Puncak Magis Dieng dari Batu Pandang Ratapan Angin


Dieng dikenal dengan perayaan tahunan Dieng Culture Festival. Namun tak perlu menunggu festival budaya digelar kapanpun hati ingin mengunjunginya, dataran tinggi dingin ini selalu menjanjikan keindahan. Petualangan di dataran tinggi yang termasuk kawasan kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara Jawa Tengah ini akan berbuah menjadi pengalaman menikmati keindahan mengesankan.





Rute Surabaya-Wonosobo kami tempuh dalam waktu 8 jam. Kami berdua berangkat Sabtu (27/9/2020) malam dengan berbekal jaket tebal karena takut kedingingan sesampainya di sana. Tak ada bintang di langit, jam tangan menunjukkan pukul 03.00 kami tiba di terminal Kalianget Wonosobo.

 

Disana istirahat sejenak dan ganti transportasi dengan bus mini atau disebut suttle. Bus inilah yang membawa saya dan Adit menjelajah Bumi Dieng. Tujuan kami diawali melihat sunrise, lalu mengunjungi candi Arjuna, melihat Kawah Sikidang, menyapa Telaga Warna dan terakhir ke Dieng Teater Plateau.  

 

Menengok Sunrise dari Gardu Pandang Tieng

 

Sebenarnya ingin sekali menuju Bukit Si Kunir yang terkenal dengan golden sunrise Asia, namun karena waktu yang terbatas, jadi kami fokus menjelajah wisata alam yang mudah dijangkau secara fisik dan waktu. Akhirnya ekspektasi diturunkan ke Batu Angkruk. 


Ternyata ada informasi bahwa tempat parkir di Batu Angkruk sudah penuh, atas saran sopir bus mini kami beralih menuju Gardu Pandang Tieng. Ini namanya memang Gardu Pandang Tieng, bukan Gardu Pandang Dieng. 

 

Malam masih gelap, ayam belum berkokok, tak ada terang bulan dan bintang, perjalanan tak terasa. Hingga akhirnya tiba jua di lokasi sunrise. Meski tak setinggi di si Kunir atau Batu Angkruk seperti foto yang dipamerkan traveler di media sosial, disini kita masih bisa melihat fajar merekah dengan indah.




Gardu Pandang Tieng terletak di ketinggian 1.789 mpdl. Tak salah Dieng disebut sebagai negeri di atas awan, karena sepanjang mata memandang kami melihat pasukan kabut dari dekat. Suhu pagi itu cukup dingin dan masih diselimuti kabut tebal. Jaket yang saya bawa dari Surabaya pun masih menempel di badan. Ada sebuah kafe yang menjual kopi dan makanan ringan. Akhirnya Adit memesan sosis bakar untuk dinikmati sambil menunggu pagi.  

 

Meski tak setinggi si Kunir namun disini juga masih bisa menikmati kecantikan Dieng dari ketinggian. Sepanjang mata memandang dimanja oleh deretan perbukitan Dieng. Awan menari seolah berada di langit karena kabut menyelimuti bumi Dieng. Terlihat jelas Gunung Sindoro yang menghijau.  




 

Hingga langit makin benderang kami bergegas ke tujuan berikutnya, kompleks Candi Arjuna di kabupaten Banjarnegara. Sepanjang jalan saya menyaksikan pesona alam yang indah, pegunungan membentang, hamparan ladang kentang, wortel, aneka sayuran, juga panorama pohon rindang menghijau yang tumbuh sepanjang jalan menampilkan lanskap nan menyenangkan mata.

 

Perjalanan sesekali menanjak, menurun, meliuk dan jalan raya yang dilewati hanya cukup untuk 2 mobil berlawanan. Tak bisa membayangkan jika Adit menyetir sendiri medan yang tak biasa itu. Keputusan naik bus mini adalah keputusan yang paling kami banggakan sepanjang obrolan.

 

Puncak Magis Dieng dari Batu Pandang Ratapan Angin 

Setelah berpuas melihat fenomena kawah secara dekat dan ikut merana mendengar cerita sang Raja Sikidang, saya dan Adit melanjutkan perjalanan ke wisata Telaga Warna. Karena telaga warna masih tutup, maka kami melihat Telaga Warna dari atas bumi Dieng, tepatnya di Batu Pandang Ratapan Angin yang terletak di Desa Dieng Wetan, kecamatan Kejajar, kabupaten Wonosobo. Tiket masuknya hanya Rp.10.000 namun jika ingin berfoto di spot foto tertentu tambah lagi, mulai Rp.5.000 saja.




 

Untuk mencapai Batu Pandang Ratapan Angin, buat saya tidaklah mudah. Dibutuhkan kaki yang kuat selama pendakian. Meniti anak tangga bukit, satu demi satu. Meski letih, kami terus berupaya dengan sesekali membuka masker untuk menarik napas lebih dalam. Lalu memakainya kembali. Jalan menanjak memang membuat napas terengah-engah, namun tak ada keringat karena udara sejuk dari pepohonan yang memberi keteduhan.

 

Hingga tak lagi kuat napas ini, kami mempir ke sebuah warung. Saya memesan mie instan dan membeli air minum. Sambil menunggui air menggelegak untuk menikmati mie, saya melihat wisatawan yang bahagia setelah berhasil naik keatas. Itulah yang menjadi motivasi kami berdua untuk melanjutkan pendakian.




 

Kegigihan menakhlukkan tanjakan bukit akan diganjar pemandangan magis panorama alam Dieng yang memukai dari ketinggian. Ketika indera penglihatan ini sedikit menunduk kebawah, terlihat pemandangan dua telaga yang indah. 





 



Danau dilingkupi pepohonan, memberi kesan mendalam hingga saya mencubit pipi untuk memastikan bahwa saya tidak bermimpi. Uniknya meski kedua telaga berdampingan namun warna airnya berbeda.

 

Orang-orang kerap mengatakan danau warna bisa berubah warna, namun secara umum danau ini berwarna hijau. Dengan perbukitan di sekitarnya, telaga warna dan telaga pengilon seperti mangkok yang penuh. Pertemuan pepohonan perbukitan dengan air danau menyajikan gradasi warna yang magis.

 

***

Dieng memang tak hentinya memanjakan mata dengan pemandangan serta hawa sejuknya. Apalagi melihat Dieng dari Batu Pandang Ratapan Angin nan sejuk. Untuk keindahannya, Dieng memang tak pernah ingkar janji.

10 komentar

  1. Kangeeeen banget Ama Dieng. Pas ksana 2013, aku cuma semalam juga mba. Jd cuma bisa ke puncak sikunir, sumur jalatunda, kawah candradimuka, kawah Sikidang, teater Ama batu ratapan ini.

    Masih belum puas. Kalo kesana lagi aku hrs nginep LBH lama sekalian nginep juga di Wonosobo nya :).

    BalasHapus

  2. Wow Dataran tinggi Dieng, mirip Malang kalau di Jatim. Telaga warna memang the best lah.

    BalasHapus
  3. Duhhhh bikin mupeng aja sih kakaknya Lui ini hahaha.

    Jujur ya, saya nggak tahu pasti dong di mana itu letaknya Dieng, pas baca Wonosobo dan Banjarnegara, kebayang jauhnya hahaha.

    Kakak ipar saya menikah dengan orang Banjar nih, kalau lebaran mereka mudik ke sana, dan katanya tepar di jalanan.
    beruntung sekarang udah ada tol, dulu kadang sehari semalam baru nyampe :D

    BalasHapus
  4. Saya lebih suka telaga warnanya
    Indah banget
    Harga tiketnya juga sangat terjangkau

    BalasHapus
  5. Saya berharap, suatu saat nanti bisa melihat langsung telaga warna yang ada di Dieng. Menikmati pemandangan yang luar biasa indah.

    BalasHapus
  6. Woow terniat banget ini mah. Senengnya ada yg ikut nganterin jalan²...
    Pemandangannya emang keren² yah...

    BalasHapus
  7. Sudah sejak lama saya berkeinginan menginjakkan kaki ke dieng. Pernah diajak teman berwisata ke sana. Tapi ketepatan saya nggak bisa. JAdi sampai sekarang lha kok belum sempat berkunjung ke Dieng.

    Padahal betapa saya juga ingin menikmati sunrise di Gardu Pandangnya.

    BalasHapus
  8. Masya Allah... saya dulu nggak sampai sebanyak ini mengeksplorasi. Maklum kala itu si bungsu masih bayi,Jadi hanya ke beberapa tempat yang mudah dijangkau.

    BalasHapus