Buku PULIH, Memerah Daya Tak Kenal Payah untuk Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental

 

Suara itu sungguh memekakkan telinga. Suara lain mengatakan biarkan saja dia berteriak. Ah aku capek dengan tangisan. Cukup. Kuambil remote TV, semakin ia menangis, semakin aku tekan tombol penambah volume berkali-kali. Hingga tak kudengar lagi rengekannya.

 

Suara itu ternyata bersumber dari bayi kecil. Anak yang kubawa kemanapun selama 9 bulan di perutku. Aku tak peduli. Aku hanya ingin menangis. Kami tersedu bersama, tergenang air mata hingga lelah. Kami hanya berdua. Tanpa siapa. Mungkin aku gila!!!

 

Setelah melahirkan aku kerap menangis sendiri, tapi bisa tertawa dalam waktu bersamaan. Aku ingin membuang semua botol ASI beku di freezer. Aku ingin menutup mulut bayi kecil itu, biar tak membuatku pusing. Aku ingin sendiri. Tenggelam di bawah lapisan bumi, tak terlihat lagi.

 

Hingga setelah anakku 2 tahun aku baru mendengar istilah baby blues syndrom bahkan post partum depression. Dua hal itu adalah gangguan mental pada Ibu setelah melahirkan. Apakah salah satunya itu aku? Entahlah.



***

Cerita di atas diambil dari catatan diary yang masih saya simpan. Yang pasti saya beruntung segera mendapat pertolongan, ketika datang pada suatu pelatihan metode belajar anak usia dini. Secara tidak langsung pembicara memberi pencerahan tentang dunia anak. Saya tersadar banyak hal, hingga perlahan mulai pulih. Mencintai anak lucu bernama – Luigi -.

 

Berjalannya waktu semakin banyak komunitas yang saya ikuti, terutama komunitas ibu-ibu. Mulai komunitas menyusui, hingga pernah bergabung dengan komunitas perempuan yang foundernya adalah penyintas bunuh diri, sehingga setiap hari hampir curhatan anggotanya adalah tertekan, ingin bunuh diri atau ingin menyakiti anaknya.

 

Dari perjalanan itu, saya jadi tahu bahwa ternyata diluar sana banyak perempuan yang rapuh, tapi bingung harus bagaimana. Mereka butuh pertolongan !!! Masalah kesehatan mental bukan masalah remeh.

 

Makanya saya sangat antusias ketika diundang dalam grand launching buku Pulih. ‘Pulih’ bukan judul buku biasa, buku ini temanya lain daripada yang lain. Sebuah buku yang ditulis 25 kontributor dalam perjalanannya pulih dari keterpurukan mental. Kisah yang diangkat adalah kisah nyata, penulis menceritakan dirinya atau orang lain yang dikenal.

 

Apalagi ada 3 tamu spesial yang diundang, ada mba Intan Maria Halim, S.Psi, CH, founder Ruang Pulih, mba Widyanti Yuliandari, ST, MT sebagai ketua umum komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) dan dr. Maria Rini Indriarti, Sp. KJ, M.Kes yang seorang psikiater.

 

Selain 3 bintang tamu diatas, ada sambutan juga yakni founder komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) teh Indari Mastuti dan dipandu host yang selalu semangat dan ceria, mba Lita Widi.




 

Fakta Kesehatan Mental

Dalam presentasinya, mba Intan memaparkan tentang fakta kesehatan mental bahwa menurut WHO satu dari empat orang dunia akan mengalami gangguan mental setidaknya satu kali dalam fase hidupnya. WHO juga menyampaikan, sekitar 450 juta orang saat ini mengalami gangguan mental dan hampir 1 juta orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya.

 

Sebuah penelitian yang mencengangkan buat saya dan sungguh baru saya tahu. Ternyata bunuh diri menjadi jalan penyelesaian bagi orang dengan gangguan mental, hiks. Pikiran melayang ke tahun-tahun suram. Sungguh jika mengingat masa setelah melahirkan, rasanya saya sangat putus asa. Astaghfirullah hal adzim, maaf ya Rabb -.-

 


Apa itu Kesehatan Mental?

Ngomong-ngomong apa sih kesehatan mental itu? Kesehatan mental mencakup kesejahteraan (well-being) emosional, kognitif, dan behavioral kita. Behavioral itu termasuk perilaku dan hubungan sosial. Kondisi kesehatan mental mempengaruhi cara kita berpikir, merasa, dan bertindak. Mental yang sehat membantu menentukan bagaimana kita menangani stres, berhubungan dengan orang lain, dan membuat pilihan dalam hidup. Baik itu di masa lalu, sekarang atau masa depan (@Okina_Fitriani, feed 13 Oktober 2020)

 

Sementara dokter Maria menuturkan orang yang sehat mental adalah kondisi seseorang dimana ia mampu berkembang secara fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Orang yang sehat mental mampu melihat potensi diri dan mampu membaur dan membangun relasi yang positif dengan orang lain, juga bisa berkontribusi untuk lingkungannya.

 

Sehingga penting sekali seseorang memiliki kesehatan secara jiwa dan raga. Sehat fisik dan sehat mental. Jika mengalami gangguan mental harus dicari solusinya agar pulih.

 

“Satu wanita saja dipulihkan maka dia akan mampu mengurus kesehatan mental keluarga” kalimat mba Intan pada sampul belakang buku yang semakin menunjukkan urgensi masalah mental illness ini.



Ide buku Pulih

Ide proyek penulisan buku bersama atau antologi Pulih ini tak lepas dari ketua umum komunitas IIDN yakni mba Widyanti Yuliandari. Kepo dibalik tulisan media sosial teman penulis perempuan adalah jalan semua itu bermula. Mba Wid –begitu sapaan akrabnya- berpikir mungkin benar tulisan adalah jendela jiwa, hingga ia mengamati beberapa orang sering berbagi kepedihan hidupnya dalam status yang dibagikan.

 

Hingga beliau bertanya “benarkah menulis dapat menyembuhkan jiwa?”, lalu berpikir bagaimanapun IIDN yang diketuainya adalah komunitas. Ibarat rumah, ia ingin turut merawat anggotanya sesuai koridor komunitas.

 

Lalu divisi buku, mba Fu menyodorkan program penulisan antologi bertema mental illness. Seakan semesta menyambut, perempuan ASN Bondowoso ini memang menginginkan antologi yang tidak “sekadar” menulis bareng. Karena antologi effortnya besar pada sebuah komunitas.

 

Ia punya kerinduan antologi kali ini semuanya mendapat manfaat sebanyak mungkin. Karena jika benar buku mental illness adalah jawabannya, artinya penulis akan mengorek luka yang mungkin sebelumnya telah dilupakan dan ada efek yang menyertai. Sehingga ia berkesimpulan para penulis harus didampingi ahlinya.

 

Hingga ketua komunitas IIDN beranggotakan 22.000 lebih di facebook ini teringat mba Intan Maria Halim yang diam-diam ia amati kiprahnya di media sosial dalam healing dan sebagai founder Ruang Pulih. Mba Wid akhirnya berkolaborasi dengan mba Intan yang akhirnya ikut merangkul dr. Maria Rini Indriarti, Sp. KJ dari RS Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta.

 

Meski dalam prosesnya ada pasang surut yang dirasakan, namun ada harapan bahwa buku Pulih bisa memberikan pembelajaran berarti bagi penulis dan pembaca. Akhirnya buku Pulih berhasil mendapat sambutan yang baik dengan terjual 250 eksemplar pada Pre Order (PO) pertama. Sebuah angka yang luar biasa untuk sebuah buku antologi.




 


Bagaimana Perempuan Bisa Pulih?


1. Peran Komunitas

Dalam prosesnya bu dokter Maria bersama mba Intan mendampingi para penulis untuk berproses hingga menemukan jalan untuk pulih. Menurut psikiater berkacamata ini, komunitas mempunyai peran yang besar dalam upaya seseorang dengan masalah kesehatan mental.

 

Komunitas artinya kelompok ketertarikan pada hal yang sama. Terkait dengan kesehatan jiwa, dokter bersuara santun ini menyebutkan kita seorang manusia butuh suatu kelompok, selalu butuh kehidupan sosial, yang butuh memberi dan diberi, butuh orang lain untuk mengeluarkan dan memberikan cintanya.

 

Kita sebagai manusia butuh cinta dan perhatian orang lain. Dan komunitas bisa menjadi wadah untuk mengumpulkan rasa yang terbentuk karena senasib dan sepenanggungan. Sehingga peran komunitas sangat penting sebagai penopang kesehatan jiwa, khususnya untuk perempuan.

 

Masalah yang dialami perempuan tak lepas dari kodratnya sebagai perempuan yang mengandung, melahirkan dan menyusui. Tiga hal yang tak akan bisa dilakukan oleh laki-laki. Dalam perjalanannya begitu banyak romantika kehidupan perempuan, misalnya tentang kepedihan masa kanak-kanak, hingga berlanjut pada fase berhubungan dengan lelaki dengan nilai-nilai yang tidak sama. Padahal setiap perempuan berhak memperoleh kesehatan mental untuk mendapatkan kebahagiaan.

 

“Sejak awal buku ini harus mempunyai arti dan makna bagi penulis khususnya perempuan, untuk bangkit dari trauma. Menjadi pencerah bagi pembacanya, karena terbentuk dengan dinamika yang luar biasa. Termasuk mengelola emosi.Hingga terbitlah buku yang tampilannya sederhana nan manis, semanis penulis ketika dipulihkan, ketika menyadari diri sendiri berhak atas bahagia. Selamat atas terbitnya buku Pulih dengan IIDN.” ujar bu dokter dengan penuh senyum bahagia.




 


2. Pendampingan Penulis bersama Ruang Pulih Melalui Art Therapy

‘Segala trauma kita bukan kesalahan kita, bagaimana sembuh adalah tanggung jawab kita’ adalah mantra mba Intan dalam mendampingi para kontributor buku Pulih. Mba Intan adalah penyintas depresi, survivor yang kini menjadi founder Ruang Pulih.

 

Ruang Pulih adalah komunitas pemulihan, pelatihan dan pengembangan diri. Salah satu misinya adalah menjalin hubungan berkesinambungan pada peserta untuk membantu memulihkan dan mengembangkan jiwa mereka melalui kelas-kelas psikologi.

 

“Ketika saya memiliki energi, semesta membantu dengan sangat ajaib. Tujuan saya sederhana, Tuhan sudah menolong saya, saya ingin menolong banyak para wanita. Memperkenalkan tugas wanita yakni self healing dan self care, untuk membantu masalah kesehatan mental. Hingga akhirnya (ruang pulih) bertemu dengan IIDN. mba Intan membuka penjelasan

 

Berpengalaman sebagai konselor, perempuan penyintas depresi ini menceritakan setiap individu mempunyai warna, dan warna menggambarkan jiwa. Melalui buku Pulih para perempuan penulis berproses menceritakan warnanya. Menjadi beberapa warna dalam satu buku. Intinya setiap orang punya warnanya masing-masing.

 

Sebelum kami –para undangan- mengikuti launching melalui zoom ini, para bloger diminta untuk mewarnai gambar yang bernama Mandala. Mba Intan sempat mengajak undangan untuk menunjukkan Mandalanya yang sudah diwarnai dan menanyakan bagaimana perasaan ketika mewarnai Mandala?

 

Dan inilah salah satu terapi yang dilakukan oleh para penulis Pulih, art therapy dengan mewarnai Mandala Self Love. Dengan mewarnai Mandala, berarti mengijinkan diri untuk memisahkan keruwetan kita. Berbicara art therapy adalah mengenai pikiran unconscious (bawah sadar), conscious (sadar), dan supraconscious (supra sadar), bahwa diri kita sadar dalam mewarnai Mandala yang secara tidak sadar telah menuangkan bawah sadar.


Mandala Self Love. Sumber foto : Nurma Azizah dari WAG undangan


 

“Warna cerah cenderung ekspresi diri, (kadang) gelap menyatakan kekakuan atau keadaan rasa sedih. Melalui gambar ini kita memenuhi cinta. Kita memilih dan mencintai warna kita sendiri. Ketika kita diberi masalah, sama persis dengan kita diberikan kertas kosong yang diberi gambarnya, bagaimana diri kita masing menaruh warna itu. Misalnya kuning dan orange identik dengan energi antusias.” tutur mba Intan.

 

Art therapy itu adalah cara kita berkomunikasi dengan unconscious mind kita. Pada beberapa orang dengan masalah mental memilih warna akan kesulitan.

 

Memang ketika saya sendiri mencoba mewarnai Mandala, dan beberapa kali mencoba warna berbeda yang terjadi perasaan juga turut berubah. Saya suka ungu, tapi mencoba warna lain yang tidak saya suka. Tapi malah bahagia karena telah berani memilih yang tidak biasanya saya pilih. Ternyata saya mampu mengeluarkan warna diri.

 

“yang kita lakukan adalah mem-pause sejenak diri kita, untuk memilih perasaan kita, saya sadari bahwa kita sedih, tapi kita berhenti sejenak supaya tidak sedih. Inilah salah satu cara mengelola emosi. Mandala mengajarkan fase pause. Dalam otak kita masih mempunyai jeda 6 detik untuk bernapas, untuk fokus kepada napas masuk, napas keluar, dengannya kita bisa berfikir untuk memilih emosi.” ujar mba Intan

 

Dengan kita berani memilih, kita bisa memberikan energi terbesar dalam hidup kita. Apa itu? Dialah cinta. Mba Intan sempat bertanya kepada para undangan siapa yang pernah jatuh cinta. Kita diminta untuk membayangkan merasakan jatuh cinta pada seseorang, terus menaikkan perasaan cinta semakin tinggi dan lebih tinggi lagi.

 

Ketika perasaan cinta sampai puncak, kami disuruh mengganti dengan menganggap rasa cinta itu untuk diri sendiri. Kita sedang jatuh cinta pada diri kita sendiri.

 

Energi menjadi berubah. Sungguh ketika melakukannya saya merasa sangat bahagia. Tak terasa air menetes. Entah kenapa, rasanya ingin memeluk diri sendiri. Memaafkan masa lalu. Huhu -.-

 

Sehingga saya angkat topi pada seluruh penulis yang membagikan perjalanan ‘masalah’nya, hingga berproses untuk pulih. Mereka sangat beruntung bisa didampingi ahlinya dalam menyelesaikan “luka” hingga menuliskannya dan tergabung dalam sebuah buku. Sebuah karya yang akan menjadi sejarah perjalanan dalam meraih warna warni kehidupan. Agar bahagia dan warna itu semakin bersinar seperti bintang di langit.




3. Apakah Untuk Pulih Selalu Membutuhkan Pendamping?

Yang disampaikan mba Intan pada intinya pada self healing dan self care. Kesehatan mental juga sama dengan kesehatan fisik. Misalnya ketika kita sakit flu bisa menolong diri nggak? Ketika pipi berjerawat bisa mengobati sendiri atau tidak? Pada level tertentu kita bisa melakukan pencegahan. Pada masalah mental kita bisa menolong diri dengan membaca buku atau mengikuti kelas pengembangan diri. Namun pada tahap yang lain mungkin juga butuh bantuan profesional.

 

Melalui Ruang Pulih mba Intan fokus pada pendampingan. Ibarat seorang bidan yang membantu para Ibu, namun yang melahirkan tetaplah Ibu itu sendiri. Konselor membantu menemukan “warna”. Setelah pulih kita sendiri yang terus melatih diri dan harus berkembang.

 

Terkadang dalam setiap masalah, jawaban ada dalam diri kita sendiri, namun seakan ada kabut yang menyelimuti pikiran. Art therapy adalah salah satu cara untuk membuka kabut untuk pulih.

 

Bu dokter Maria juga menambahkan perlu tidaknya pendampingan setelah pulih. Pulih adalah suatu proses. Ibarat rumah, selama terapi kita membuat pondasi yang baru, pondasi ini bisa kuat dan bisa menopang bangunan. Kehidupan selalu ada angin dan hujan, pondasi harus dipelihara karena goncangan akan selalu ada.

 

“Kita tidak selalu butuh pendampingan, dengan kekuatan diri, bisa mengelola panas dan hujan. Jika hantaman ini terlalu besar kita butuh orang atau pendamping yang menguatkan kembali, semua ini butuh proses. Tidak berhenti pada “Pulih”. Tetapi ini pondasi lebih kuat dari yang sebelumnya. Tugas kita memelihara semakin berkembang” jawab dokter bersuara lembut ini.


Mengapa ‘Pulih’ Harus Dibaca Banyak Orang?

Jika kamu pikir buku yang menceritakan luka ini seperti tempat membuang 'sampah kegalauan' dan hanya memaparkan kepahitan hidup, sepertinya kamu memang harus memiliki buku Pulih dan membacanya hingga tuntas.

 

Dari awal penyusunan buku ini, sang ketua umum komunitas -mba Wid- sudah mengatur setiap porsi naskah yang dikumpulkan kontributor. Justru membagikan pengalaman cara bangkit adalah yang dominan dalam setiap judul. Untuk proses ‘masalah’, targetnya minimal pembaca tahu. Karena IIDN ini adalah komunitas menulis maka dari penyuntingan sudah dipertimbangkan untuk fokus pada proses Pulih.

 

Bahkan setiap naskah pasti mengalami revisi, agar kelak pembaca juga menyerap energi positif meski seakan penulis membagikan ‘luka’. Bahkan untuk profing buku, mba Wid memprosesnya dengan melakukan dzikir, membaca shalawat dan meditasi agar setiap deretan aksara tetap pada koridornya hingga pesan baiknya sampai pada pembaca. Sampai tercapai tujuan utama lahirnya ‘Pulih’ yakni berkontribusi untuk turut peduli dan berbuat sesuatu terkait isu kesehatan mental.




 

Pada akhirnya pada PO perdananya mendapat sambutan yang baik bagi semua pembaca dengan terjual 250 eksemplar. Bahkan buku ini menjadi rebutan, founder komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) –teh Indari Mastuti- juga tak kebagian. Kini buku berwarna sampul kuning bunga-bunga sedang proses pencetakan ulang untuk PO tahap kedua. Luar biasa !!! salut pada semua penulis, pendamping dan tim yang terlibat. Semoga menjadi amal jariyah tak putus, meski kelak sudah di bawah tanah. Amin


Sepotong Pulih

“Dhe, selamat, ya, bukumu terbit lagi! Coba kalau kamu punya banyak waktu luang, pasti kamu sudah menjadi penulis terkenal.”

“Dhe, terima kasih, ya, sudah menjadi ibu yang hebat, kamu sabar sekali menghadapi anak-anak!”

“Dhe, maafkan aku, ya, selalu merepotkanmu, aku ingin sembuh, aku nggak mau sakit lagi.”

“Dhe, terima kasih sudah sabar merawatku, nanti kalau aku sudah sembuh, aku mau menemanimu jalan-jalan ke mana saja.”

“Dhe, kenapa nggak jadi ambil S3-mu? Uangnya habis untuk terapiku, ya?”

Suara suamiku itu seolah-oleh berbisik di telingaku. Setiap malam selalu terngiang. Sering kali malam sudah larut, tetapi aku belum bisa memejamkan mataku. Terbayang tatapan matanya yang teduh dan semangatnya untuk segera sembuh. Lalu rasa bersalah itu menghantam-hanyam kepalaku, menyesakkan dadaku.

 

Aku tidak apa-apa capek, Mas. Aku tidak apa-apa kurus kering. Aku tidak apa-apa nggak nerbitin buku lagi. Aku nggak papa, nggak jadi penulis terkenal. Aku nggak papa, nggak sekolah S3. Aku nggak papa merawatmu sepanjang waktu, menemanimu berobat seumur hidupku. Aku nggak papa, Maasss, tetapi Mas jangan pergi...jangan tinggalkan aku...Allah ya Allah, kenapa Kau ambil suamiku? Allah, Astaghfirullah.

 

Kalimat diatas adalah cuplikan tulisan salah satu kontributor. Saya mengenalnya karena beberapa kali kami terlibat dalam pekerjaan bersama. Pekerjaan bloger lebih tepatnya. Terakhir kami bertemu saat meliput Susur Kampung Prostitusi Dolly di Surabaya yang digagas salah satu badan pemerintahan, yang mengharuskan kami menginap semalam di sebuah hotel.

 

Langkahnya pasti, badannya tinggi tegab, jilbab besarnya menutup aurat sempurna. Tak pernah terlihat aura kesedihan dalam dirinya. Ia selalu membawa keceriaan, bahkan ketika dalam suatu grup blogger ia terus membawa keramaian.

 

Ternyata dibalik senyumnya, beliau menyimpan kepahitan sejak belahan jiwanya pergi menghadap Tuhan. Semakin getir karena ia akhirnya harus merawat 4 orang anak sendirian.

 

Sebagai istri yang dalam hal kecil selalu tergantung pada suami, termasuk dalam mengisi token listrik dan mengoperasikan mesin cuci, sungguh membaca kisahnya membuat air mata saya menggenang tak tertahan. Semakin membaca semakin bercucuran -.-

 

Disini saya nggak akan spoiler, tapi yang pasti ada catatan penulis untuk bangkit. Dan kejadian apa yang membuatnya harus segera menatap ke depan. Itu sungguh inspiratif. Membuat setiap pembaca optimis bahwa memang Allah tidak akan menguji diluar kemampuan hambaNya.

 

Benar yang dikatakan mba Intan di awal, bahwa buku Pulih penuh warna. Ada pengalaman bangkit dari skizofrenia, bangkit karena perceraian dan kehilangan anak, bangkit dari kekecewaan masa lalu akibat kecelakaan yang membuat cacat seumur hidup hingga sering menyakiti diri sendiri. Belum lagi trauma masa kanak-kanak yang dituliskan mengharu biru lengkap dengan bagaimana proses penulis untuk pulih. Semua kisah yang dibagikan sungguh bermakna dan mengalirkan semangat perjuangan dan optimisme.

 

Ah rasanya masalah yang terjadi padaku setelah melahirkan masih belum ada apa-apanya dengan yang mereka semua alami. Namun yang pasti, sesudah hujan ada pelangi. Setiap masalah pasti Tuhan beri jalan.


Penutup

Masalah kesehatan jiwa bukan hal yang bisa diremehkan. Ibarat bom waktu ia siap meledak kapan saja dan dimana saja. Masalah kesehatan mental bukanlah aib, dalam prosesnya ia bisa menjadi inspirasi bagi orang lain yang mengalami hal yang sama untuk juga ikut bangkit.

 

Semasa kuliah saya pernah menonton film A Beautiful Mind, menceritakan matematikawan jenius yang hidup dengan ilusi. Ia terus berprestasi namun mulai paranoid akibat "teman" yang ia buat sendiri hingga mengakibatkannya sering dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Ia didiagnosa mengidap skizofrenia parah dan menjalani banyak terapi. Pernah ia hampir mencelakai bayinya dengan meninggalkannya dalam bak mandi yang terisi air, karena menganggap “temannya” sedang menjaga anaknya. Bahkan ia mendapat bisikan membunuh istrinya untuk membuktikan kejeniusannya.

 

Jika kamu pikir ini adalah kisah fiksi, kamu salah. Ini adalah kisah nyata John Forbes Nash, seorang matematikawan asal Amerika Serikat yang ditulis dalam buku biografi kemudian di filmkan. Tahun 1994 Nash dinobatkan sebagai peraih nobel di bidang ekonomi atas teori yang diciptakannya. Dukungan sang istri menjadi salah satu hal yang membuat Nash akhirnya pulih.

 

Dari kisah ini kita ambil pelajaran, bahwa dukungan pada orang dengan mental illness sangat penting. Orang yang pernah mengalami gangguan mental juga bisa berkarya. Dan mewarnai dunia dengan karyanya.

 

Mungkin tak perlu nobel untuk melukis warna warni pelangi. Bagi perempuan, mendapat kebahagiaan lahir batin sudah lebih dari cukup. Karena perempuan bahagia akan membangun hubungan yang bahagia dengan lingkungan atau pasangan. Perempuan bahagia akan melahirkan anak-anak yang tumbuh bahagia. Dan anak-anak bahagia akan tumbuh menjadi generasi gemilang yang siap membangun dunia.

 

Dan semua penulis Pulih mencoba untuk tetap pulih dan akan terus berusaha pulih. Untuk melukis warnanya. Berkarya sesuai peran hidupnya masing-masing. Meski dengan memerah daya, walau tak kenal payah.


Semoga buku Pulih menjadi penyembuh dan membawa pembaca pada binar keterharuan, optimisme, dan energi positif dari kisah penulisnya yang inspiratif.

 


“never give up on someone with a mental illness. When “I” is replaced by “We”, illness becomes wellness (Shannon L. Alder)

 

 


Data Buku

Judul : Pulih

Penulis : Innaistantia, dkk

Tebal : 292 halaman

Ukuran : 14x20 cm

Penerbit : Wonderland Publisher

Terbit : Agustus 2020

ISBN : 978-623-7841-76-0

Harga normal : Rp. 100.000

Harga PO : Rp. 95.000

 

Jika kalian ingin memiliki bukunya, silahkan hubungi salah satu penulis atau bisa mengirim pesan melalui DM instagram Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) dan Ruang Pulih.

 

 

Salam

Anggraeni Septi

55 komentar

  1. Tsakeuuuup banget mbak sep tulisannya. Kita sekelas di kelas nulis konten, aku hanya menyimak setiap tulisan yang masuk��. Sempet down dalam menulis tapi bangkit lagi karena semangat teman yang luar biasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah makasih ya mba :) Nulisnya dari hati meski kebut semalam *ngantuk :D
      halo teman sebangku hehe, ayok kita semangat lagi. Nulis dan nulis

      Hapus
  2. Ah benar ya septi, kadang permepuan nggak tahu klo dirinya sedang depresi...
    Dan memang komumitas bisa membantu untuk bangkit ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba, karena komunitas itu kayak kita ngerasa senasib sepenanggungan :) jadi bisa saling dukung

      Hapus
  3. Bagus sekali bukunya
    Sangat jarang Buku yang mengupas tentang mental illness, Padahal kalo ngga tau gimana bisa diidentifikasi dan diterapi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bukunya bagus Ambu. Untuk identifikasi bisa meminta bantuan ke ahli, misalnya konsultasi ke psikolog.

      Hapus
  4. Semangat utk para perempuan indonesia. Semoga semakin aware thd kesehatan mental dan kondisi jiwa

    BalasHapus
  5. Angka 45O juta yang mengidap gangguan mental itu besar sekali ya ... semoga ada di antara itu yang bisa dipulihkan dengan membaca buku pulih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin semoga buku Pulih bisa berkontribusi terhadap isu masalah kesehatan mental khususnya pada perempuan ya mba :)

      Hapus
  6. Kehadiran orang-orang yang bisa memahami dari lingkungan terdekat punya peran penting dalam memulihkan gangguan kesehatan seseorang. Hadir bukan sebatas hadir saja, tapi harus bisa memahami. Banyak sekali orang dewasa yang ternyata masih menyimpan rasa sakit dari masa kecilnya. Orangtua nggak peka dan ini terbawa hingga dewasa.

    Aku jadi kepengen baca "Pulih" juga nih. Semoga masih menerima PO lagi.

    BalasHapus
  7. Semakin sering membaca ulasannya dari beberapa teman blogger, saya jadi makin penasaran untuk membaca dan mengulasnya sendiri. Jadi gak sabar nih nunggu bukunya sampai di rumah.

    Makasih reviewnya Mbak. Uraiannya sangat menggugah, lengkap dan nyaman dibaca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih apresiasinya terhadap review ini ya mba, semoga mba juga merasakan hal positif setelah membaca bukunya :)

      Hapus
  8. Banyak juga kasus seperti ini ternyata, ada jutaan di seluruh dunia. Pendampingan yang tepat yang dibutuhkan oleh mereka yang ngalami mental illness ini ya. Semoga buku Pulih ini mampu menjadi teman bagi mereka yang masih memiliki masalah dengan dirinya sendiri atau lingkungan

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba, kadang perempuan hanya memendamnya saja, hingga akhirnya berpengaruh saat melakukan relasi dengan orang lain

      Hapus
  9. Aku juga pas abis lahiran jadi bingung sendiri. Sering nangis sendiri. Apalagi sejak anak 5 hari udah urus sendiri semuanya. Kalau ingat masa2 itu rasanya gimana gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiks, peluk virtual dulu mba. Aku juga nangis kalo inget masa setelah melahirkan, sakit raga karena secar dan sakit jiwa juga hehe. Tapi insyaAllah semua ada hikmahnya :)

      Hapus
  10. Suka banget itu sama quote di ending artikel, ketika I menjadi We maka illness pun berubah menjadi wellness. Such a nice quote! Di Indonesia orang cenderung abai sama masalah kesehatan mental ini yang menyedihkannya tuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga dengan hadirnya buku Pulih bisa bikin mereka pada peduli sama masalah kesehatan mental ya mba :) itu quotes penulis mba :)

      Hapus
  11. suka banget sama isi bukunya mbak, intinya harus mendengarkan diri sendiri ya mbak, mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba mencintai diri sendiri itu ternyata penting banget :)

      Hapus
  12. Menarik banget topik buku Pulih ini.
    Pemilihan judul bukunya juga patut diacungi jempol. Cukup 1 kata tapi memuat semua makna.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya mba sangat menarik, tapi bacanya gak bisa sekali duduk, kudu ada waktu khusus gt

      Hapus
  13. Jadi pengen mewarnai mandala juga nih. Biar keluar sejenak dari segala kesibukan dan bisa lebih tenang plus fokus sama Mandala yang diwarnai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya bener mbak dan ketika sudah mewarnai Mandala kita jadi lebih tenang dalam memilih emosi :)

      Hapus
  14. Makasih mbak sharingnya.. Kebetulan aku lagi cari buku buat kawanku. Alhamdulillah ketemu blog ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. buku Pulih emang cocok buat Kado teman2 yang berusaha bangkit dari masalahnya :)

      Hapus
  15. bbrp tahun lalu sempat menyibukan diri dengan mewarnai mandala,,dan tahun lalu sempat konsultasi juga dengan psikiater, cmn pas covid lagi berhenti euy. Semangat melawan sakit mental

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga segera ada kesempatan meneruskan pengobatan ke psikiater ya mba :) Peluk jauh :)

      Hapus
  16. Kumplit sekali tulisan ini. Kereeen deh.. Tapi aku setuju, memang acara kemarin sekeren itu mba..dan buku Pulih ini asli bikinku penasaran..

    BalasHapus
  17. Betul sekali mbak, rasa-rasanya setelah membaca buku ini jadi sadar banget kalau masalah kita nggak ada seujung kukunya ya, berasa malu banget dikit-dikit ngeluh padahal mah manja aja aslinya wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiks, bener banget, diluar sana ternyata banyak perempuan yang masalahnya lebih kompleks tapi mereka tangguh

      Hapus
  18. jadi introspeksi diri kira-kira saya punya mental sehat ga ya? kadang-kadang suka merasa sedih tapi yaa itu yaa ternyata memang harus terus diperbarui hati itu dirawat agar selalu sehat biar punya mental yang sehat selalu berfikir positif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa dibantu konsultasi sama yang ahli mba, untuk tahu punya masalah kesehetan mental atau tidak hehe, karena kadang tidak disadari.

      Hapus
  19. Meweeeek bacanya. Ya Allah, bisa berurai air mata dari awal sampai akhir baca Pulih. Tiap orang punya masa jatuh tetapi ketika ia sudah bangkit, ia menjadi lebih tinggi, lebih kuat. Sepertimu, Septi. Aku ga tahu lho kamu sempat baby blues. Semoga sehat-sehat yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. aduh pengen nangis kali inget2 masa lahiran mbak wkwk :D semangat dagh buat kita semua para Ibu super :)

      Hapus
  20. Ulasan yang sangat bagus dan lengkap mbaaaakk.... Saya nih juga butuh untuk pulih tp saya sadar pulih itu adalah tanggung jawab kita sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah makasih apresiasinya terhadap tulisan ini mba. iya mba, pulih adalah tangguh jawab kita, jadi kita sendiri yang menentukan mau sembuh atau tetap dalam lingkaran masalah mental.

      Hapus
  21. Lengkap banget ulasannya mbak. Ternyata proses pembuatan buku PULIH ini tersusun rapi ya, bahkan bener-bener diberikan panduan sampai tercipta sebuah buku yang bisa menjadi self healing bagi siapapun yang merasakan kesehatan mentalnya terganggu. Walau toh sebenarnya untuk pulih dari berbagai masalah adalah tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun dengab membaca kisah yang ada didalam buku ini bisa memberikan pencerahan bagi kita semuanya dalam menghadapi berbagai permasalahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ditulis lengkap untuk pengingat diri sendiri juga mba, hehe :)

      Hapus
  22. Buku yang bagus nih, jangan sampai deh kita memiliki mental yang sakit, karena kalau sudah begini jangankan bermanfaat untuk orang lain, utk diri sendiri aja sudah repot ngurusinnya malah butuh bantuan orang lain...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiks bener mba, semoga meski pandemi kita tetap sehat jiwa raga. Amin

      Hapus
  23. Jadi bener ya mewarnai itu bisa release stress? Walau motifnya bukan mandala bisa juga gak sih?
    Bagus nih kyknya buku Pulih, cukup tebal juga ya hampir 300an halaman. Semoga suatu saat nanti bisa baca bukunya jg TFS

    BalasHapus
  24. Mba Anggreini akhirnya pulih ya, kisahmu dan buku Pulih memberi banyak arti bagiku. Aku belum melewati fase ada anak, pasti dan akan ya bismillah semoga bisa mengatasinya dengan support sistem. Alhamdulillah bincang pulih ini membuat banyak pembelajaran bagiku. Apalagi pas tulisan bunda Triana dibacain mrembes.

    BalasHapus
  25. Perempuan bahagia akan melahirkan anak-anak yang tumbuh bahagia. Dan anak-anak bahagia akan tumbuh menjadi generasi gemilang yang siap membangun dunia.

    Super duper pentiiing menjadi IBU yg sehat jiwa raga. Kadang, rasanya aku juga pengin ngibarin bendera putih tanda menyerah. Tapiii baiklaaahh, mari kita ikhlas dan berupaya sekuat tenaga!

    makasiii artikelnya yaa

    BalasHapus
  26. Harga segitu pantes banget untuk buku satu ini sih menurutku, karena kesehatan mental memang bukan urusan main-main. Harus dapet perhatian khusus dan dikenali sejak awal

    BalasHapus
  27. Isu tentang kesehatan mental ini masih butuh awareness memang ya. Di lingkunganku juga orang mikirnya kalau sakit tuh ya fisik aja, padahal mental illness itu masih perlu perhatian lebih. Semoga buku ini menjadi kado istimewa untuk para pejuang menuju pulih

    BalasHapus
  28. bagus banget ini biar makin banyak yang pulih dari menulis ya jangan bersedih dan judulnya pulih bagus banget

    BalasHapus
  29. Makin ingin membaca buku Pulih setelah membaca artikel ini. Dirimu menuliskannya secara apik dan runtut mba. Persis banget dengan saat sesi webinar itu.

    BalasHapus
  30. Buku Pulih ini bikin penasaran, ya, jadi pengen baca bukunya. Membaca kisah hidup orang lain dan mengambil hikmah dari kisah orang lain. Pasti butuh perjuangan dari mereka untuk bisa pulih. Keren antologinya

    BalasHapus
  31. oke juga ya mbaaa kalau sealu ada semangat untuk sehat dan bangkit dari segala cobaan yang kita hadapi

    BalasHapus
  32. Peluuukkkk Mama Lui.

    Btw beruntung ya kita-kita para blogger punya kesempatan lebih besar mengenal yang namanya kesehatan mental dan juga baby blues maupun PPD.

    Zaman sekarang udah semakin terbuka masalah demikian, meskipun saya rasa dari zaman dulu sebenarnya udah banyak ibu-ibu jadi seperti itu.

    Kalau saya, bahkan di anak kedua baru kena baby blues, sungguh ngga habis pikir say, waktu anak pertama dulu padahal ya juga lebih banyak masalah, si kakak sering kolik, suka rewel kalau malam, tapi saya nggak ngalamin masalah yang nggak asyik buat mental seperti anak kedua.

    Alhamdulillah Allah masih melindungi anak-anak kita ya.

    Dan membaca tulisan Mba TD lahgi, bikin saya mewek lagi, masha Allah, buku ini wajib banget dibaca oleh banyak ibu-ibu :'_

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba Alhamdulillah masih lindungi anak kita hehe, Alhamdulillah sekarang juga udah bangkit, mulai pulih, memilih bahagia dan memaafkan yang lalu. Gpp kok, insyaAllah ada hikmahnya.
      Jangan lupa beli bukunya ya :D

      Hapus