Luigi saat ini usia 5 tahun dan tidak sekolah. Maksudnya. dia tidak saya ikutkan lembaga pendidikan manapun. Sejak pandemi menyerang, semua pembelajaran saya lakukan secara mandiri dengan bantuan buku. Untuk acuannya saya menggunakan checklist indikator perkembangan anak 0-6 tahun dari bonus buku Pojok Bermain Anak yang bersumber Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007.
Untuk aktivitas fisik, saya dibantu tangga brakiasi yang kami punya. Mau dia manjat kek, mau dia gelantungan, terserah, Yang penting energinya tersalurkan. Entahlah dia udah nggak tertarik lagi sama sepedanya.
Sejak November 2020 sekolah di semua zona boleh dibuka dengan syarat menerapkan protokol kesehatan dan mendapat izin pemerintah daerah. Hingga 23 Maret 2021, 22 persen sekolah sudah menggelar pembelajaran tatap muka terbatas.
Kasus Covid-19
di Indonesia memang menurun, tetapi tingkat infeksi Covid-19 masih sekitar 12
persen, tes di masyarakat pun belum optimal. Pandemi belum terkendali. (harian
Kompas 3 April 2021)
Jika alasan pembukaan sekolah karena 2 hal ini, maka jawaban saya adalah
Guru dan Tenaga Kependidikan Telah Divaksinasi
Kenyataannya
dalam studi terbaru, tenaga kesehatan yang divaksinasi tetap bisa tertular
Covid-19. Hal ini dilaporkan dalam The New England Journal of Medicine edisi 23
Maret 2021 yang ditulis peneliti University of California San Diego (UCSD) School
of Medicine (harian Kompas, Kamis 25 Maret 2021).
Kenapa?
Untuk
konteks Indonesia karena :
Menurut
Kusnandi Rusmil, Ketua Tim Uji Klinis tahap 3 vaksin Sinovac di Indonesia yang
juga Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran Bandung pada 28 Maret
2021, mengatakan kemampuan vaksin membantu tubuh mengatasi virus bergantung
efikasi (kemanjuran) vaksin.
Dari uji
klinis di Indonesia, efikasi Corona-Vac hanya 65,3%. Sehingga 34,7 % orang yang
divaksinasi bisa tertular virus penyebab Covid-19. Meski memang gejalanya lebih
ringan dibandingkan yang tak divaksinasi.
Selain itu
orang masih bisa tertular meski divaksin ada beberapa penyebab misalnya daya
tahan tubuh, respons imun, serta ada tidaknya penyakit penyerta. (harian kompas
30 Maret 2021)
Alasan
lain mengapa saya belum setuju pembukaan sekolah tatap muka karena rasio guru
dan tenaga pendidikan dan siswa sekitar 1:10. Sehingga nggak mungkin tercapai
kekebalan komunitas di sekolah karena siswa belum divaksinasi. Guru dan
tenaga kependidikan masih bisa menularkan atau juga tertular.
Kasus Kematian Anak di Indonesia Kecil
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan mengatakan Covid-19 pada anak bisa berefek jangak panjang dan berakibat fatal. Tingkat kematiannya mencapai 3 persen, dari angka kasus pada anak yang berkisar 9-10 persen. Angka ini cukup tinggi dibandingkan di negara lain, yang nyaris tiada kasus kematian akibat Covid-19 pada anak. (sumber : harian Kompas 3 April 2021).
Menurut saya, jangan melihat angkanya saja, karena satu nyawa anak sangat berarti bagi para orangtua, juga bagi bangsa. Anak-anak inilah yang akan meneruskan pembangunan masyarakat kelak. Menjadi calon pemimpin masa depan.
Jika kesehatannya saja terganggu karena pernah terkena Covid-19, tentu akan sulit bagi mereka meraih prestasi dan cita-cita. Karena syarat mutlak meraih impian adalah dengan kesehatan prima.
Sehingga,
Untuk saat
ini saya belum setuju pembukaan sekolah tatap muka. Sampai kapan? sampai pandemi
terkendali, dengan penurunan jumlah kasus secara signifikan. WHO sebagai
organisai kesehatan dunia merekomendasikan pembukaan sekolah tatap muka
dilakukan jika tingkat infeksi Covid-19 kurang dari 5%.
Saya nggak
ingin menyesal jika terjadi sesuatu pada anak semata wayang saya, hanya karena
saya lelah mengajarinya di rumah. Selama saya masih sehat, saya akan terus
mendampingi anak saya belajar sendiri di rumah. Tak ideal bukan berarti harus
sempurna.
Namun keputusan dalam tulisan ini bisa berubah, sesuai kondisi dan kesepakatan antara kepala keluarga, saya dan Luigi juga tentunya. Doa saya tetap sama. Semoga pandemi segera usai, Amin ya Rabb.
Baca juga : pengajian virtual Luigi
Pasti lah Mbak. Dalam situasi sekarang yang masih belum jelas, kekhawatiran seorang ibu terhadap keselamatan putra-putrinya adalah sesuatu yang memang seharusnya.
BalasHapusOleh karena itu kan keputusan sekolah tatap muka di masa pandemi masih memperhatikan masukan dari orangtua juga.
Lagi pula, dengan usia masih 5 tahun, sepertinya tidak perlu terlalu dipaksakan agar si anak bersekolah tatap muka.
Perjalanan masih panjang.