“Sungguh,
Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak, maka laksanakanlah shalat
karena Tuhanmu, dan berkubanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada
Allah)...” Al Qur’an
Surat al Kautsar ayat 1-2
Perayaan
hari raya Idul Adha terasa bedanya dengan tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19
telah merubah segala tatanan kehidupan, termasuk teknis berkurban. Ini adalah
catatan pengalamanku mengikuti kepanitiaan Idul Adha di tengah pandemi
Covid-19.
Sebagai asumsi,
bahwa umat Islam yang mampu disunahkan menyembelih hewan kurban selama Hari
Raya Idul Adha. Tepatnya pada tanggal 10 Zulhijah dan tiga hari sesudahnya 11-13
Zulhijah atau hari tasyrik. Hewan yang dikurbankan di Indonesia biasanya berupa
sapi, kerbau, kambing atau domba. Berbeda di Arab yang masyarakatnya berkurban
unta.
Sejarah
Kurban
Sejarah
kurban merupakan sejarah yang menggetarkan iman setiap umat Islam. Bagaimana seorang
ayah yang sudah lama menantikan anak, akhirnya harus diperintahkan menyembelih
putra satu-satunya bernama Ismail untuk dikurbankan pada usia remaja.
Dalam Al Quran Surat As-Shaffat 102 : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar".
Lukisan gambaran dialog yang menggugah pikiran dan
perasaan. Hingga Allah gantikan Ismail dengan domba. Yang hingga kini terus dijalankan
oleh umat Islam pada Idul Adha, menyembelih hewan kurban.
Kepanitiaan Idul Adha di
Tengah Pandemi Covid-19
Jika hewan
potong biasanya disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH), namun hewan kurban banyak
di sembelih di lapangan, masjid maupun lembaga sosial atau pendidikan. Disaksikan
tidak hanya yang berkuban namun banyak warga dari berbagai umur apalagi
anak-anak. Semua dikoordinir panitia kurban, dan disembelih oleh tukang jagal. Tukang
jagal adalah orang yang biasanya menyembelih hewan. Beberapa kali menjadi
panitia kurban, penerima kurban menerima kupon untuk ditukarkan daging kurban. Jadi
mereka berkumpul pada jam yang ditentukan untuk membawa daging pulang.
Sebagai ketua
Sekbid 1 OSIS, bagian OSIS yang mengurusin semua kegiatan keagamaan, dulu aku
selalu berkesempatan menjadi panitia Idul Adha di sekolah. Lalu berlanjut saat lulus
kuliah, karena aktif di kegiatan sosial pendidikan. Aku berhenti panitia kurban
saat punya anak Luigi.
Seperti tahun
sebelumnya, aku selalu antusias menyambut hari raya kurban. Hantaman badai
pandemi, membuat keuangan agak morat marit, namun bersepakat bersama suami tetap
berkurban seperti tahun sebelumnya. Kurban kami di serahkan di kampung Banyu
Urip Surabaya. Namun aku, suami dan Luigi tidak melakukan shalat Id di masjid. Karena
bagaimanapun kami berpikir bahwa shalat Id sunnah, dan menjaga jiwa adalah
wajib. Maka, kami lebih memilih di rumah, tidak berkumpul di masjid.
Dan tahun 2020
kembali menjadi berkesempatan menjadi panitia fulltime namun dengan kondisi
berbeda, karena di tengah pandemi Covid-19. Tempatnya ada di sebuah yayasan
sosial di Surabaya pusat. Kali ini kepanitiaan penyembelihan hewan kurban dilakukan
dengan protokol kesehatan. Terutama menghindarkan dari kerumunan untuk mencegah
penularan korona. Karena virus Korona dapat ditularkan antar manusia, bukan
hewan kurban ke manusia. Satu ekor sapi dan 1 ekor kambing berhasil dihimpun
dari donatur yang baik hati. MashaAllah, di masa krisis mereka mengurbankan
harta untuk dibelikan hewan kurban.
Hari raya
kurban jatuh pada hari Jumat (7/8), namun pemotongan hewan kurban dilakukan Sabtu
(1/8) pagi. Aku udah persiapan dari rumah, ternyata Luigi ingin ikut. Padahal sejak
kemarin sengaja dititipkan bersama Ibuk, supaya aku bisa fokus kepanitiaan. Akhirnya
kami berangkat naik motor berdua, dan sempat melihat kecelakaan sepeda motor di
jalan Gubeng. Aku mengurangi tarikan gas motor untuk menenangkan diri. Deg-degan
banget rasanya. Akhirnya tiba di lokasi dengan selamat tak kurang satu apapun. Alhamdulillah
Disana, semua
panitia diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker dan face
shield. Tak lupa sebelum masuk kantor dicek suhu tubuh dengan thermogun. Disediakan
tempat cuci tangan dan hand sanitizer. Tim jagal ada 2 orang menangani 1
sapi dan 1 ekor kambing. Luigi menunggu aku di ruang tamu, main yutub. Dia sudah
di briefing bahwa mamanya mau iris daging dan menimbangnya.
Selama mengelola
daging untuk menimbang, aku menggunakan handscoon alias sarung tangan
karet. Awalnya kerasa ribet ya, mengiris daging menggunakan masker, faceshield
dan handscoon. Namun lama-lama tidak terasa terganggu, karena menjadi biasa.
Bahkan dengan menggunakan handscoon tidak terlalu jijik bertemu darah. Jadi
bebas mau pegang berbagai bentuk dan wujud daging. Setiap lepas handscoon
karena harus ngurus Luigi pun ganti dengan handscoon yang baru. Aman deh.
Aku
menimbang 1,5 kg daging dan 0.5 kg tulang. Cukup lama prosesnya karena pisaunya
kurang tajam. Padahal semua pisau panitia aku yang diminta tolong beli, huhu. Pisau
stainless susah diasah pula. Jadi ya sabar jika mengiris gajih. Eh apa
sih bahasa Indonesia gajih ini, HAHA. Mungkinkah gajih temannya gajah? Proses
pengelolaan daging ada jarak antar panitia minimal satu meter. Jadi diantara panitia
tidak ada yang berdempetan. Alhamdulillah semua saling mengingatkan untuk patuh
pada protokol kesehatan.
Pembungkus
daging yang akan dibagikan menggunakan wadah plastik, sehingga lebih ecofriendly.
Manfaatnya dapat digunakan kembali sebagai peralatan rumah tangga. Bumi ini sudah
penuh sampah plastik, hiks. Durasi 3 jam akhirnya semua daging terkemas semua
dan siap dibagikan.
Daging kurban
yang sudah dikemas diantarkan kepada yang membutuhkan, dari pintu ke pintu. Karena
pekurban tidak ada yang datang menyaksikan penyembelihan, sehingga panitia
menyiapkan dokumentasi baik poto maupun video. Dan daging kurban dikirim
menggunakan gosend tanpa mengurangi rasa hormat ke donatur, karena
keterbatasan panitia. Apalagi rumahnya jauh dari sini.
Jam 12
Luigi sepertinya sudah lelah. Ya maklum, waktunya tidur siang. Akhirnya aku
antarkan pulang ke rumah Ibuk, dan aku kembali ke tempat kepanitiaan. Sore jam
17.00 sudah selesai semua. Memang sepertinya lama tapi kenyataannya banyak yang
diurusin setelah pembagian. Mulai bersih-bersih bekas pemotongan, menghabiskan
makanan yang sempat dimasak, mulai gule kambing, gule sapi hingga empal (eh
empal apa krengsengan ya itu namanya). Dan yang penting ini kepanitiaan
penyembelihan hewan kurban pertama di sini. Disini dimana sih Sep? Daritadi bilang
disini disini. Di bumi Allah pastinya. Xixi
Pengalaman
ikut kepanitiaan Idul Adha di tengah pandemi Covid-19 ini memang cukup
berkesan. Semoga bisa bertemu lagi dengan Idul Adha tahun depan. Dan terus bisa
berkurban setiap tahun. Amin
berani juga ya mbak jadi panitia kurban. kalau aku gak berani, apalagi kalau menghadapi daging mentah sebanyak itu, gak kuat. amin, semoga tahun depan sudah kembali normal semuanya
BalasHapus