Bencana
tenyata tak pernah meninggalkan negeri kita Indonesia. Mulai banjir, cuaca
ekstrim, tanah longsor, hingga gempa bumi. Menurut data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak awal tahun hingga 2 November 2022 sudah
ada 3.052 peristiwa bencana alam di seluruh Indonesia.
Baru-baru ini,
gempa dahsyat meluluhlantakkan Cianjur Jawa Barat. Siapapun yang mengikuti
beritanya, pasti ikut nelangsa kepada para korban. Bahkan yang meninggal pun
tidak segera dikuburkan karena tidak ada kain kafan. Yang mengungsi pun
kesulitan beraktifitas akibat tidak ada listrik.
Namun pernahkah kita berpikir, dalam kondisi bencana seperti itu bagaimana Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan para penyandang disabilitas? Dalam segala keterbatasan di pengungsian misalnya, apakah mereka mendapat penanganan yang layak?
Jujur, selama
ini ketika bencana mata saya hanya tertuju pada korban anak khususnya yang
masih balita, masih ASI atau masa MPASI (Makanan Pendamping ASI). Namun,
ternyata dalam setiap bencana itu korbannya kompleks. Orang Yang Pernah
Mengalami Kusta (OYPMK) dan para penyandang disabilitas juga pastinya perlu
penanganan khusus. Gimana ya mitigasi bagi kelompok penyandang disabilitas dan OYPMK?
Alhamdulillah
semua pertanyaan ini terjawab saat mengikuti Live youtube Berita KBR pada Selasa,
29 November 2022 Pukul 09.00-10.00 WIB. Bersama host Rizal Wijaya, didatangkan
pembicara yakni Bapak Drs. Pangarso Suryotomo selaku Direktur Direktorat
Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan mas Bejo
Riyanto sebagai ketua Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (Pelita) dan
disabilitas terdampak bencana.
Diawal Bapak Drs.
Pangarso Suryotomo atau yang akrab disapa Pak Papang mengatakan bahwa ada
sekitar 3.000-an bencana sepanjang 2022, yang jika di rata-rata sehari ada 1
kali bencana.
“Indonesia ini
termasuk 10 besar paling banyak korban meninggal karena bencana. Artinya meski
bencana banyak tapi kita harus berupaya agar korban tidak banyak. Di Cianjur hampir
seluruh 15 kecamatan terdampak. Tapi sebetulnya berapa banyak pengungsi, namun bagaimana
ini biar teratasi pada proses tanggap darurat ini. Bagaimanapun juga BNPB tidak
mungkin bekerja sendiri.” ujar Pak Papang yang saat wawancara berada di Cianjur
Bencana Pasti Terjadi
Kita tentu
tidak menginginkan bencana. Namun bencana itu terjadi saat kita tidak siap
menghadapinya. Mas Bejo Riyanto menceritakan pengalamannya saat teradi gempa
Jogja. Pria disabilitas sejak lahir dengan tuna daksa tangan dan kaki ini saat
itu berada di Bantul dimana lokasinya hanya berjarak 1 km dari pusat.
“Hampir semua
rumah di daerah saya hancur. Sebagai disabilitas, pengetahuan tentang kebencanaan
tidak tahu, yang peting menyelematkan diri. Makanya korban banyak.” Ujarnya kepada
pendengar live streaming.
Pria yang
akrab disapa mas Bejo Jos ini akhirnya membuat mitigasi bencana untuk dirinya
sendiri pasca Tsunami Aceh. Ia membayangkan jika mengalaminya tak akan bisa berbuat
apa-apa. Maka sepanjang tahun 2004 hingga 2006 ia tidak pernah mengunci pintu
rumah.
“Pikir saya,
begitu terjadi bencana bisa lari. Itu salah satunya persiapan yang saya
lakukan. Pada saat malam terjadi gempa (Jogja) malah pintu saya tutup malah
gempa. Yang dilakukan hanya lari aja. Pas saya di depan pintu, pas goyangan
tertinggi, saya terlempar. Dasss tersungkur
di tanah guling-guling, (seperti) didorong-dorong.” Lanjutnya pria yang menetap di Jogja ini.
Saat itu belum
ada pengetahuan seperti bersembunyi di bawah meja, yang mas Bejo Jos tahu hanya
segera lari keluar rumah. Ia juga mengingat-ingat bahwa ketika gempa Jogja
justru berita yang menggema adalah Merapi.
“padahal kata
mbah-mbah sebenarnya gempa ini sudah pernah terjadi. Jadi perlu diingat bahwa
daerah kita rawan bencana” ujar ketua Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta
(Pelita) ini.
Mitigasi Bencana bagi Kelompok Penyandang Disabilitas dan OYPMK
Secara umum
semua orang akan menjadi korban saat bencana. Apalagi menurut Pak papang ada
80% wilayah desa yang rawan bencana. Sehingga menurutnya kita sebagai masyarakat harus juga memahami
wilayah kita ini terdapat ancaman apa.
“Terkait penanganan
bencana bahwa bencana adalah terjadi di kala kita tidak
siap. Jadi artinya kita selalu siap setiap saat. Kita ajak masyarakat untuk paham. Wilayah kita ada ancaman apa, ada resiko
apa, itu yang perlu dipahami” ujar Pak Papang mengingatkan.
Terkait penanganan
bencana, dari pemerintah tidak membedakan. Semua memiliki hak yang sama untuk
mendapat pertolongan dengan baik.
Oleh karenanya
keluarlah Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun
2014 tentang Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas
dalam Penanggulangan Bencana (Perka BNPB No. 14/2014) oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
Syamsul Maarif pada tanggal 16 Oktober 2014 di Jakarta.
Tujuan Perka
BNPB No. 14/2014 adalah sebagai pedoman dalam penanganan, perlindungan dan
partisipasi penyandang disabilitas dalam penyelenggaraan PB dalam situ
“Pada peraturan
perda 14 tahun 2014 bagaimana disabilitas punya hak pada 3 hal. Satu
pertolongan, kedua adalah partisipasi, ketiga perlindungan disabilitas” Pak
Papang menjelaskan.
Sudah ada juga SOP penanggulangan bencana inklusif bagi OYPMK dan
penyandang disabilitas. Salah satunya menggunakan aplikasi yang bernama INARISK
PERSONAL.
“Bahkan dari
aplikasi ini bisa tahu posisi kita berdiri itu ada apa, punya resiko apa aja, dan
bagaimana rekomendasi yang harus dilakukan. Semua bencana ada. Apalagi semua
orang menggunakan hp” Pak Papang menjelaskan.
Pada kaum
disabilitas pemerintah melalui BNPB juga memberi prioritas akses. Tidak hanya
itu, disabilitas tidak mau disebut obyek, tapi juga subyek. Mereka ingin
dilibatkan dalam penangangan bencana. Hal ini juga bermanfaat untuk mendekati
disabilitas baru. Karena setiap bencana pasti memunculkan disabilitas baru. Yang
disabilitas, bisa juga menjadi double
bahkan triple disability.
“kita dari
pemerintah hanya bisa dari sisi medis. Namun siapa yang bisa mendekati
disabilitas? Aksesnya ya dari disabilitas sendiri. Mereka dapat subyek dalam
penanggulangan bencana.” papar Pak Papang.
Memang selama
ini yang menjadi kendala pada data. Secara umum data primer orang Indonesia yang
menjadi disabilitas tidak ada. Pak Papang juga punya harapan bahwa kelak
misalnya KTP kaum disabilitas ada tulisan keterangan keterbatasan disabilitas
apa. Sehingga saat dia pergi, menunjukkan KTP ia tahu dapat fasilitas apa. Petugas langsung
bisa melayani. Ini bagian dari akses.
Dari BNPB juga
ada peningkatan kualitas untuk semua masyarakat misalnya desa tanggap bencana.
Hampir ada pada semua desa. Yang membentuk bisa pemprov, kabupaten, NGO, relawan,
termasuk lembaga usaha.
Mitigasi
bencana juga sudah dimasukkan kurikulum sekolah bekerja sama dengan Kemdikbud bernama
Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Cuma kadang kita lengah, selalu
menyampaikan semoga tidak terjadi. Sedangkan bencana pasti terjadi. Misalnya gempa
itu berulang.
Sementara
bagaimana dengan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK)? Menurut mas Bejo
Jos, ia dan komunitasnya fokus stigma pada kusta bisa hilang. Bagaimana masyarakat
menerima orang yang sembuh dari kusta.
“Bagaimana
kita koordinasi dengan orang yang mengalami kusta dan disabilitas diterima masyarakat,
jangan sampai OYPMK mengalami diskrimasi, ruang dipisahkan. OYPMK adalah stigma
yang sudah melekat daripada penyandang disabilitas. Saya bayangkan di
pengungsian nih, banyak korban berkumpul, nggak bisa milih tempat, bagi
siapapun, jadi berbaur. Ini gimana? Nggak mungkin dipisahkan kemana. Bukan
mereka minta prioritas. Minimal ada petugas khusus yang disiapkan.” mas Bejo
berpendapat.
Di akhir live streming siaran KBR, Pak Papang mengingatkan bahwa yang dapat
menyelamatkan kita saat terjadi bencana adalah diri kita sendiri. Maka, kita
harus menyiapkan diri. Setali tiga uang dengan mas Bejo Jos yang mengatakan
untuk siaga bencana.
Semoga tidak ada lagi bencana yang terjadi di Indonesia. Namun kita tetap
perlu waspada dengan menyiapkan diri.
Referensi :
https://bnpb.go.id/berita/perka-bnpb-no-14-2014-tentang-penanganan-perlindungan-dan-partisipasi-penyandang-disabilitas-dalam-pb
Iya ya mba, ga kepikiran juga aku kalo terjadi bencana gimana dengan yg OYPMK dan disability ini penanganannya.
BalasHapusAku tadi penasaran pengen tahu seperti apa aplikasi inarisk personal ini. Ternyata lumayan bagus. Semoga aja semua yg disabilitas dan orang2 yg pernah kusta tahu dan familiar cara penggunaannya Yaa. Bener sih, dalam hal bencana begini, ya masing2 orang diharapkan tahu cara menyelamatkan diri sendiri. Makanya pendidikan ttg bencana alam seharusnya juga dimasukkan dalam pendidikan , seperti jepang yg mana sampe ada latihan bencana dr anak2 TK. Jadi udah paham banget apa yg dilakukan ketika ada gempa di sana