Luar biasa dampaknya informasi hoaks kesehatan, bukan?




 

Mengenal Infodemik

Dalam pembahasan ilmiah, kita harus kenalan dulu yang namanya Infodemik. Karena istilah ini yang sering digunakan. Infodemik adalah arus informasi yang terlalu banyak, persebaran banyak termasuk informasi yang salah atau menyesatkan.

 

Sehingga kita sulit menemukan sumber atau panduan yang dapat dipercaya.

 

Untuk melawan infodemik, maka platform digital harus dibuat lebih akuntabel, mis/disinformasi dilacak dan diverifikasi, serta kemampuan literasi digital masyarakat ditingkatkan. Apalagi di Indonesia masih berada nomor 3 kategori sedang yang artinya belum memiliki literasi digital yang baik.

 

Kritis sebelum Sharing

Misalnya ada sebuah berita yang ini ada infodemik. Jika infodemik tidak dikendalikan secepatnya, kurvanya akan semakin meluas. Dibutuhkan orang-orang yang kritis untuk menghalau arus informasi dari awal.

 

Lihat gambar dibawah ini. 



Disini ada individu A sebelum mengirimkan rumor di grup chat, tapi hanya berhenti di dia. Lalu individu B mendapatkan informasi dari media yang terpercaya, maka infodemik akan berhenti dia dia. Individu C, dia melakukan double cek dulu sebelum membagikan, individu D tanya dulu dimana mendapat informasi ini, apakah ini benar apa salah. Sehingga infodemik tidak menyebar. Karena pengendalian infodemik dari hulu.

 

Kemampuan Dasar Cek Data Kesehatan




Ini adalah kemampuan dasar agar kita bisa secara mandiri cek fakta kesehatan benar atau hoaks.

1.       Cek Sumber Aslinya

darimana rumor itu, siapa yang membagikan, yang susah mengendalikan dari grup WA,

2.       Jangan Hanya Baca Judulnya

Karena banyak yang membuat judul provokatif atau sensasional

3.       Identifikasi Penulis

Telusuri kredibilitasnya, google namanya, nyata-kah dia

4.       Cek Tanggalnya

Apakah ini informasinya terbaru, up to date, judul gambar, statistik yang diberikan apakah yang terbaru.

5.       Cek Organisasi Pemeriksa Fakta

Di Tempo ada Tempo Cek Fakta. Di liputan 6 juga ada.

6.       Cek bias

Bias pribadi, fanatisme, terlalu mengagungkan atau membenci sesorang, bisa kayak akti vaksin.

7.       Cek bukti pendukung lain

Jika penulis kredible biasanya ada pendukung lain, maksudnya di artikel lain di cek juga  

 

 

Selain kemampuan dasar yang tadi, ada tools juga untuk kritis berita pada bidang kesehatan yakni berpijak pada Sumber referensi terpercaya, karena kesehatan rujukannya seperti WHO, organisasi pencegahan penyakit diluar, IDI, web resmi lainnya. Kita cek nama domainnya, ciri khas, gov atau edu, diskusi langsung pada ahlinya, dan jurnal ilmiah. 


Jika jurnal jika kesehatan ada yang indeks bagus atau yang kurang. Nggak semua jurnal kredible, jurnal pun banyak yang predator, banyak yang ngajak peneliti dengan bayar. Kita bisa cek di jurnal di google schoolar.

 



 

Penutup

Untuk menyelesaikan pandemi, dibutuhkan kerjasama semua masyarakat. Dibutuhkan juga cara berpikir yang kritis. Hal ini untuk menghalau informasi salah mengenai Covid-19 yang banyak beredar di media sosial. Yuk kita sebarkan saring sebelum sharing.

51 komentar

  1. Ada hoaks buat lucu2an. Kadang lucu sih tapi sering juga sebal karena merasa dibohongi wkwkwk. Perlu nih kita semua belajar tentang cek fakta seperti ini supaya tidak termakan hoaks.

    BalasHapus
  2. Bahkan, seorang Eriik Thohir aja tergelincir dalam hoaks, ya. Terlepas dari kemungkinan bahwa Erick Thohir sangat ingin melihat pandemi Covid-19 berlalu, agar pemerintah tidak lagi harus mengeluarkan ribuan triliun dan ekonomi bangkit kembali.... ini menjadi bukti bahwa memang sangat nggak mudah membedakan hoax atau info valid.
    Apalagi di kalangan rakyat jelata.

    Semogaaaa, corona segera hengkang bener2 bersih dari planet Bumi.
    Yap, ini Perasaan yang dimiliki setiap manusia di manapun ia berada.

    BalasHapus
  3. Hoaks ini masih merajalela memang. Balik lagi sih ke kitanya, apakah dengan mudahnya menerima atau nggak. Jadi bisa berpikir jernih dulu, dan sebaiknya nggak usah langsung klik link nya juga sih. Ngeri ya

    BalasHapus
  4. Saring sebelum sharing, setuju!....
    Beneran ya betapa kekuatan hoaks ini bisa sangat berbahaya. Banyak yang tergiring oleh informasi yang tak sesuai fakta.
    Maka adanya lembaga yang melakukan Cek Fakta akan sebuah berita pasti akan mampu meluruskan hoaks yang beredar di masyarakat kita

    BalasHapus
  5. Iya, 2014 tuh jadi semacam perang di media ya. Hoax di lawan dengan hoax pula, sampai ada yang terpancing emosinya lalu berantem gara-gara berita hoax.

    Sebagai pembaca dan pencari informasi, kita memang harus jadi pembaca yang cerdas, mampu menganalisis sumber informasi yang kredibel

    BalasHapus
  6. Plus minus nya media sosial ya gini ini ya mbak.

    Banyak bertebaran hoax yang kalau gak dicerna dan difilter dengan baik. Bakal jadi provokasi

    BalasHapus
  7. virus corona mati kena sinar matahari

    orang rajin wudu gak bakal terpapar virus corona, duh kalo ingat hoaks merajalela rasanya sedih banget ya?

    apalagi melanda ibu2 sepuh yang hanya tahu dari WAG pengajian dan WAG keluarga

    BalasHapus
  8. Gak lucu banget ya kalo serba-serbi Covid 19 pun dijadikan hoaks. Justru yang terjadi malah munculnya persepsi yang berlawanan di tengah masyarakat. Contohnya aja hoaks ttg obat covid.

    BalasHapus
  9. Jaman sekarang cek fakta itu harus. Saya ga beran yg share apapun sebelum tahu kebenarannya. Hoax ada dimana-mana. Sementara pertanggungjawaban kita nanti kan ga tahu kita bisa apa enggak ya ...

    BalasHapus
  10. Saring sebelum sharing. Setuju banget. Kadang saya suka gemes aja kalo dapat sharing berita di WAG tapi ternyata hoaks. Apalagi pas zamannya kampanye, aduh miris banget deh...

    BalasHapus
  11. Dan masyarakat banyak yg termakan alias percaya hoax. Jangankan kalangan bawah, kalangan atas aja percaya. Dan jadi perdebatan di WAG keluarga, pro dan kontra, akhirnya ribut.. huhu

    BalasHapus
  12. Banyak sekarang ini berita hoak, jadi lebih bijaklah untuk ber sosmed, jangan langsung di share kalau Terima berita sebaiknya di cek dulu

    BalasHapus
  13. Semakin banyaknya media on line dan kebebasan menulis, kemungkinan membaca berita hoax memang tinggi banget. Pihak yg menurut saya harus bertanggungjawab di step awal adalah si sumber berita

    BalasHapus
  14. Saring sebelum sharing. Setuju! Lah, gimana? Aku yakin, banyak banget orang yang main share aja padahal dia sendiri sebetulnya belum membaca sampai tuntas. Maksimal cuma baca judulnya thok. Kalau sampai meluas, tahu sendiri, fatal akibatnya. Bisa terjadi fitnah sampai kekisruhan ekonomi, kesehatan, sampai politik, ya.

    Ini kudu dibaca nih sama teman-teman yang mudah termakan hoaks. Eh, itu juga kalau mereka mau meluangkan waktu buat membaca ya, hiks ...

    BalasHapus
  15. Itu namanya pseudo-sains. Terlihat seperti ilmiah, makan bawang putih supaya gak kena covid, tapi sesungguhnya itu membohongi publik. Sebagai netizen cerdas, kita harus rajin cek dan ricek informasi yang kita terima. Jangan langsung ditelan begitu aja.

    BalasHapus
  16. Alhamdulillah sekarang aku dah mahir sih dalam mendeteksi situs yang nggak bener. Cuma sekarang tuh ya, main problemnya bukan cuma penyebar hoaks tapi orang-orang yang share that easily gitu loh kak. Contoh video anak-anak pakai baju SD yang nyebrang sungai pakai gantungan gitu. Yang nyebar banyak. Bilang mereka sekoalh susah. Eh padahal mereka kan cuma main. Di sebelah ada kok jembatan. Nah, ini membuktikan semua orang terlalu cepat share dan terlalu cepat berkesimpulan bahkan pada hal-hal sepele.

    BalasHapus
  17. Betul sekali mbak selama pandemi ini kasus hoax serem banget ya mbak apalagi yang beredar di wag keluarga besar itu. Kadang gemes banget jadinya

    BalasHapus
  18. Info bermanfaat seperti ini layak banget buat dishare, supaya semakin banyak yang paham bagaimana cara membedakan berita hoaks.

    BalasHapus
  19. Harus diakui memang sangat nggak mudah membedakan hoax atau info valid di tengah gempuran informasi yang beredar di media sosial.

    Saring sebelum sharing itu penting bangeet, sayangnya masih banyak masyarakat yang belum melek untuk cek fakta sebelum menyebarluaskan berita yang mereka dapat. Terutama orang tua sepuh yang baru mengenal medsos,ya, hehehe

    BalasHapus
  20. Ih memang ya, Mbak. Yang namanya penyebar hoaks bikin kita sebel. Belum lagi kalau hoaksnya seolah2 serem, lama2 bikin stress sendiri. Dari artikel ini jadi tahu tujuan disebarkan hoaks banyak sekali sampai peopanda segala. Sehebat itu ya pengaruh hoaks. Bismillah kudu pintar menerima informasi dan menyebarkan informasi.

    BalasHapus
  21. Paling sebal kalau hoaks itu beredar di grup keluarga terus yg nyebarin justru orang yg dituakan.
    Perlu nih pembelajaran cara cek hoaks ini disebarluaskan agar masyarakat makin cerdas.

    BalasHapus
  22. Bener banget itu euy, kebanyakan cuma baca judul terus males nyari berita yg benar. Banyak banget kejadian di WAG. Trus kalau saya ingatkan kalau itu hoaks, ngeles, jawabnya, kan cuma share...huf...ngeselin ama yg kayak gitu...

    BalasHapus
  23. Hoax di Indonesia paling parah di era pilpres dan pilkada. Kedua pihak saling serang. saling menyebarkan hoax dan kebencian. Bahkan sampai sekarang pun masih ada. Kalau nggak pandai-pandai memilah berita, ya ujung-ujungnya malah jadi korban hoax juga.

    Dampak penyebaran hoax memang sangat besar. Apalagi yang literasinya sangat rendah, pasti jadi sasaran empuk hoax.

    Beruntung ya, sekarang cek berita hoax juga lebih mudah. Makasih sharingnya.

    BalasHapus
  24. Aku sendiri sangat berhati-hati kalau mau share info. Retweet pun gak begitu mudahnya klik. Karena gak tau itu info benar-benar terpecaya atau tidak. Khawatirnya hoax dan bisa merugikan. Apalagi sampai ke hukum.

    BalasHapus
  25. Iya, sejarah hoax setua peradaban manusia. Ini menyedihkan karena ketika sudah bisa membaca pun orang masih lebih percaya pada hoax daripada kenyataan.
    Kebanyakan tidak bisa mengenali struktur hoax dan tidak tahu apa keuntungan si pembuatnya

    BalasHapus
  26. Di tengah masyarakat Indonesia yang minim sekali kemampuan literasi, hoax memang mudah sekali menyebar. Lantas kemudian seolah-olah menjadi fakta. Padahal hoax.

    Penting adanya kemampuan dan kemauan untuk kroscek kembali kebenaran sebuah berita. Agar nggak jadi menyebarkan hoax.

    BalasHapus
  27. Berita hoaks naik tajam. Apalagi di masa pandemi. Motifnya provokasi ini yang juga nggak kalah berbahaya. Padahal, biasanya karena nggak punya ilmunya aja. Sepakat, harus teliti dengan berita. Cek sumber. Bahkan gunakan pembanding. Makasih mbak artikelnya

    BalasHapus
  28. Para penyebar hoax kadang tahu apa yang disebarnya salah, tapi karena dia pengin mencari pendapat/informasi yang sejalan dengan pikirannya, makanya selalu diteruskan. Yang begini kalau dikasih tahu malah lebih galak :D

    BalasHapus
  29. Hoaks saat covid melanda? Wah udah sampe sebel banget setiap buka grup WA masih ada aja yang share yang hoak2 mba. Sebel aku.

    BalasHapus
  30. Dan faktanya, banyak yg percaya hoax. Gak kenal usia dan pendidikan. Bahkan di WAG keluarga hampir tiap hari ada Broadcast Hoax haduh

    BalasHapus
  31. Banyak banget jumlah situs hoax itu ya Mbak, sampai 900 ribu situs. Ada banyak topik yang rentan mengandung konten hoaks, dan topik kesehatan ini memang termasuk yang paling banyak, jadi memang harus waspada dan kroscek kalau dapat info yang meragukan

    BalasHapus
  32. miris ya kak, yang post informasi kesehatan malah situs abal2,

    emang garus banyak diedukasi biar masyarakat indonesia nggak gampang kemakan berita yang ga jelas, apalagi kalau yang sangkut pautnya sama kesehatan ini

    BalasHapus
  33. Banyak ya sekarang info2 hoax seputar covid ini memang bahaya banget. Bahkan setahu saya ada juga youtubers yang nyebar hoax tentang covid...hadeh... tak hanya itu, kadang di group2 WA saya banyak yang nyebar berita hoax,,,bikin gak nyaman ya ! hahaha

    BalasHapus
  34. Akhir-akhir ini hoax serem banget ya kak begitu banyaknya menyerang Kita. Apalagi kalau yang termakan hoax itu keluarga dekat Kita jadi sedih banget kan

    BalasHapus
  35. Ngomongin soal hoax di masa pandemi ini jadi ingat kejadian tahun lalu pas awal pandemi. Kami dikagetkan telpon tengah malam yang nyuruh buat rebus telur sejumlah orang dalam rumah. Telurnya buat dimakan biar gak kena Corona. Informasi itu menyebar dari mulut ke mulut lewat telpon. Akhirnya kampung geger dan semua berburu ke penjual telur. Saya yang gak percaya hal tsb jadi kena marah sama ibu. Paginya setelah dicek, info itu asalnya dari video editan. Hadeeeuuhhh....

    Benci maksimal Ama penyebar hoax.

    BalasHapus
  36. Nah ini, hampir setiap hari ada berita hoax di berbagai grup WA. Paling sering di grup RT/RW. Duh, mau ngingetin sampek males, karena ujung-ujungnya dipleroki tetangga. Hmm. padahal bahaya bener.

    BalasHapus
  37. iya nih dengan kondisi yang seperti saat ini hoax gampang banget nyebarnya yaaa, bahkan di grupkeluarga besar juga artikel yang belum tentu bener hilir mudik di share tanpa diliat dulu kebenaranya huhuhu,

    BalasHapus
  38. emang penting banget nih buat cek ricek dulu sebelum share infonya apalagi soal info kesehatan terkait pandemi ini, duuhh udah serius baca, forward eh ternyata zonk kan sayang banget :(

    BalasHapus
  39. Makin k sini buanyaaakkk bgt hoax ya
    Jangankan RakJel, para pejabat (kayak Erick Thohir) aja bisa terjerat hoax juga kok
    Semoga kita makin bijak memanfaatkan dunia digital.

    BalasHapus
  40. Aku ikut juga workshop ini ..menarik banget ya jadi belajar banyak untuk lebih hati-hati lagi...

    BalasHapus
  41. Sekarang byk hoaks seputar makanan & vitamin anti virus. Ortu & suami biasanya tanya aku, trus aku yg cari faktanya. Ortu krn gaptek, suami krn sibuk.

    BalasHapus
  42. Memang berita yang sedang viral ini mengundang banyak pembaca dan pasti tergelitik untuk sharing. Padahal belum tentu kebenarannya. Hanya ada perasaan bangga ketika menyebarkannya pertama kali.

    Harus cek and ricek dulu yaa..
    Aku inget-inget cara ceknya menggunakan reverse image tools dan tiny eye.
    Sangat membantu sekali.

    Haturnuhun.

    BalasHapus
  43. Hadeuh iya banget di sosmed terutama grup emak2 tu banyak banget hoax2 sampai stress sendiri kalau mau kasi tahu malah ditentang bla bla, akhirnya demi kesehatan mental mute2 aja yg gk mau dibaca :(
    Memang sebaiknya kalau dapat info ditanyakan dulu ke hlinya ketimbang ikutan ngeshare yg gak jelas, sebaiknya stop di kita kalau dapat BC2 hoax

    BalasHapus
  44. saat sekarang salah satu perang paling besar yang kti hadapi adalah infodemi ya.. ada begitu banyak info dan keterangan yang palsu dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, Kita tidak boleh langsung percaya sebelum terbukti kebenarannnya

    BalasHapus
  45. saya sedih banget terkait hoax ini, Mba. Banyak teman-temanku yang percaya pada hoax yang didapatnya dari grup-grup wa, padahal mereka orang-orang berpendidikan tapi tetap aja termakan berita hoax

    BalasHapus
  46. Wah, ada istilah jurnal predator, apa tuh mba contohnya?

    Khawatir juga nih dengan kondisi infodemik yang sedemikian masif, tak diimbangi pula dengan tingkat literasi yang cukup. Kepanikan bisa muncul dengan mudahnya pada kondisi yang seperti ini. Tugas kita nih sebagai bloger untuk membantu share cek fakta kesehatan ini. Yuk sama-sama belajar lebih baik agar bisa turut andil mengedukasi literasi digital pada masyarakat.

    BalasHapus
  47. Hoax tentang kesehatan paling banyak dan paling berbahaya juga. Sekarang tinggal kitanya yang mesti saring semua informasi yang dibutuhkan + jangan gampang share juga kalau belum tahu kebenaran suatu berita. Thanks sudah mengingatkan, Kak

    BalasHapus
  48. Makin ngeri ya sekarang banyak berita hoaks. Kita harus makin pinter nih biar gak kemakan berita bohong

    BalasHapus
  49. Nggak jauh-jauh, hoax paling banyak bertebaran di WAG keluarga mwkwkw, kadang capek udah dijelasin eh nggak percaya. Tapi emang kita yang lebih paham, kudu sabar untuk menjelaskan mana yang benar sih, bahaya banget soalnya hoax ini

    BalasHapus
  50. Akhir-akhir ini hoax serem banget ya kak begitu banyaknya menyerang Kita. Apalagi kalau yang termakan hoax itu keluarga dekat Kita jadi sedih banget kan, prinsip saya saring dulu sebelum sharing

    BalasHapus
  51. Sebelum menyebarkan ada baiknya untuk memeriksa kebenaran berita tersebut baru disebarkan. Jangan ngasal nyebarkan tanpa mencek kebenarannya terlebih dahulu.

    BalasHapus