Dulu aku punya banyak teman yang
mulai mencoba merokok di masa SMP. Aku bersekolah di SMP swasta Surabaya yang
letaknya berhimpitan kampung padat penduduk. Kadang mereka mengajakku untuk
mencicip rokok. Menuntaskan penasaran seperti apa asap yang keluar dari isapan tembakau. Tak kupungkiri pernah tergoda, namun temanku yang lain malah
goyah.
Namanya Yuni, ia adalah murid yang paling terkenal satu sekolah karena pemberani. Berani tawuran dan sering masuk ruang BP. Ia juga perokok dan mulai mencoba karena penasaran katanya. Waktu aku tanya, apakah tidak ingin berhenti, khan sayang uang saku sekolah buat dibakar. Ia bilang sulit untuk berhenti. Sehari Yuni bisa menghisap lebih dari 3 batang rokok. “Bapak dan Mamaku juga ngerokok, lagian rokok gampang aku beli, lebih mahal kalo kita jajan bakso, kelihatan lebih macho juga, khan?” jawabnya yang masih aku ingat sampai sekarang. Itu adalah obrolan belasan tahun yang lalu. Seingatku hanya anak-anak tertentu yang berani menantang resiko dengan mencoba sebuah rokok.
![]() |
sumber gambar : Canva dan diedit oleh penulis |
Sekarang, sebelum pandemi aku sering melihat anak-anak muda bermain gawai sambil merokok di warkop (warung kopi). Kebetulan depan rumahku di Banyu Urip banyak warkop berjejer. Salah satu tetanggaku pernah nyeletuk "enak nang warkop Sh*n*m isok wifi-an karo looss rokok-an, sesok janjian nang warkop iki ae bareng-bareng" (enak ke warkop Sh*n*m bisa internetan sambil merokok, besok kita ketemuan di warkop ini saja rame-rame). Dan dia masih SMP. Iya, masih berseragam putih biru.
Apakah remaja hari ini sudah biasa dengan isapan nikotin?
Tanyaku dalam hati. Sebagai Ibu, aku menjadi cemas. Bisakah ia tumbuh dan berkembang tanpa ancaman rokok? Kubaca beberapa website dan menemukan kenyataan bahwa perokok
anak di Indonesia jumlahnya sangat banyak. Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) hingga akhir tahun
2018 prevalensi perokok anak-anak mencapai 9,1%. Angka itu setara 7,8 juta
perokok anak di Indonesia. Angka itu juga setara 101.045 kali kapasitas Gelora
Bung Karno (GBK). Tidak bisa membayangkan penuhnya Persija lawan Persib, dan
itu dikalikan 101.045 kali dan itulah jumlah perokok anak di Indonesia -.-
![]() |
sumber gambar : akun instagram @generasiantirokok |
Jumlah ini semakin meningkat dari tahun ke tahun,
tidak pernah menurun. Padahal target pemerintah dalam rancangan pembangunan
jangka menengah nasional (RPJMN), prevalensinya sebesar 5,4% pada 2019.
Global Youth
Tobacco Survey (GYTS)
tahun 2019 melakukan survei dan menemukan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia atau
2 dari 3 anak laki-laki berusia 13-15 tahun pernah menggunakan produk tembakau.
Temuan lainnya adalah 1 dari 5 anak perempuan diketahui pernah menggunakan
produk tembakau. Tidak hanya itu GYTS juga menemukan sebanyak 19,2% pelajar
saat ini merokok dan sebanyak 60,6% tidak dicegah ketika membeli rokok.
Sebab Anak dan Remaja Merokok
Cukup mencengangkan membaca banyaknya perokok anak
di Indonesia. Aku jadi teringat anak laki-lakiku, karena ini
sangat mengkhawatirkan. Akhirnya aku mencoba cari tahu, kenapa mereka berminat
dengan rokok padahal bahaya karena mengandung zat adiktif. Ini
beberapa sebab mengapa perokok anak masih tinggi di Indonesia. Diantaranya :
Pertama
: Harga rokok terjangkau bagi anak dan remaja
Benar kata temanku -Yuni- bahwa harga rokok murah.
Sehingga bisa dijangkau dari uang saku mereka. Menurut hasil survei Yayasan
Lentera Anak (YLA) pada 2017 menemukan bahwa sebanyak 79,2% produk rokok
dibanderal harga terjangkau bagi saku anak yakni antara Rp.600 hingga Rp.1.000
per batang. Adapun rokok per bungkus harganya berkisar Rp.10.000-Rp.15.000 artinya
rokok sangat mudah dijangkau oleh remaja dan anak karena dijual dengan murah,
baik eceran maupun bungkusan.
Kedua
: Mudah didapatkan
Kita bisa melihat di warung kopi bahkan di minimarket, sangat mudah menemukan rokok. Dan penjual dengan gampangnya melakukan transaksi
jual beli rokok tanpa indentitas pembeli. Padahal rokok tidak boleh dijual
untuk anak dan remaja dibawah 18 tahun.
Ketiga
: Gencarnya promosi rokok
Temuan dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) lainnnya terkait promosi rokok bahwa 7 dari 10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir.
Bahkan penelitian dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) pada tahun 2017 merinci sebanyak 46% remaja mulai merokok karena terpengaruh iklan rokok. Data terakhir ini aku ketahui ketika menyimak siaran Talk Show Ruang Publik KBR (Kantor Berita Radio) yang menghadirkan : Bapak Dedi Syahendry, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PMD-PPA) Kota Sawahlunto dan
Temuan dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) lainnnya terkait promosi rokok bahwa 7 dari 10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam 30 hari terakhir.
![]() |
sumber gambar : www.alinea.id |
Bahkan penelitian dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) pada tahun 2017 merinci sebanyak 46% remaja mulai merokok karena terpengaruh iklan rokok. Data terakhir ini aku ketahui ketika menyimak siaran Talk Show Ruang Publik KBR (Kantor Berita Radio) yang menghadirkan : Bapak Dedi Syahendry, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PMD-PPA) Kota Sawahlunto dan
Mbak Nahla Jovial Nisa sebagai Koordinator
Advokasi Lentera Anak, sebuah yayasan yang berfokus membela hak anak di Indonesia melalui edukasi, advokasi, pemberdayaan, dan studi tentang anak. Hadir pula Don Brady sebagai host.
Live youtube yang disiarkan pada Rabu (24/6) mengusung tema menarik : Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok. Penelitian dari Uhamka yang disampaikan mbak Nahla membuatku berpikir memang seharusnya pemerintah punya aturan tegas untuk mengatur iklan rokok karena banyak anak yang jadi perokok akibat terpapar iklan rokok.
Iklan Rokok
Iklan rokok memang tidak secara eksplisit
memperlihatkan betapa nikmatnya orang yang menghisap rokok. Namun, jika kita
lihat iklan rokok dengan seksama, bisa kita simpulkan bahwa image yang
dibentuk : orang merokok adalah orang yang bisa menghadapi berbagai
rintangan/tantangan. Sebagai perokok pemula yang masih mencari jati diri, tentu
saja remaja akan penasaran dan secara langsung ingin juga seperti yang
digambarkan dalam sosok iklan rokok. Mungkin yang dimaksud macho oleh
temanku di cerita awal adalah simpulan dari gambaran iklan rokok.
Mengapa iklan rokok ini harus diatur, bahkan
dilarang. Karena ternyata, iklan rokok ini targetnya adalah untuk remaja.
“Iklan rokok itu bukan menargetkan orang yang sudah merokok, tapi mereka
menargetkan perokok pemula. Artinya iklan rokok ditargetkan untuk anak dan
remaja, agar konsumsi tidak turun, agar ada perokok pengganti...” ujar mbak
Nahla ditengah live talkshow.
![]() |
Sumber gambar : https://www.fctcuntukindonesia.org/ |
Jika dilihat dari gambar diatas, remaja menjadi
target industri rokok adalah karena mereka kehilangan pelanggannya karena sakit
atau meninggal, sehingga harus ada pasar baru atau perokok pengganti agar
bisnis terus berjalan dan tetap memberi keuntungan. Siapa mereka? Tentu saja anak-anak
dan remaja.
![]() |
Sumber gambar : https://www.fctcuntukindonesia.org/ |
Mbak Nahla menyebutkan bahwa di Indonesia iklan
rokok masih diizinkan berdasarkan Pasal 29 Peraturan Republik Indonesia No. 109
tahun 2012. “Iklannya dibatasi bukan pelarangan total iklan diluar ruang
tapi memberikankan kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur di pasar 33”
ujarnya. Koordinator Advokasi Lentera Anak ini menyebutkan survei yang pernah
dilakukan Lentera di 10 Kota masih banyak iklan rokok sangat masif. “Bukan
iklan rokok yang (hanya) keren tapi harga rokok, dengan uang segini kamu bisa
beli ini” imbuhnya berapi-api. Padahal ada dampak serius jika sejak remaja sudah mengkonsumsi rokok.
Menurut dr. Deva Bachtiar, Sp.P (Dokter Spesialis Asma & Paru RS EMC Sentul) menyampaikan penelitian di Belgia dan melibatkan sebanyak 677 remaja. Dari penelitian ini diketahui bahwa remaja yang sering merokok punya kepadatan tulang yang rendah. Juga mengalami penurunan puncak pertumbuhan yang seharusnya terjadi pada usianya. Sama dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang mengikut sertakan 1000 remaja laki-laki di Swedia menemukan bahwa kelompok yang merokok mengalami kerapuhan tulang dan mengurangi kepadatan atau densitas tulang pada bagian tulang belakang, leher, tengkorak, serta pada tangan dan kaki (https://www.emc.id/).
Bayangkan jika sejak remaja sudah punya masalah tulang yang rapuh, padahal usia remaja waktunya mereka gesit beraktualisasi kemampuan yang dimiliki, baik olahraga maupun bakat lainnya. Tentu akan merugikan dirinya dan sulit mendapatkan prestasi yang diinginkan. Belum lagi dampak kesehatan lainnya seperti yang ditulis oleh P2PTM Kemenkes RI dibawah ini.
Sungguh mengerikan melihat fakta masalah yang muncul bagi pelajar merokok. Mbak Nahla juga menambahkan “kalo nggak ada iklan rokok kita menutup satu pintu (mempengaruhi anak merokok). Ini paling mudah daripada menyuruh anak berhenti merokok satu persatu” ujarnya.
Menurut dr. Deva Bachtiar, Sp.P (Dokter Spesialis Asma & Paru RS EMC Sentul) menyampaikan penelitian di Belgia dan melibatkan sebanyak 677 remaja. Dari penelitian ini diketahui bahwa remaja yang sering merokok punya kepadatan tulang yang rendah. Juga mengalami penurunan puncak pertumbuhan yang seharusnya terjadi pada usianya. Sama dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang mengikut sertakan 1000 remaja laki-laki di Swedia menemukan bahwa kelompok yang merokok mengalami kerapuhan tulang dan mengurangi kepadatan atau densitas tulang pada bagian tulang belakang, leher, tengkorak, serta pada tangan dan kaki (https://www.emc.id/).
Bayangkan jika sejak remaja sudah punya masalah tulang yang rapuh, padahal usia remaja waktunya mereka gesit beraktualisasi kemampuan yang dimiliki, baik olahraga maupun bakat lainnya. Tentu akan merugikan dirinya dan sulit mendapatkan prestasi yang diinginkan. Belum lagi dampak kesehatan lainnya seperti yang ditulis oleh P2PTM Kemenkes RI dibawah ini.
![]() |
sumber gambar : http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-paru-kronik/beberapa-masalah-yang-muncul-bagi-remaja-perokok |
Sungguh mengerikan melihat fakta masalah yang muncul bagi pelajar merokok. Mbak Nahla juga menambahkan “kalo nggak ada iklan rokok kita menutup satu pintu (mempengaruhi anak merokok). Ini paling mudah daripada menyuruh anak berhenti merokok satu persatu” ujarnya.
Belajar dari Sawahlunto Mengatur Iklan Rokok
Di Indonesia saat ini ada 16 kabupaten/kota yang
sudah melarang iklan rokok di ruang publik, baik dalam bentuk peraturan kota/peraturan
bupati/surat edaran yang tersebar di Sumatera, Jawa dan Bali. Salah satunya
adalah Kota Sawahlunto di Sumatera Barat.
Bapak Dedi Syahendry, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Desa,
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PMD-PPA) Kota Sawahlunto
menyebutkan bahwa butuh proses panjang untuk membuat daerahnya menghilangkan
segala iklan rokok di kotanya.
“tahun 2013 kami sudah mencanangkan kota
layak anak, lalu tahun 2014 sudah mengeluarkan perda (peraturan daerah) tentang
kawasan tanpa rokok” ujar
Bapak Dedi.
Lalu pada 2017 ada instruksi Wali Kota supaya
iklan rokok dihapuskan. Hingga tahun 2019 sudah steril dari iklan rokok di
seluruh kota Sawahlunto dengan adanya Peraturan Wali Kota (Perwako) untuk tidak
menerima apapun kegiatan yang disponsori produk rokok.
Tentu saja ada resiko dengan kebijakan ini salah
satunya daerah kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari
iklan rokok.
“Secara financial, daerah akan merasakan,
namun PAD Sawahlunto dari iklan rokok sebesar 32 juta per tahun, karena
Sawahlunto kota kecil penduduknya 65 ribu jiwa, terdiri dari 4 kecamatan.
Sehingga kami mencari pengganti PAD lainnya” ujar Bapak Dedi menjelaskan mengenai
hilangnya PAD.
Namun, Bapak Dedi menyampaikan, bahwa Sawahlunto
sebagai kota heritage menurut UNESCO, tujuan dari aturan tersebut adalah ingin
menyelamatkan anak-anak. Target utamanya adalah masyarakat dan anak-anak bebas
asap rokok dan secara nasional menjadi Kota Layak Anak tingkatan Nindya.
Sebagai asumsi, pemerintah melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA) sudah melakukan kebijakan mencegah peningkatan perokok
anak. Dengan cara menetapkan upaya pengendalian tembakau sebagai salah 1 dari
24 indikator Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA)
Surabaya Sebagai Kota Layak Anak Masih Ditemukan Iklan Rokok
Belajar dari Sawahlunto, aku akhirnya ingin tahu bagaimana peraturan walikota mengenai iklan rokok di kotaku, kota Surabaya. Mengingat Surabaya berturut-turut menyabet Kota Layak Anak (KLA). KLA memiliki
5 peringkat, yaitu pratama, madya, nindya, utama dan paripurna. Hari ini belum
ada satu pun Kabupetan/Kota di Indonesia yang memperoleh peringkat paripurna.
Hingga 2019, baru ada 3 kota yang berhasil meraih tingkat utama, yaitu
Surakarta, Denpasar dan Surabaya.
Indikator penilaian KLA tidak hanya dilihat dari
fasilitas yang mendukung anak. Namun bagaimana kota tersebut menangani masalah
anak putus sekolah, anak yang terjerat kriminalitas, dan penanganan kesehatan
anak. Juga bagaimana aturan kota dalam mengendalikan tembakau.
Sebelumnya, Surabaya memiliki Perda nomor 5 tahun 2008 mengenai Kawasan Tanpa Rokok, namun sudah tidak berlaku. Perda ini akhirnya direvisi menjadi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Di bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 disebutkan bahwa Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Di bab 3 Penetapan Kawasan Tanpa Rokok pasal 3 disebutkan bahwa Kawasan Tanpa Rokok di daerah meliputi
a. sarana
kesehatan;
b. tempat proses
belajar mengajar;
c. arena
kegiatan anak;
d. tempat
ibadah;
e. angkutan
umum;
f. tempat kerja;
g. tempat umum;
dan
h. tempat
lainnya.
Di bab IV pasal 4 disebutkan
(1)setiap orang dilarang merokok di dalam Kawasan
Tanpa Rokok,
(2)Setiap orang yang berada dalam Kawasan Tanpa
Rokok dilarang melakukan kegiatan :
a.Memproduksi atau membuat produk tembakau
b.Menjual produk tembakau
c.Menyelenggarakan iklan produk tembakau; dan/atau
d.Mempromosikan produk tembakau
Dari Perda Kota Surabaya diatas menunjukkan bahwa pemerintah secara khusus mengatur kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, salah satunya mengenai iklan dan promosi rokok. Bahwa ada 7 tempat yang termasuk Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan tidak boleh ada kegiatan produksi, menjual, menyelenggarakan iklan, dan atau mempromosikan produk tembakau.
Lantas, bagaimana kenyatannya? Apakah Surabaya steril dari iklan dan promosi rokok? Kenyataannya masih ada.
Riset dari Ilham Akhsani Ridlo dkk, yang dimuat di https://sains.kompas.com/ pada 26 November 2019 berjudul “Sekolah Surabaya Dikepung Iklan Rokok, Kenapa Risma Tak Melarang” menemukan bahwa 30% dari 1.199 sekolah negeri dan swasta di Surabaya masing-masing terpapar setidaknya oleh satu iklan rokok di lingkungannya. Ini membuktikan mudah menemukan iklan rokok di sekitar lembaga pendidikan di Surabaya.
Namun aku berusaha mencari data pembanding, karena setahuku Wali Kota perempuan pertama Surabaya sangat peduli pada anak-anak Surabaya. Bahkan motivasi penutupan Dolly sebagai tempat prostitusi terbesar se Asia Tenggara adalah karena Bu Risma ingin melindungi anak-anak Surabaya. Akhirnya aku menemukan secercah data mengapa masih banyak iklan rokok di Surabaya.
Mengutip dari laman nasional.republika.co.id/, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Kesejahteraan, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Hendra Jamal mengatakan
“Di Surabaya, misalnya. Wali Kota Tri
Rismaharini mengatakan iklan rokok yang ada sudah dimulai sejak sebelum dia
menjabat dan kontraknya 20 tahun. Namun, dia menyatakan tidak ada lagi kontrak
iklan rokok baru,”
tuturnya pada acara penayangan dan diskusi film “Kilas Balik Satu Dekade
Perokok Anak” di Auditorium Perpustakaan Nasional Jakarta pada Rabu, 12
Februari 2020.
Sehingga kesimpulannya, karena sudah kontrak lama sebelum Bu Risma menjabat maka masih ada Iklan, Promosi, Sponsor (IPS) di Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dan sekarang sudah tidak ada iklan rokok baru di Surabaya. Mungkin yang dimaksud adalah papan reklame rokok karena hal tersebut ada perjanjian kontraknya. Namun bagaimana dengan iklan rokok yang ada di spanduk warung yang banyak di pinggir jalan? Justru itu lebih dekat dengan jangkauan anak-anak.
Harus ada upaya serius menjadikan Surabaya sebagai kota yang melindungi anak dan remaja dari paparan iklan rokok, karena tahun ini adalah tahun terakhir Bu Risma menjabat sebagai walikota. Calon pengganti walikota Surabaya kedepan harus punya visi dan misi yang jelas tentang iklan rokok, misalnya pencopotan papan reklame rokok sesegera mungkin setelah kontrak selesai. Juga penindakan untuk warung yang masih memasang spanduk iklan rokok. Memastikan tidak ada lagi iklan rokok di reklame, poster, spanduk, semua event baik olahraga maupun musik, juga media massa lokal Surabaya. Hingga Surabaya meraih Kota Layak Anak tingkat paripurna dan tidak ditemukan lagi IPS di sudut kota Pahlawan. Aturan tegas ini akan sejalan dengan upaya perlindungan anak pada aspek kesehatan terutama hak tumbuh kembang anak.
Sebagai Ibu, aku merasa akan sia-sia stimulasi kecerdasan, melakukan imunisasi, menjaga nutrisinya jika nantinya tubuh anakku rusak hanya karena rokok dan itu disebabkan karena iklan rokok. Karena keterjangkauan iklan rokok sangat luas. Dengan sebuah aturan, maka ada hukum yang mengikat sehingga langkah menyelamatkan generasi muda dari paparan iklan rokok akan lebih efektif dan efisien.
Kesimpulan
Di masa otonomi daerah membuat daerah bisa membuat peraturan daerah (perda) untuk melindungi masyarakatnya. Salah satunya aturan untuk melindungi anak dan remaja dari paparan iklan rokok. Bagaimana kota bisa menghasilkan putra daerah yang berkualitas dan punya masa depan gemilang jika sejak usia anak ia sudah ketagihan dengan zat adiktif dalam rokok?. Apalagi ternyata banyak generasi muda yang mulai mencoba menjadi perokok karena terpapar iklan rokok.
Sehingga daerah perlu untuk segera membuat aturan yang tegas mengatur iklan rokok. Tidak hanya sekedar aturan saja, namun juga ditegakkan dan dimonitoring. Bila perlu melibatkan sesama anak dan remaja sebagai pelopor dan pelapor jika terjadi pelanggaran. Sehingga remaja berdaya dengan melindungi dirinya sendiri dan juga generasi muda lainnya. Semoga daerah berani melarang secara total iklan rokok di kota atau kabupaten yang dipimpinnya.
Daerah juga tidak boleh berpikir keuntungan ekonomi saja, namun yang lebih penting lagi adalah investasi melindungi anak dan remaja agar menjadi generasi emas atau unggul. Dan meraih masa depan gemilang yang siap membangun bangsa karena sehat dan terbebas dari rokok.
Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesia Social Blogpreneur (ISB). Syaratnya, bisa kamu lihat di SINI ya.
Sehingga daerah perlu untuk segera membuat aturan yang tegas mengatur iklan rokok. Tidak hanya sekedar aturan saja, namun juga ditegakkan dan dimonitoring. Bila perlu melibatkan sesama anak dan remaja sebagai pelopor dan pelapor jika terjadi pelanggaran. Sehingga remaja berdaya dengan melindungi dirinya sendiri dan juga generasi muda lainnya. Semoga daerah berani melarang secara total iklan rokok di kota atau kabupaten yang dipimpinnya.
Daerah juga tidak boleh berpikir keuntungan ekonomi saja, namun yang lebih penting lagi adalah investasi melindungi anak dan remaja agar menjadi generasi emas atau unggul. Dan meraih masa depan gemilang yang siap membangun bangsa karena sehat dan terbebas dari rokok.
Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesia Social Blogpreneur (ISB). Syaratnya, bisa kamu lihat di SINI ya.
Referensi
https://www.alinea.id/nasional/ironi-diskon-rokok-di-tengah-bengkaknya-jumlah-perokok-anak-b1ZOz9uI4
https://duniapendidikan.co.id/apa-itu-iklan/
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/menteri-pppa-dorong-larangan-promosi-rokok-untuk-cegah-perokok-anak/
https://jdih.surabaya.go.id/pdfdoc/perda_786.pdf
https://nasional.republika.co.id/berita/q5l169382/kpppa-kawasan-tanpa-rokok-jadi-syarat-kota-layak-anak
https://sains.kompas.com/read/2019/11/26/075838923/sekolah-surabaya-dikepung-iklan-rokok-kenapa-risma-tak-melarang?page=all
https://republika.co.id/berita/nasional/umum/18/04/19/p7fj0x328-cerita-risma-berhasil-menutup-gang-prostitusi-terbesar
pengalaman
pribadi
Ulasan yang lengkap dan menarik Mbak Septi
BalasHapusSetuju jika perlu ada ketegasan aturan dalam maslah rokok ini.
Aku ngebayangin juga kedua anakku nantinya yang bisa saja terancam bahayanya.
Di dekat rumahku ada sekolah SMP dan SMK. Dan aku tiap pagi lihat anak-anak yang sarapan rokok. Baru jam 6 an sudah rokokan di warung dekat sekolahan. Duh! Belum sampai otaknya dipakai belajar, sudah diracuni, mau jadi jadi apa generasi di masa depan nanti?
Salut dengan ketegasa Bu Risma meniadakan iklan rokok baru di Surabaya. Semoga diikuti juga oleh pimpinan daerah lainnya dan bahkan lingkup nasional nantinya.
HapusKalau bukan kita yang melindungi generasi dari bahaya rokok ini, siapa lagi?
terima kasih mba Dian apresiasinya terhadap tulisan ini :) Aduh ikutan sedih jika anak-anak sarapannya rokok, hiks. Semoga anak-anak kita terlindungi dari bahaya rokok ya mba. Amin
HapusRokok bisa dibeli ketengan pula, ya. Jadi semakin murah harganya. Kasihan kalau anak kecil udah mulai terbiasa merokok
BalasHapusiya nih Kak, sedih banget. Harga rokok bisa dijangkau sama uang saku mereka :(
HapusEmang penting banget aturan yang jelas tentang rokok ini. Salut buat Sawahlunto, semoga ditiru oleh kota-kota lain.
BalasHapusAmin, semoga Surabaya segera bebas iklan rokok 100% menyusul Sawahlunto :D
HapusSaya kenal rokok SMP, cuma ga sampe nyandu, karena jarang isap. Trus ga da duit juga mau beli hehe
BalasHapusMasa SMP emang mau tau bgt sih, semua mau di coba. Maklum masa puber hehe
Nah yang susah kalo udah nyandu ya Kak. Dan ternyata salah satu sebabnya karena iklan rokok, hiks
HapusSebenernya secara agama juga kan dilarang yaaaa .. diharamkan malah!
BalasHapustapi kok ajaib anak anak perokok ini, dilanggar aja tuh larangan agama terang terangan!
aku masih perlu belajar lagi rokok dari sisi agama nih Kak :)
HapusBener bnget nih harus Ada aturan ya mba sedih klo lihat anak SD SMP dh bnyak yang merokok... Faktor orangtua dn lingkungan mba berpengaruh
BalasHapusdan lingkungan salah satunya dari iklan nih yang bikin sebel :(
HapusSetuju banget, jika gak ada pembatasan atau kalo bisa dilarang, anak anak dan remaja ngga tau bahaya merokok
BalasHapusApalagi jika lingkungan terlebih ortunya merokok, ih serem
pemangku kebijakan harus beneran tegas nih, mbak :)
HapusUlasannya lengkap, selalu suka tulisannya Mbak Anggraeni Septi. Memang masalah rokok ini masalah serius. Mudahnya akses mendapatkan rokok dan harga yang masih bisa dibeli masyarakat bikin rokok terus ada. Masalahnya kalau udah kecanduan akan sulit menghentikannya. Belum lagi efek buruk merokok bagi kesehatan juga cukup serius. Saya sendiri paling enggak suka deket sama perokok. Asapnya itu bikin g kuat.
BalasHapusmakasih apresiasinya terhadap tulisan ini mbak Lia :) Akupun juga gak kuat deketan sama perokok, bapak dan suamiku untungnya gak ngerokok. Cuma bakalan nyesel kalo anak-anak kenal rokok dari iklan rokok huaaaa :(
HapusIklan rokok ini memang sebaiknya ditiadakan aja deh. Meski ada peringatannya tapi kesan ngerokok itu keren sudah terlanjur melekat di iklan itu, dan anak gampang banget terpengaruh, terutama remaja.
BalasHapusnah itu mbak, iklan rokok gambarin kalo perokok itu keren. Anak-anak jadi pengen coba khan :(
HapusDan produsen rokok rata-rata jadi penyandang dana untuk kegiatan yang behubungan dengan anak muda, olahraga atau musik.
BalasHapusSemoga setiap daerah bisa secepatnya mengatur kebijakan untuk iklaaan rokok ini.
iya nih, ada saja cara industri rokok buat masuk ke sela-sela event anak muda, pemangku kebijakan harus tegas !!!
HapusRokok ya... Hmmm... sebaiknya diberi pengertian tentang bahaya merokok sih, peran serta orangtua yang penting di sini. Aku ingat dulu penasaran gimana rasanya merokok, lalu dibeliin sama mama dan dibakarkan pula, walhasil batuk-batuk. Dan dengan santai Mama bilang dak enak toh, sayang uangnya juga. Setelah itu gak pernah lagi tertarik merokok bahkan saat bergaul dengan anak yang merokok, yang ada aaky omelin suru matikan karena gak syka bau asapnya
BalasHapusah mamanya keren amat sih, kasih tau bahayanya dengan cara empiris hehe
HapusWah Sawahlunto keren. Kebetulan itu kampung suamiku. Dulu waktu sekolah juga banyak temen-temnku udah merokok. Sampai sekarang gak bisa berhenti. Ngeri-ngeri juga. Sesuatu yang tidak baik tapi digencarkan hmmm
BalasHapusWah kampung suaminya keren Kak, gak ada lagi iklan rokok nih. Duh sedih ya kalo udah nyandu gt, merusak tubuh cepat atau lambat :(
HapusMenurutku tiap daerah itu penting utk mengatur tata tertib ttg merokok ini ya mb, biar jadi kawasan percontohan. Kasihan kalau byk remaja yg malah kebanyakan ngerokok daripada bljr. Btw iklan rokok emang perlu diatur sih.
BalasHapusmalah bisa lupa sama belajar Kak :(
HapusIya ya, karena harganya masih terjangkau di kalangan anak sekolah. Mungkin kalau bisa lebih mahal daripada kuota internet, Hmm mungkin bisa jadi pertimbangan
BalasHapusayo pemangku kebijakan daerah, baca komen ini ya :)
HapusAku suka miris kalau melihat anak-anak laki remaja pada ngerokok, apalagi kalau melihat ngerokoknya masih di lingkungan sekolah. Sebegitu tidak ada takutnya lagi sama tata krama.
BalasHapusKu setuju banget, kalau masalah rokok pada anak remaja ini mesti diatur dengan ketat, pemerintah daerah jangan hanya memikirkan keuntungan semata.
mikirnya harus investasi generasi yang sehat ya, MakInjul :)
HapusAnakku laki-laki mulai beranjak besar, salah satu yang paling aku cemasin yaa soal rokok ini. Bisa dibeli ecer sebatang-sebatang itu yg bikin aku suka geregetan. Selain itu bebas dibeli usia berapa aja bahkan anak-anak
BalasHapusnah itu, padahal rokok gak boleh dijual sama anak dibawah 18 tahun nih :(
Hapusiklan rokok ada dimana2 meskipun tidak menunjukkan bentuk rokok itu sendiri. Keren deh sawahlunto yg komit dengan status KLAnya.
BalasHapusTepuk tangan buat Sawahlunto :D
HapusPaling nggak suka dengan yang namanya asap rokok. Meskipun almarhum ayah saya juga merokok, namun beliau menerima saya yang benci dengan rokoknya. Susah sekali beliau untuk berhenti merokok.
BalasHapuskarena rokok itu sifatnya candu jadinya banyak yang susah berhenti, :(
HapusWah.. keren ya kalau daerah lain mau mencontoh Sawahlunto. Ga papa kehilangan penghasilan puluhan juta dari iklan dan event dengan sponsor rokok, karena harga yang terselamatkan dari rokok jauh lebih besar dari angka itu. Salut deh sama walikotanya
BalasHapusTepuk tangan lah buat Sawahlunto, berani komitmen menjaga generasi muda :)
HapusMemang salut pada pemerintah Sawahlunto yang bisa menghapuskan iklan rokok. Bukti beliau fokus dalam menyelamatkan generasi yang akan datang. Mantap !..
BalasHapusaku juga kagum nih sama pemerintahnya yang berani ambil kebijakan ini :)
HapusPrevalensi perokok anak besar juga ya mengerikan banget. Memang urgent sekali nih daerah mengatur iklan rokok.
BalasHapusiya nih mbak, ngeri banget. jadi inget anak dirumah :( semoga selamat dari ancaman rokok dan iklan rokok
HapusEntah ya ada apa dengan anak-anak sekarang. Masih SD lho udah berani rokokan! Sudah gitu mainnya di tempat gelap rame-rame yang malah memicu teman-temannya ikut mengisapnya. Padahal iklan rokok sudah transparan, untuk menanggulanginya tetap butuh pantauan dari orang tua sih
BalasHapusaduh anak SD :( patah hati aku
Hapusjangan jauh2 mbak :( ini di kantorku, sudah ada tulisan di larang merokok, baik dari atasan maupun dari pihak asuransi, tapi tetap saja merokok dimana saja, tidak perduli di ruangan ber-AC sekalipun :( mentang2 atasan jarang ke cabang, egois sekali perokok itu, tidak memikirkan hak orang lain untuk mendapat udara bersih, hanya memikirkan hak mereka merokok saja
BalasHapusSetuju banget dengan kalimat penutupnya.. jangan hanya mikirin satu pihak saja, tapi juga harus memikirkan generasi bangsa yang bisa rusak gara gara iklan rokok yang berseliweran dan justru kurang informasi akan bahayanya
BalasHapusMemang sebaiknya ada aturan lebih ketat lagi tentang rokok. Maunya sih kayak beli miras yang harus pakai KTP. Tetapi, selain itu ada aturan lainnya yang juga bisa lebih tegas
BalasHapusMakin banyak iklan dan perokok anak remaja, semoga ga lelah mengedukasi dan sosialisasi betapa bahayanya merokok buat kesehatan, terutama anak remaja.
BalasHapusDi Bandung udah ada beberapa layanan public yang ga boleh merokok.
Semoga pemerintah lebih bijak menentukan dengan aturan yang ketat.
Di lingkungan saya pun sering lihat anak SMP yang sudah merokok. Miris lihatnya. Apakah orang tua mereka tahu? Dan bagaimana reaksinya ya?
BalasHapusSaya juga jadi ekstra ketat mengawasi anak bujang saya agar tidak terkontaminasi oleh tembakau. Dan setuju sekali apabila iklan rokok dihilangkan saja.
Miris sih lihatnya zaman sekarang masih pada kecil udah pada merokok, udah kayak hal yang biasa aja. Semoga ada aturan yang lebih ketat tentang hal ini yah.
BalasHapusDan sebaiknya di lingkungan rumah juga jangan ada yang merokok sih, sebagai teladan juga.
karena rokok ini ngga mungkin ditiadakan di muka bumi, paling ngga ditempatkan ditenpat yang jauh dari jangkauan anak-anak, baik secara penglihatan maupun pendengaran, jangan sampe membuat mereka justru trtarik ingin mencobanya ya mba.
BalasHapusSuka tulisannya❤️ Emm, emang peraturan pemerintah ya harus tegas, krn gimanapun keluarga melindungi anak2 ketika sistem tidak mendukung, akan susah mbak. Semoga tulisan ini menggugah pihak terkait ya.
BalasHapusDi dekat lingkungan rumahku, Anak-anak SD/SMP sudah merokok, bukan karena lihat dari iklan, tapi memang orang tua membiarkan dan gak pernah melarang. Dulu sepupuku sudah merokok sejak SMA dan ibunya malah membelikan khusus, katanya biar gak beli diluar, hahaah miris yaa..
BalasHapusJadi memang rokok ini masalah rumit, bundet, susah banget di atasinya.
Luar biasa bersyukur suamiku nggak merokok aku Mba.
BalasHapusSawah lunto layak dijadikan panutan banget ini.
Remaja harus dilindungi supaya nggak tergoda merokok. Harus diberi perhatian lebih
Suamiku dulu perokok, 2 tahun ini udah ga ngerokok dan merasakan banget bagaimana nyamannya hidup tanpa bau rokok dan abunya.
BalasHapusUrusan rokok ini kompleks ya. Ortu kadang ga bisa nanganin sendiri anak-anak yang merokok. Aku lihat pelajar yang merokok cenderung nyebelin. Duh, inget banget dulu punya temen ngrokok yang kayak preman. Ngeselin.
Rokok ini menyangkut hajat hidup orang banyak memang.
BalasHapusDari mulai pelaku, penjual, pemasok...semua mata rantai yang sulit diputus kecuali emmagn benar-benar ada hukum yang ditegakkan yaa...
Kampusku aja ada Corner yang di sponsorin sama sebuah merk rokok terbesar kok...
Kampus lo yaa...tempatnya menimba ilmu.
Merokok memang kebiasaan yang sangat buruk. Bukan hanya untuk ybs tapi juga untuk lingkungannyaaa
BalasHapusIklan rokok dari jaman dahulu selalu dikemas secara keren dan memang budgetnya tinggi untuk pembuatan iklannya. Memang kelihatan wah dan keren di mata anak muda. Ternyata emang gitu ya cara menarget anak-anak muda. Memang harus dibuat aturan khusus untuk pemunculan iklan rokok ini deh.
BalasHapusEntah kenapa, aku termasuk yang kurang respoek terhadap teman-teman yang merokok. Rasanya sayang aja, apalagi di jaman spt ini, di jaman perekonomian yang mulai sulit, eh, malah dipakai untuk stock rokok.
BalasHapus