Dari laman Kompas.id dijelaskan bahwa lembaga Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perdagangan dan Pengembangan (UNCTD) mengatakan bahwa industri fashion adalah industri paling berpolusi di dunia setelah perminyakan.
Emisi gas rumah kacanya mencapai 1,2 miliar ton per tahun, hal ini melebihi emisi yang dihasilkan oleh industri kelautan juga penerbangan internasional.
Setelah tren warna sage, baru-baru ini muncul lagi warna fuchia dan pink
barbie. Menunjukkan betapa cepatnya mode berganti. Termasuk potongan, dan jenis
kainnya. Jika dulu celana model cut bray menjadi rujukan, kali ini
celana jenis pensil mendominasi tren.
Di sisi konsumen, tren mode cepat memberikan tawaran harga lebih terjangkau. Diskon produk fashion diburu dimana-mana. Hal ini menyebabkan peningkatan konsumsi pakaian.
Keinginan konsumen untuk membeli pakaian terus
meningkat seiring dengan bergantinya tren mode. Akibatnya, sangat banyak
pakaian yang akhirnya menumpuk tidak terpakai. Bahkan, ada pakaian yang hanya
dikenakan sekali saja.
Sementara di sisi produsen, slow fashion lebih memfokuskan pada
kualitas dibanding dengan kebaruan. Mereka melakukan produksi dengan ramah
lingkungan.
Produsen bukan mengejar banyaknya pakaian yang diproduksi namun tingginya kualitas barang yang sejalan dengan kaidah lingkungan. Mode dengan mendahulukan kualitas dipilih sebagai upaya perlawanan pada mode cepat yang biasanya dibuat massal dan tidak ramah lingkungan.
sumber gambar : https://www.instagram.com/semilir_ecoprint/ |
Dan inilah yang dilakukan oleh Alfira Oktaviani yang telah menciptakan mode
berkelanjutan dengan jenama miliknya. Ia adalah seorang ibu rumah tangga dan
pebisnis. Kecintaan pada dunia fashion dan juga seni telah mendorongnya untuk
belajar ecoprint.
Ecoprint merupakan teknik cetak dan pewarnaan menggunakan bahan alam
seperti bagian tumbuhan yang mengandung pigmen warna seperti daun, bunga, ranting,
pohon dan kulit batang.
Pada tahun 2018, Alfira membuat jenama Semilir Ecoprint di Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Ecoprint ini benar-benar dibuat dari kulit kayu
lantung dari Bengkulu. Kulit kayu lantung bisa dibentuk menjadi kebaya kutubaru,
outer, selendang, tas, kerajinan dompet dan aksesoris lainnya.
Menurut Alfira Oktaviani, semilir berasal dari bahasa Jawa “silir” yang artinya
angin menyejukkan. Ia berharap produk yang dihasilkan adalah yang ramah
lingkungan dan dapat memberdayakan masyarakat sekitar. Sehingga Semilir Ecorprint
diharapkan mampu menjadi penyejuk bagi alam, budaya dan masyarakat.
Alfira ingin memperkenalkan pesona kulit lantung kepada dunia. Bahwa ada
budaya fashion berkelanjutan yang ramah lingkungan di Indonesia melalui teknik
ecoprint melalui Semilir Ecoprint.
Apalagi Lantung Bengkulu sebagai warisan
budaya tak benda Indonesia menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia.
Tak puas jika hanya diukir sebagai warisan sejarah, namun bagi Alfira tugas
kita semua generasi penerus budaya harus tetap melestarikannya dan
menjadikannya identitas jati diri bangsa.
Usaha ini memperkenalkan mode ramah lingkungan yang mentransfer bentuk dan
warna daun asli ke media kain melalui kontak langsung. Melalui produknya,
Alfira mengeksplorasi kekayaan flora (tumbuhan) Indonesia sebagai wujud lain
pelestarian budaya dan alam dari kain lantung.
Biasanya masyarakat Bengkulu membuat kain lantung menggunakan jenis pohon
yang kulitnya bergetah. Sebabnya kulit kayu yang bergetah dinilai tidak mudah
rusak. Biasanya kulit kayu yang digunakan menghasilkan lantung adalah pohon
karet hutan, pohon ibuh dan terap yang sudah tua umurnya.
Perjalanan
Riset Kain Lantung Bengkulu
Alfira sebenarnya dari Yogyakarta, namun Bengkulu merupakan kampung
halaman ayahnya. Awalnya ia tak banyak tahu mengenai kain lantung. Tahun 2020,
Alfira mendapat pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi (Kemdikbudristek) RI untuk meriset kain lantung di Kabupaten Kaur,
Propinsi Bengkulu.
Menempuh waktu 7 jam dari Kota Bengkulu itulah Alfira bertemu pengrajin
kain lantung hingga belajar proses pembuatannya. Dalam pandangan matanya, di
desa tempatnya belajar, ia melihat penduduk benar-benar menggantungkan
ekonominya pada produksi layu lantung.
Ia juga melihat bahwa Kain Lantung meski dari serat alami, namun kokoh dan
elastis hingga dapat diaplikasikan pada banyak produk fesyen. Justru karena
serat alami inilah proses ecoprint menjadi mudah dan warnanya bisa menyerap
dengan sempurna.
sumber gambar : https://www.instagram.com/semilir_ecoprint/ |
Alfira Oktaviani sendiri sebenarnya adalah lulusan sarjana apoteker
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Kecintaannya terhadap fashion dan seni
membuatnya tertarik mempelajari seni ecoprint. Seni ecoprint baru masuk
Indonesia di kisaran tahun 2016. Ia memulai bisnis fashion ecoprint ini semuanya
dengan modal Rp 500 ribu.
Ternyata bekal saat kuliah apoteker, khususnya mata kuliah manajemen
bisnis, morfologi tumbuhan hingga teknik kimia berguna dalam memulai usaha Semilir
ini. Awalnya Semilir memproduksi tas wanita. Namun seiring berkembangnya
permintaan pasar juga memproduksi kain ecoprint, baju hingga homedecor bertema
ecoprint.
Produk Semilir merupakan produk dengan target pasar wanita perkotaan usia
di atas 25 tahun dengan kelas ekonomi A yang memiliki green natural life
style dan mencintai produk buatan tangan / handmade dan lokal.
Keunggulan produk Semilir yakni memadukan warisan budaya Indonesia di
setiap produk. Produk ecoprint pada media kulit kayu lantung memiliki motif
yang tegas dan warna yang khas, dengan warna earthy-pastel.
sumber gambar : https://www.instagram.com/semilir_ecoprint/ |
Sebenarnya kain lantung bagi masyarakat Bengkulu adalah perjalanan
sejarah, karena Kain Lantung ada ketika situasi Bengkulu pada masa perjuangan
melawan penjajah. Fungsinya saat itu adalah sebagai pakaian. Situasi ekonomi
masyarakat dulu sangat menyulitkan mencari bahkan membeli pakaian. Hingga akhirnya kain lantung sebagai alternatif. Hutanlah yang menjadi
bahan pokoknya dengan mengambil kulit pohon yang sudah tua.
Pandemi Terus Berkarya
Pada saat Indonesia mengalami pandemi Covid-19, Semilir Ecoprint terus bergerak. Saat itu Semilir bergerak membagikan masker gratis kepada masyarakat. Hal ini sebagai dukungan UMKM tetap maju dan bergerak bersama melawan virus Covid-19.
Alfira melibatkan banyak pengrajin ecoprint dan penjahit untuk membuat kain tenun dari bahan katun sepanjang 40 m. Meski dibuat sangat singkat namun karena dikerjakan bersama menjadi lebih mudah dan cepat mencapai target.
Sebelum pandemi, omset Semilir Ecoprint bisa mencapai 50 juta per bulan. Omset terbesar diperoleh dari banyak event dan berbagai pameran. Lalu ketika pandemi Covid-19 Semilir Ecoprint berpindah ke penjualan daring. Seperti Tokopedia, Facebook dan Instagram https://www.instagram.com/semilir_ecoprint/.
Selain membuat produk yang slow fashion, Semilir Ecoprint juga sering menyebarkan pesan eco fashion melalui workshop, pameran dan program pemberdayaan masyarakat lainnya. Termasuk kepada para pelaku UMKM, para ibu rumah tangga, mahasiswa untuk terus membagikan keterampilan membuat produk mode berkelanjutan.
Karena konsistensi Alfira melestarikan budaya Indonesia
dan menyelamatkan lingkungan melalui keindahan ecoprint dari Kain Lantung
Bengkulu, ia diganjar dengan penghargaan dalam Satu Indonesia Award tahun 2022
oleh Astra International, Tbk sebagai tokoh inspiratif bidang kewirausahaan.
Hal ini semakin mengokohkan bahwa fashion bukan semata
hanya mengikuti perkembangan tren mode, namun juga bisa menjadi solusi atas
masalah sosial dan lingkungan. Dengan prinsip berkelanjutan, bisnis ecoprint
Semilir Ecoprint tetap bertahan hingga dikenal luas masyarakat. Saat ini hasil
karya ecoprint dari Semilir banyak diminati dan dicari oleh masyarakat.
Dari Alfira Oktaviani kita belajar, bahwa sebagai
pelaku usaha tak hanya berkomitmen penuhi kebutuhan pasar, namun bagaimana
tetap menjaga keberlanjutan lingkungan. Dua-duanya bisa berjalan beriringan.
“Kami berkarya dengan hati dan
selalu ingin belajar dimanapun ,kapanpun dan dari siapapun.
Kami berusaha sebaik mungkin menghasilkan suatu
karya yang memiliki nilai SENI,BUDAYA dan semangat GOTONG ROYONG yang akan
menjadi kebanggaan bagi setiap #kawansemilir yang menggunakan karya kami.” ungkap Alfira Oktaviani.
Referensi :
https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/pelestari-kain-lantung-bengkulu/
https://www.kompas.id/baca/riset/2021/04/10/kontribusi-slow-fashion-selamatkan-lingkungan
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=1400
Pengeeen deh ih punya baju dari bahan ecoprint giniiii 😍😍😍. Waktu itu pernah liat temen yg juga coba bikin sendiri dengan mencetak dedaunan atau bahan alam lainnya ke atas kain. Hasilnya memang bagus. 😍. Kebetulan bajuku juga blm ada yg terbuat dari ecoprint gini .
BalasHapusHebat ibunya, selain fokus Di fashion tapi juga peduli dengan keberlangsungan alam 👍.