Pada Sabtu (5/10) saya berkesempatan mengikuti webinar melalui zoom meeting dengan materi keren berjudul Storytelling For Brand Writing yang diselenggarakan oleh Turn Back Link dan disponsori dewa web.
Sementara
Turn Back Link memiliki komunitas bernama Ruang Henti Digital, sebuah portal informasi edukasi dan
penyedia layanan jasa konsultan marketing sejak 2020. Salah satu program
rutin Turn Back Link adalah webinar 2x dalam 1 bulan.
Materi kali ini disampaikan oleh mbak Nabila Ghaida Zia seorang Agile Writer & Marketer berpengalaman. Oia, mbak Nabila pernah ke negeri Paman Sam karena menang satu lomba blog, loh. Dan beliau juga sering memenangkan kompetisi blog lainnya. Sekarang mbak Nabila kerja remote di bagian konten dan SEO di sebuah perusahaan dan menjadi konsultan penulisan untuk kementrian.
Kali ini mbak Nabila berbagi tips dan trik praktis dalam menerapkan storytelling untuk brand writing. Seperti :
💕 Pentingnya storytelling untuk
membangun hubungan emosional antara brand dan audiens
💕 Mencari konteks storytelling untuk
sebuah brand
💕 Elemen the storybrand
💕 Implementasi the storybrand dalam
penulisan konten
Kenapa Storytelling Penting?
1. Membangun koneksi
emosional
2. Membedakan sebuah
brand dengan kompetitor
3. Memperkuat
identitas dan nilai brand
4. Meningkatkan
engagement dan loyalitas
5. Membuat pesan lebih
mudah diingat
6. Menggerakkan
audiens untuk bertindak
Didunia
ini nggak ada yang baru banget. Misalnya brand
fashion, pasti kontennya cara milih fashion,
gimana bikin muka tirus dan lainnya. Baca novelpun, temanya cinta, kalau nggak
cinta segitiga atau cinta bertepuk sebelah tangan.
Namun,
hal yang membedakan cara penyampaiannya. Nah storytelling ini membuat hal lumrah yang sudah ada, namun bisa
membuat konteks ceritanya berbeda dan mudah diterima dan diingat oleh audiens.
Misal kita review skincare, dari storytelling hingga bikin orang lain pingin
beli.
Hal
ini sama seperti pertanyaan “kenapa ya orang-orang pada umumnya suka dengan
iPhone?” Bahkan banyak cerita mereka yang berusaha mati-matian menabung untuk beli
iPhone.
Mbak
Nabila menjelaskan bahwa iPhone adalah contoh brand yang menjadi Top of Mind.
Ibaratnya kalau ingin Hp yang gambarnya bagus dan videonya stabil ya pasti pilih
iPhone aja.
Pertanyaannya,
kenapa ada sebuah brand yang bisa menjadi Top of Mind dan mengapa ada yang
tidak? Jawabannya adalah mbak Nabila mengutip dari buku Made to Stick yakni
Simple, Unexpected, Concrete, Credible, Emotional dan Stories atau disingkat
SUCCES.
Mbak
Nabila mencontohkan seperti produk Aqua yang dulu orang-orang udah terbiasa
minum dari gelas dan dari rumah. Kenapa harus minum dari botol? Namun sekarang
Aqua menjadi Top of Mind dan sekarang banyak permintaan orang yang ingin minum
dari botol kemasan. Bahkan sekarang banyak kompetitornya.
Yasa
Singgih pendiri brand Men's Republic menyebutkan ada 3 penggerak utama manusia
melakukan keputusan salah satunya dari emosional. Seperti perempuan ketika
emosionalnya tersentuh maka mudah belanja secara impulsif.
Pertanyaan
selanjutnya adalah bagaimana seorang
copy writer dengan adanya AI?. Menurut mbak Nabila, AI memang bisa menulis
dengan indah. Namun, AI tidak bisa menulis cerita yang autentik.
Contohnya,
jika kita minta AI menulis cerita tentang cinta segitiga pasti ceritanya kaku.
Tidak ada intrik-intriknya. Namun manusialah yang bisa memberi cerita yang
autentik. Jadi ketika kita memulai story
telling, kenalilah siapa audiensmu dan ciptakan banyak cerita dari situ.
Mencari Konteks Storytelling untuk Sebuah Brand
Yang pertama kita bikin untuk story
telling itu dari mana? Buatlah cerita dengan konteks, bukan konten semata. Konteks adalah kondisi
audiens kita. Sementara konten adalah fitur yang ditawarkan oleh brand kita.
Contohnya
konteksnya audiens kita sering mengalami permasalahan kulit kering dan kusam.
Kontennya nanti adalah pelembab yang mengandung Hyaluronic Acid.
Konteks
ini pentingnya apa? pentingnya adalah kunci menemukan sudut pandang baru yang
unik, berbeda dan tetap relevan. Kunci konten menarik adalah relevansi, relate
nggak sih, kebaruan atau sudut pandang yang baru.
Bagaimana
menentukan konteks yang tepat? Kalau kita sebagai brand yang pingin
komunikasikan pesan, kita kudu paham siapa audiens kita, lebih dari sekadar hal
demografi semata. Kita juga harus mendalami ke faktor psikografinya juga.
Bagaimana
cara mengenal audiens lebih dalam? Mbak Nabila membocorkan rahasia dengan
menggunakan Empathy Map.
![]() |
SS dari materi mbak Nabila |
Mengenal Audiens Melalui Empathy Map
Empathy
Map adalah salah satu proses dalam design
thinking. Salah satu bagian dari design
thinking harus tahu siapa audiens
dan masalahnya.
Mbak
Nabila menjelaskan bahwa Empathy Map adalah alat visual yang membantu memahami audiens lebih dalam dengan menggali
emosi, pikiran dan kebutuhan mereka.
Dalam
konteks brand storytelling, empathy map dapat digunakan untuk
menemukan sudut pandang yang tepat, membangun cerita yang relevan, serta
menciptakan hubungan emosional antara brand
dan audiens.
Ada 6
elemen dalam Empathy Map diantaranya :
Says (apa yang mereka katakan)
Ini
merangkum apa yang secara eksplisit dikatakan audiens. Termasuk feedback,
keluhan, atau pujian yang mereka ungkapan secara langsung.
Thinks (apa yang mereka pikirkan)
Menggali
lebih dalam ke dalam pikiran audiens, apa yang mereka pikirkan, meskipun
mungkin tidak mereka katakan. Ini bisa mencakup ketakutan, aspirasi atau
kekhawatiran yang belum diungkapkan. Termasuk overthinkingnya mereka. Misalnya
apa sih yang mereka pikirkan terkait masalah kulit mereka?
Does (apa yang mereka lakukan)
Mengidentifikasi
tindakan yang diambil oleh audiens. Bagaimana mereka berperilaku dalam konteks
penggunaan produk atau layanan dalam kita. Apa kebiasaan atau pola tindakan
mereka.
Misalnya
kita cari tahu cara mereka mencari solusi untuk permasalahan mereka, atau
mungkin jika skin care beli melalui platform apa.
Feels (apa yang mereka rasakan)
Menyelami
emosi audiens, seperti kebahagiaan, kekecewaan, atau frustasi yang mereka
rasakan. Ini sangat pentung dalam membentuk cerita yang resonan. Misalnya apa
yang mereka rasakan ketika mengalami masalah jerawat?
Pains (apa yang menjadi masalah utama mereka)
Mengidentifikasi
masalah atau hambatan utama yang dihadapi oleh audiens. Pain poin ini adalah
dasar dari konteks cerita, dimana brand akan hadir sebagai solusi.
Mbak
Nabila membeberkan bahwa walaupun kita sebagai penulis perlu memikirkan atau
memposisikan diri kita sebagai selayaknya orang pebisnis.
Pebisnis
biasanya mencari masalah dan menawarkan problem solving dengan menyediakan
layanan atau jasa. Penulis pun sama, mencari masalah, keresahan audiens, lalu
kita jawab dengan konten-konten kita.
Gains (apa yang mereka inginkan dan harapkan)
Memahami
apa yang mereka harapkan dan inginkan dari sebuah solusi. Ini membantu brand
menawarkan nilai yang sesuai dengan harapan mereka.
Misalnya
seorang agne fighter agar tidak merasa inferior lagi dan bisa lepas dari
jerawat selamanya.
Bagaimana Menentukan Elemen Empathy Map?
Ada
banyak cara mengisi setiap elemen dari Empathy Map. Misalnya : wawancara,
survei atau kuesioner, analisis data pengguna, observasi, persona research,
sesi workshop atau brainstorming internal, dan social listening. Hal ini bisa
digunakan untuk memetakan masalah audiens.
Setelah
mengetahui masalah audiens, apa yang mereka pikirkan dan rasakan, kita akan
mencari sudut pandangnya dengan cara kita cari tahu akar masalahnya? Pakailah
teknik 5 Why.
Konsep
sederhananya adalah bertanya “mengapa” sebanyak 5 kali. Kadang tidak menutup
kemungkinan tidak sampai 5, jika 3 saja cukup.
Cara
menggunakan 5 Why, pertama kita mulainya dengan mendefinisikan masalah yang
jelas dan spesifik. Bisa berupa masalah dalam proses bisnis, kesalahan dalam
produk atau masalah personal.
Langkah
kedua ajukan pertanyaan “mengapa” yang pertama. Hingga mengapa yang ke4.
Mbak
Nabila mencontohkan penggunaan Empathy Map dan 5 Why untuk menentukan sudut
pandang dari artikelnya yang memenangkan lomba.
Studi
kasusnya : Sebuah brand OLXMobbi mempunyai layanan jual beli mobil bekas ingin
membuat sebuah konten dengan memberikan pesan bahwa Brand OLXMobbi adalah
ahlinya mobil bekas. Mbak Nabila mengambil target audiensnya adalah masyarakat
kelas menengah.
Ini adalah kerangka berpikir mbak Nabila
Mbak
Nabila tidak langsung menuliskan ini semua, tapi ia membuat daftar masalah-masalah
apa yang dihadapi kaum menengah. Waktu itu ia sempat baca berita, bahwa keadaan
kaum menengah itu, semakin terpepet dengan kondisi ekonomi yang sekarang.
Apalagi ada kenaikan pajak, tarif KRL akan dinaikkan dan lainnya.
Jadi mbak
Nabila berfikir, apa yang kaum menengah rasakan. Bahkan untuk membuat artikel
inipun melakukan wawancara ke temannya yang pernah membeli mobil bekas. Jadi ia
tahu apa yang temannya (kaum menengah) rasakan. Kaum menengah ini yang
pengeluarannya 2 juta sampai kurang lebih 9 juta menurut data BPS.
Kemudian
dari situ, ia pakai 5 WHY sebelum ke sudut pandang. Dari emphati map kita bisa loh
bikin 6 artikel atau 6 konten dari masalah ini.
Nah
proses selanjutnya akhirnya mbak Nabila mengambil masalah utamanya yang TERHIMPIT secara financial dan psikologis
merasa TERTEKAN oleh keadaan ekonomi yang semakin sulit.
Menggali Akar Masalah dengan 5 Why
Setelah mengambil permasalahan utama masyarakat kelas
menengah merasa tertekan saat ingin membeli mobil.
Pertanyaan 1
Mengapa kelas menengah merasa tertekan saat ingin membeli
kendaraan?
Jawab : karena harga kendaraan baru yang semakin mahal,
sementara pendapatan mereka tidak sebanding dengan inflasi.
Pertanyaan 2
Mengapa harga kendaraan yang mahal membuat mereka tertekan?
Jawab : karena mereka harus mengalokasikan sebagian besar
pendapatan untuk pembelian kendaraan yang mengurangi anggaran untuk kebutuhan
penting lainnya seperti pendidikan atau tabungan.
Pertanyaan
3 : Mengapa mereka tidak membeli kendaraan bekas yang lebih myrah?
Jawab
: karena khawatir bahwa kendaraan bekas memiliki masalah tersembunyi yang akan
menambah biaya perbaikan di kemudian hari.
Pertanyaan
4 : Mengapa mereka takut kendaraan bekas bermasalah?
Jawab
: karena banyak kendaraan bekas di pasaran yang tidak transparan dalam kondisi
atau riawayat pemakaiannya dan mereka
tidak tahu harus mempercayai siapa.
Pertanyaan
5 : Mengapa transportasi tentang kondisi kendaraan penting bagi mereka?
Jawab
: karena mereka ingin merasa yakin bahwa kendaraan yang mereka beli aman,
nyaman, dan tidak akan menambah beban financial atau psikologis di masa depan.
Barulah
ketemu sudut pandang. Ketika menulis kadang yang paling lama adalah mencari
sudut pandang.
Menentukan Sudut Pandang
Sudut
pandang adalah bagaimana (brand) membantu audiens untuk mengatasi masalah
audiens.
Dalam
hal OLXMobbi ini adalah bagaimana OLXMobbi bisa mengurangi beban psikologis
kelas menengah yang semakin terhimpit dalam hal memenuhi kebutuhan keinginannya
untuk membeli kendaraan nyaman?
Mbak
Nabila memilih sudut pandang dengan mengawalinya dengan kalimat Tanya. Beliau
akhirnya memberikan latihan mencari sudut pandang penulisan konten dengan
menggunakan empathy map dan teknik 5 Why untuk sebuah brand Apple yang baru
saja mengeluarkan varian terbarunya.
Ia
menekankan carilah sudut pandang yang untuk lebih dari sekadar iPhone untuk
membuat konten. Seperti saat lomba blog OLXMobbi, mbak Nabila mikirnya paling
teman-teman bloger lainnya akan menulis sebuah keluarga baru yang butuh mobil
bekas. Ia pun mencari sudut pandang baru, yang nggak terpikirkan di orang lain
tapi masih masuk di audiens.
Sehingga
dari sini gunanya empathy map adalah
kita sebagai brand memposisikan sebagai audiens, brand kepoin audiens bisa
dengan cara wawancara, observasi dan banyak lainnya.
Oia
mbak Nabila cerita, ada reporter yang jadi kurir paket beneran sampai beberapa
minggu untuk menyelami dunia kurir. Dari empathy map kita tahu
masalah-masalahnya apa, lalu kita cari akar permasalahannya lagi dengan 5 why.
Sudah kenal Audiens, Bagaimana Merangkai Cerita?
Mbak Nabila mengenalkan Framework Storybrand dari buku bagus, Building a
Story Brand karya Donald Miller. Ia menyebut buku ini kitabnya orang branding dan pemasaran. Karena meski buku
bahasa Inggris namun mudah dipahami. Framework Storybrand ada 7 elemen.
Yuk
mari dijabarkan satu-satu 7 elemen membangun cerita sebuah brand.
1.Hero (customer)
Indentifikasi siapa pahlawan (target audiens).
Pastikan
kamu menjelaskan siapa pelanggan utama yang ingin kamu jangkau. Pahami masalah,
kebutuhan, dan keinginan mereka.
2.Problem (masalah yang dihadapi hero)
Definisikan masalah utama yang dihadapi audiens.
Masalah
ini berupa tantangan atau kebutuhan yang belum terpenuhi. Artikel yang dibuat
nantinya harus berpusat pada cara mengatasi masalah ini. Makanya kita pahami
dengan empathy map tadi. Raditya dika pernah mengatakan bahwa cerita yang bagus
adalah yang berasal dari keresahan.
3.Guide (brand sebagai pemandu)
Tunjukkan brand sebagai pemandu yang memilki solusi.
Brand harus diperkenalkan sebagai pihak yang mampu membantu
audiens mengatasi masalah mereka dengan solusi yang relevan yang bisa mencari pencerahan.
Soft
selling, gak langsung berupa brand sebagai pahlawan. Di lomba mbak Nabila pilih
narasi yang halus, tidak langsung ke produk namun solusinya mendapat inspirasi
mendengarkan dari podcast.
4. Plan (rencana)
Beri rencana atau langkah-langkah untuk memecahkan masalah.
Artikel
harus mencakup langkah yang jelas, edukatif dan actionable untuk membantu
audiens mengatasi masalah mereka.
5.Call to Action (seruan bertindak)
Ajakan
ini bisa berupa mendaftar, membeli, atau sekadar membaca lebih lanjut. Artikel
harus mendorong audiens untuk mengambil tindakan. Ada dorongan untuk bertindak
sesuatu.
Tanpa
call to action yang jelas, audiens tidak akan tertarik dengan brand kita.
6.Success (Keberhasilan)
Tunjukkan hasil akhir jika audiens mengambil tindakan.
Artikel harus menyoroti manfaat yang akan didapatkan audiens
setelah mengikuti saran atau solusi yang ditawarkan. Setelah melakukan ini itu, keberhasilan apa yang
didapat audiens.
7.Failure (Kegagalan yang Dihindari)
Tunjukkan
apa yang akan terjadi jika mereka tidak mengambil tindakan. Terkadang
memberikan gambaran mengenai apa yang bisa salah jika masalah tidak
diselesaikan bisa memberikan motivasi lebih.
Jadi
seperti jika tidak melakukan call to action, akan mendapatkan apa. Karena setiap
manusia pasti berusaha menghindari kegagalan.
Implementasi Framework Storybrand Dalam Penulisan Konten
Kali ini memasukkan Empathy Map dan Storybrand Framework ke
dalam Content Brief dalam
konteks artikel mbak Nabila di lomba blog OLXMobbi yang dibagi menjadi 7
elemen.
Hero (audiens)
Masyarakat
kelas menengah dengan pengeluaran di atas Rp.2.040.262 yang ingin membeli mobil
bekas, tetapi mengalami kesulitan dan kecemasan terkait kualitas dan keandalan
mobil bekas.
Problem (masalah)
Audiens
merasa cemas dan ragu ketika membeli mobil bekas karena takut mendapatkan
kendaraan yang bermasalah atau tidak sesuai dengan harapan. Mereka ingin
solusii yang dapat memberikan kepastian dan kenyamanan dalam membeli kendaraan
bekas tanpa merusak anggaran.
Guide (Panduan/Inspirasi)
Membeli
mobil bekas menjadi salah satu jalan keluar bagi kelas menengah untuk
mendapatkan mobil nyaman tanpa biaya yang membengkak. Hal ini divalidasi dengan
cerita dari sebuah podcast bahwa membeli mobil bekas bukanlah hal yang
menyeramkan.
Plan (Rencana)
Jika
berencana untuk membeli mobil bekas maka perlu mempertimbangkan hal-hal berikut
ini :
Pilihan
jumlah tempat duduk, akan digunakan hingga berapa tahun, dan mempertimbangkan
biaya tersembunyi.
Call to Action (Ajakan Bertindak)
Salah
satu solusi, mobil bekas nggak buruk juga loh. Validasi podcast. Jadi mbak
Nabila mengajak memilih rekomendasi mobil bekas berdasarkan data. Ajakan untuk
membli mobil bekas di OLXMobbi karena berbagai macam keuntungan dan lebih
nyaman, aman dan bebas cemas.
Success (Keberhasilan)
Jika
masyarakat kelas menengah membeli mobil bekas melalui OLXMobbi, mereka akan
mendapatkan kendaraan yang nyaman, terjangkau, dan bebas masalah, dengan
keyakinan bahwa mobil yang mereka beli sudah diperiksa secara menyeluruh. Mobil
bekas tanpa ditipu, pakai OLXMobbi.
Kegagalan (Failure)
Tanpa
menggunakan OLXMobbi, merema bisa saja membeli mobil bekas yang bermasalah,
berakhir dengan biaya perbaikan tambahan atau merasa kecewa dengan performa
kendaraan.
Di artikelnya, mbak Nabila juga menulis HOOK pertamanya dengan cerita teman. Baca aja selengkapnya di blog mbak Nabila ya.
![]() |
SS dari blog mbak Nabila |
Nah demikianlah rahasia Storytelling For Brand Writing yang dibocorkan secara gamblang oleh mbak Nabila Ghaida Zia dengan cara membedah artikelnya yang memenangkan lomba blog.
Terima kasih mbak Nabila, Turn Back Link dan Dewa Web sudah menyelenggarakan webinar ini.
Keren Kak, ini yang tadinya mau aku tulis. Tapi berhubung Kak Septi udah menulis ya aku sangat bersyukur. Salam kenal, aku Joe, warga Ruang Henti Digital.
BalasHapushalo Kak Joe, wah salah kenal ya. Gpp Kak, ditulis aja kalau udah draftnya hehe :)
HapusBaik Kak, terimma kasih
Hapussebagai pembaca, aku pun lebih seneng kalo baca tulisan yg dibuat secara storytelling. krn ga kaku, ga kayak baca brosur. tulisan yg storytelling gini, malah bikin pembaca mau baca sampai habis. apalagi kalo diceritakan based on pengalaman pribadi juga. feel nya langsung dapat ;)
BalasHapus