Kadang merasa
Bapak tuh suka tanya. Bapak banyak tanya tentang komputer, terutama mengenai
office ms word dan excel. Selain itu segala menu WA ada mungkin ratusan kali
saya jelasin namun yang ditanya itu lagi itu lagi.
Contohnya gimana
cara balas pesan satu orang di sebuah WA grup dan chatnya sudah ratusan. Saya
sudah bilang, Pak ditekan agak lama pesan yang mau di bales. Tapi kok kayaknya
gak mudeng-mudeng.
Ada lagi, tanya
gimana meng-copy teks ucapan selamat hari besar Islam, tapi diakhir
ucapan diberi keterangan nama Bapak. Saya bilang dicopy aja entar
nama orangnya diedit ditulis nama Bapak.
Suatu saat tanya
lagi, marah-marah karena beliau salah meng-copy dan terlanjur
terkirim ke temen kantornya dulu. Halooo... kemarin khan sudah aku bilang sih
Paaaak, hiks.
Sampai suatu hari
Bapak ngerasa gak bisa balesin pesan WA siapapun, termasuk di grup. Dan kok ya
pas saya ke hijack emosi marah gegara saya capek. Saya jawab
rada ketus, (karena bosen ditanya itu lagi itu lagi), saya bilang
kemungkinan pulsa kuotanya habis, kalo gak ngerti caranya bisa googling. Ketik
aja di google “cara cek sisa kuota *provider x*”. Itu aja
Bapak ntar tanya lagi loh, huaaah *tuluuung.
Ini belum menu ms
office yang sering ditanya dan diulang ribuan kali (eh entah apa bener ribuan).
Sebagai asumsi Bapak pensiunan PNS BUMN, namun di purna tugasnya Bapak masih
mengabdi disebuah lembaga sosial yang kantornya berdampingan dengan kantor
Kelurahan. Dan tugas Bapak adalah mengurus keuangan yang harus bersentuhan
dengan menu ms excel.
Ada kalanya Bapak
tanya bagaimana menambah “Rp” didepan nominal angka. Sampe bagaimana memberi
tabel. Adek capek jelasin Pak -.- Akhirnya semakin mengukuhkan
label saya ke Bapak, Bapak tukang tanya.
Bapak dan Luigi di desa |
Sebenernya
masalah diatas tidak menjadikan konflik besar, hanya efeknya saya suka manyun jika
ditanya tentang ponsel atau komputer. Karena mikirnya pasti tanya itu lagi itu
lagi.
Namun pengalaman
pernah ketus ditanya Bapak saat gak bisa nerima WA benar-benar membekas
dihati. Apa iya Bapak gak ngerasa sakit hati dengan respon saya selama
ini ketika beliau bertanya?
SELF TALK SENJATA MENGGUGURKAN LABELLING
Dengan saya
berasumsi bahwa Bapak si tukang tanya, maka tentu respon saya saat menjawab
pertanyaan jadi kurang santun. Dan saya gak pengen seperti ini terus.
Pertama yang saya
lakukan adalah melakukan self talk. Self talk adalah
kegiatan yang dimana kita berbicara dengan diri sendiri. Tujuan self
talk ini adalah dengan berdialog untuk mengurai informasi sehingga
tampak detilnya. Apa iya sih Bapak tukang tanya?
Septi : Hai mama
Lui, emang Bapak tuh tukang tanya ya?
Mama Lui : iya
banget, tanyanya buanyak, terutama tentang gawai dan komputer
Septi : tanyanya
setiap hari?
Mama Lui : ya
enggak sih, khan saya gak setiap hari pulang ke rumah Bapak di Surabaya
Septi : lah
pulangnya kapan?
Mama Lui : ya
kadang Sabtu dan Minggu, itupun belum tentu
Septi : lah gak
setiap hari ketemu kok bilang Bapak tukang tanya. Emang sekali tanya
menghabiskan waktu 24 jam?
Mama Lui : enggak
sih paling maksimal tanya ya setengah jam
Septi : 30 menit
x 2 hari = 60 menit dari 7 hari. Cuma maksimal 60 menit. Berarti Bapak sering
tanyak gak ya?
Mama Lui : enggak
Berarti Bapak
saya tuh bukan tukang tanya, lha cuma 60 menit dalam seminggu. Itupun belum
tentu juga tanya. Bapak juga gak sampe nelfonin saya untuk menyelesaikan
teka-teki ponsel atau komputer dan memaksa saya datang ke rumah. Gugurlah labelling kepada
Bapak.
PERSEPTUAL POSITION MENGUBAH PANDANGAN
Setelah
melakukan self talk, saya melakukan perseptual position yang
membuat saya bisa merenungi apa yang dirasakan Bapak. Dengan menghadirkan
persepsi diri sendiri, dan persepsi Bapak. Saya juga seolah-olah menghadirkan
orang ketiga sebagai pengamat. Pengamat adalah seseorang yang saya anggap mampu
memberikan masukan.
Sebagai diri saya katakan bahwa saya sebel mengulang hal yang sama.
Kenapa gak Bapak catat saja. Biar gampang dilihat lagi. Jadi saya gak jelasin
hal yang sama berulang kali.
Maka sebagai
Bapak inilah curahan hatinya yang terdalam
“Bapak lahir dan
besar belum mengenal teknologi. Dulu teknologi paling keren hanyalah radio dan
sepeda kebo. Sepeda pun yang punya sedesa hanya 3 orang. Bapak tumbuh di kabupaten
pelosok, di daerah pegunungan yang jauh dari kata modern.
Bapak pernah
cerita ke kamu bahwa dulu untuk bisa makan satu buah telur untuk diri sendiri
adalah ketika sunatan. Selebihnya, satu telur dibagi untuk 10 bersaudara.
Sampai akhirnya
Bapak merantau ke kota Pahlawan. Nasib membawa Bapak bisa bekerja di perusahaan
perkebunan. Bapak menjadi pekerja kantoran, menenteng tas, berseragam, duduk di
bawah kursi ber-AC, menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil)!!! Suatu kesempatan yang
tidak dimiliki sebaya Bapak di desa.
Mengerjakan jujur
setiap amanah pekerjaan, menambah skill dengan kursus
komputer, hingga saat kamu SMA Bapak bisa meraih karir yang lumayan. Menjadi
sekretaris direktur utama PTPN XI (persero). Hal yang tidak lumrah
seorang sekdirut laki-laki dan bukan lulusan Akademi
Sekretari. Saat itu Bapak pernah dikirim ke Singapore karena posisi ini.
Bayangkan seorang
anak gunung yang dulu hanya main cacing untuk menangkap ikan, Bapak bisa
melihat patung singa Merlion mengeluarkan air deras dari mulutnya.
Masih ingatkah
kamu ketika pulang sekolah kamu mampir ke ruangan kerja Bapak, kukenalkan kamu
alat yang disebut komputer?
Masih ingatkah
dulu Bapaklah yang pertama kali mengenalkanmu wordstar dan lotus.
Atau mungkin kamu lupa istilah komputer pada jaman itu?
Dengan kaku,
tanganmu mengalun mengenai tuts komputer. Kamu banyak bertanya pada Bapak, apa
ini dan apa itu? menu ini untuk apa, dan simbol ini buat apa. Untuk
menggerakkan mouse saja jarimu terasa kaku katamu.
Dengan rejeki
yang Bapak dapat dari pekerjaan, kamu bisa sekolah SMK jurusan sekretaris.
Mendalami dunia sekretaris dan stenografi agar kelak bisa bekerja seperti
Bapak. Kamu kursus semua menu ms office, photoshop, juga corel draw
disekolahmu. Berharap kelak bisa jadi tambahan skill saat lulus.
Bapak tak ingin
mengungkit itu semua. Hanya Bapak sekarang sudah 63 tahun. Bukan usia yang
mudah lagi untuk mengingat semua hal. Termasuk berpacu dengan generasimu
belajar teknologi yang semakin tidak nalar bagi Bapak.
Semuanya sungguh
sangat cepat dan tidak pernah terpikir sebelumnya. Untuk mengetik menggunakan
ponsel layar sentuh saja Bapak “nggumun” terlebih dahulu. Hanya sedikit
“ditutul” dengan jari Bapak bisa melihat dunia luar melalui yutub.
Bahkan mau pergi kemanapun dan pengen makan saja tinggal menghadap layar sentuh
dan mereka bisa ngerti maunya kita”.
anak gunung itu melihat merlion begitu dekat di pelupuk mata |
Ah tak terasa ada
cairan di ujung pelupuk mataku. Lalu kucoba break state dan
beralih seolah menjadi seorang penasehat bagi diriku sendiri
(Baca juga : Perseptual Position Menghadapi Anak yang Mudah Muntah)
Kuhadirkan sosok
suamiku sebagai penasehat diantara aku dan Bapak
“Meski dulu Bapak
tidak setuju, tapi bukankah kamu ini lulusan manajemen dakwah? Pernah belajar
bagaimana komunikasi yang santun pada obyek dakwah, mulai dakwah pelajar,
dakwah perusahaan, hingga dakwah perumahan. Kamu bisa bersikap baik dan
berbicara pelan pada mereka”.
“Bapak tidak meminta
banyak waktu untuk meminta jawaban. Hanya sedikit dari kemampuanmu yang itupun
kamu dapat karena Bapak menyekolahkanmu. Bapak ini termasuk Generasi
Baby Boomer, generasi yang usianya 51-70 tahun. Yang dulu gak kenal
teknologi dan sekarang berhadapan dengan kecepatan teknologi tanpa batas.
Jadi wajar Bapak
tanya kepadamu sebagai generasi yang dianggap ngerti. Ingat gak kebingunganmu
saat pertama kali belajar blog?”
“lagian kamu
rugi apa kalo ngajarin Bapak? duit? enggak khan. Waktu? gak seharian toh.
Trus ngerasa rugi apa? Malah bukannya dapat pahala membantu orang yang
kesulitan dan membagikan ilmu meski sedikit?"
Seketika pengen
ketemu Bapak dan meminta maaf. Bapak gak pengen banyak tanya, tapi usia Bapak
yang menyebabkannya mudah lupa, sehingga ia bertanya lagi.
REFRAMING, SEBUAH MAKNA BARU yang MEMBUATKU LEGA
Setelah proses
dialog diatas, saya pun punya makna baru. Bapak pembelajar!!! Jika
bukan pembelajar tentu dengan mudah Bapak bilang “stop aku balik aja pakai hape
yang cuma bisa ditelfon dan disms kayak dulu”. Tapi apa Bapak melakukannya?
Tidak.
Satu lagi, Bapak
pengen pekerjaannya sekarang cepat selesai karena Bapak amanah.
Oleh karenanya menanyakan excel pada yang ahli. Siapa yang menurut Bapak ahli
dan bisa ngajarin? Aku!!! Jadi wajar gak jika tanya ke kamu?
(Baca juga : Reframing Ibu Rumah Tangga)
MashaAllah
dengan reframing itu aku jadi tahu, kenapa Bapak juga getol ngerjain
laporan keuangan masjid, laporan keuangan kampung padahal Bapak ini pak RTnya,
kenapa gak dikasihkan ke bendahara.
Mungkin karena
Bapak amanah, dan mungkin hanya Bapak yang bisa mengerjakan laporan itu dengan
detail melalui excel sehingga saat akhir bulan bisa dilaporkan ke warga dengan
rapi dan dipertanggung jawabkan. Ah Bapak, selalu aku terbuai bangga
pada perjuanganmu. Maafkan adek ya Pak.
PERUBAHAN DIRI
Sekarang, ketika
pulang ke Surabaya, tanpa ditanya, saya selalu membuka obrolan dulu kepada
bapak. “Gimana Pak, hapenya ada masalah? Penuh gak? WA-nya gak papa?”. Sampai
di pagi yang cerah terjadi obrolan “Pak gimana, kira-kira laporan bulan ini ada
kesulitan?” "Bapak kelangan file laporan bulan Juni, padahal wes
tak ketik kabeh" dengan mimik yang rada sedih.
Saya cek file
excel dan ternyata file yang katanya hilang tersebut ada sheet sebelumnya. Taraaa ketemu
deh. Bapak senang dan lega. Alhamdulilah ketika proses klak klik komputer
dirumah saya melakukannya sambil tersenyum.
Terkesan sepele ya,
namun mungkin ini salah satu cara saya membangun kedekatan dengan Bapak di
usianya yang senja.
depan rumah masa kecil Bapak, aku dan Luigi bahagia punya desa |
Sebuah barisan kata maaf untuk Bapak
Inspirasi dari kelas Merajut Cinta Orang Tua oleh Dini
Swastiana
dan kisah mama Bu Okina yang demensia
Surabaya, 6 September 2019
Terharuuuu.... Alhamdulillah Mbak Septi. Dengan ilmu bisa mewujud bakti pada orangtua dan dapat frame baru yang mencerahkan.
BalasHapusMasyaallah mba Septi, aku kok jadi terharu banget ya mba...
BalasHapusMasya Allah mama Lui... Mencerahkan tulisan2nya Mba. Semangat membersamai Bapak..
BalasHapus😊😊😊
BalasHapusTerimakasih sudah membagi ilmunya..
Kadang kita lupa bahwa orangtua sudah waktunya untuk lupa..
maasyaallah.. barakallah mb Septi.. background ayah kita miripppp.. aku jadi kangen almarhum ayah.. jazakumullah khair udah berbagi.. penjelasan ilmu EP nya detail.. keren.. :)
BalasHapus