Mama, apa kamu tahu? Ada negara yang
tidak punya Ibukota?
Mama, apa kamu tahu? Ada pulau kecil
dekat Pulau Jawa, tapi bukan wilayah Indonesia loh. Melainkan wilayah
Australia.
Mama, apa kamu tahu? Ada negara yang
benderanya sama persis seperti Indonesia?
Mama, akhirnya aku bisa memasang
semua bendera negara di dunia.
Adalah sebagian celetukan anak saya
–Luigi- 6 tahun. Di usia pra sekolahnya ia memiliki minat yang besar pada
dunia. Ia akan mencari dimana letak ibukota setiap negera, kepo nama
pulau-pulau kecil dan terluar, hingga menggolongkan benua.
Ia pun mulai belajar cara bermain
maincraft jika ke rumah sepupunya. Sejak itu, Luigi suka mengamati youtuber gaming,
bahkan baru-baru ini ia sedih karena youtuber minecraft favoritnya sakit. Meski
Luigi belum saya ijinkan mengunduh sendiri aplikasinya, namun dengan melihat di
youtube dan melihat sepupunya bermain saja sudah senang.
Luigi akhirnya mencari tahu dari
channel Kok Bisa agar tidak sakit seperti youtuber idolanya yang
memiliki subscriber 14,5 juta tersebut. Sebelum makan ia akan bertanya, apa
makanan yang dimakan termasuk menyehatkan karena ia tidak mau ikut sakit.
Gurunya di sekolah pun bingung saat
Luigi bercerita mengenai kenapa Rusia dan Ukraina berperang. Bahkan
teman-temannya di rumah hanya melongo saat ia menjelaskan dampak peperangan
antara 2 negara ini, termasuk sejarah NATO.
Jika ada yang bertanya kepada saya, kenapa
anak 6 tahun bisa berbincang mengenai dunia? Saya hanya menjawab semua ini
karena internet.
Dipaksa Mengadopsi
Teknologi Digital Lebih Cepat
Sejak tahun 1980 telah terjadi revolusi
digital yakni perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke
teknologi digital. Teknologi digital membuat perubahan penting dalam kehidupan
manusia.
Dulu hanya ada telepon kabel, sekarang
mulai beralih ke ponsel (telepon seluler), dulu buku hanya ada bentuk fisik,
saat ini bermunculan versi e-books. Pada masa lalu untuk mendengarkan
musik dengan kaset gulungan dan CD, saat ini tergantikan oleh MP3 atau aplikasi
musik. Termasuk lahirnya internet, sehingga berkirim kabar tanpa surat lagi
namun menggunakan email.
Sebelum pandemi datang, saya benar-benar
membatasi penggunaan gawai yang tersambung internet untuk anak. Jika meminjam
tab misalnya, dengan batasan seminimal mungkin. Tahun kelam itu juga harusnya
saya menyekolahkan anak saya yang saat itu berusia 5 tahun. Namun karena virus
covid-19 mulai mengerikan maka terpaksa menunda sekolah.
Saya dan suami akhirnya harus bekerja
dari rumah menggunakan internet 100%. Saya yang biasanya menghadiri event
bloger secara offline harus berpindah kerja pada layar zoom meeting,
suami juga mengurus bisnisnya secara daring. Akhirnya kami berlangganan layanan
internet rumah dari IndiHome 20 Mbps. Kehadiran virus yang disebabkan Sars Cov
type II ini makin mengukuhkan bahwa internet adalah keniscayaan yang tak bisa
terhindari.
![]() |
sumber gambar : Gordon Johnson dari Pixabay |
Ketika semua harus di rumah saja, dan Luigi
tidak sekolah otomatis saya menurunkan ekspektasi dalam penggunaan teknologi
digital. Saya pun memberinya ijin untuk mengakses internet baik melalui gawai
atau televisi dengan tambahan durasi.
Sehingga, saya selaku orangtua perlu
memahami aktivitas digital anak dengan memberi pola asuh digital. Pola asuh
digital (digital parenting) adalah pola asuh dimana menjadi orangtua
sebagai pembimbing utama/mentor anak dalam mengenal teknologi.
Pola Asuh Digital (Digital Parenting)
Ayah dan Ibu kita dulu mengasuh hanya
berdasarkan kebiasaan turun temurun dari nenek dan kakek. Pengasuhan masa lalu
identik dengan pemenuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.
Namun zaman berubah.
Jika dulu Ibu saya memusingkan saya
susah makan karena fokus nonton Doraemon di TV pada hari minggu, berbeda dengan
hari ini dimana dunia ada dalam teknologi digital seperti komputer, tab,
ponsel, dan TV yang tersambung internet. Anak-anak bisa berselancar menjejalah
dunia tanpa bergerak kapan saja tanpa menunggu hari Minggu. Mereka seakan cepat
sekali belajat teknologi.
Bertahun-tahun kita percaya bahwa
anak-anak generasi Y adalah digital
native, atau mereka yang sudah mengenal media elektronik dan digital sejak
lahir sehingga otomatis mampu menguasainya. Pada buku Digital Parenting
Mendidik Anak di Era Digital dijelaskan bahwa ternyata digital native
hanyalah mitos belaka.
Dari
penelitian Livingstone dipaparkan bahwa anak-anak yang dilahirkan pada keluarga kelas
ekonomi dan sosial menengah akan cenderung lebih mahir, produktif dan memahami
keamanan teknologi digital dibanding anak kelas bawah yang cuma diajari
gawai untuk hiburan atau permainan. Apalagi bila ibunya tidak pernah
mendiskusikan teknologi itu.
Sehingga
pola asuh digital (digital parenting) adalah kebutuhan untuk menanamkan literasi
digital sejak usia dini. Apalagi sejak pandemi Covid-19, pengakses internet
semakin muda usianya. Artinya sangat penting bagi orangtua memberi arahan dan
pendampingan agar anak mampu menggunakan media digital dengan bijaksana.
Digital
Parenting yang Seharusnya Dilakukan :
Memberi contoh
Ibarat mesin, anak adalah mesin foto
copy paling canggih. Anak mudah meniru karena menyerap semua yang dilihat dan
didengar. Maka kita sebagai orangtua harus mencontohkan dengan tidak terpaku
menatap layar ponsel ketika bersama anak.
Jika memungkinkan hanya membuka ketika
anak sudah tidur atau jika terpaksa meminta ijin waktu khusus untuk keperluan
pekerjaan. Sehingga anak belajar bahwa teknologi digital hanya untuk hal
penting seperti belajar dan bekerja.
Penegasan pemilik gawai
Menegaskan bahwa gadget yang digunakan
adalah pinjaman dari orangtua dengan batas waktu. “Gadget ini mama pinjamkan ya
jadi adek harus menjaga selama dipakai” pesan saya pada Luigi. Jika ada perlu
sewaktu-waltu maka harus diserahkan kepada pemilik. Karena statusnya meminjam
maka harus sesuai tujuan untuk belajar.
Berapa Lama Bercengkerama
dengan Internet?
Rekomendasi
penggunaan media bagi anak-anak dari American Academy of Pediatric (AAP) 2019 menyarankan
:
Anak di bawah 18
bulan
Menghindari media
layar elektronik kecuali untuk video-call
Anak-anak usia 18-24
bulan
orangtua
perlu memilihkan tayangannya. Pilihlah tayangan yang memiliki kualitas nilai
atau edukasi yang baik dan tonton bersama anak-anak. Bantu anak mengerti
tontonannya dan aplikasinya pada dunia nyata.
Anak
usia 2-5 tahun
membatasi
waktu total penggunaan layar eletronik (gadget, TV, tablet) hingga 1 jam per
hari. Bisa dipecah misalnya per 10 atau 15 menit.
Anak-anak
usia 6 tahun keatas
tetapkan
batasan yang konsisten pada waktu yang dihabiskan (kapan saja). Media (via apa
: laptop, ponsel, tablet dan lain-lain) dan jenis media (YouTube, google dan
lainnya).
Menentukan
Kesepakatan Saat Menggunakan Gawai
👉 Tidak boleh mengunduh gim atau menyimpan video
tanpa persetujuan Mama.
👉 Tidak memegang gadget saat makan
👉Tidak memakai internet ketika menjelang anak tidur
👉 Jika menggunakan internet dengan ponsel tidak dengan posisi tiduran, harus posisi duduk
👉 Termasuk cara menyudahi, misalnya mama bantu
ingatkan dengan bunyi alarm
👉 Kegiatan yang dipilih setelah
Jenis
Tayangan
Pada anak usia 2-5 tahun, mereka cepat
menyerap apapun yang ada di lingkungan, karena fitrah belajar dan fitrah kasih
sayang. Maka dari durasi 1 jam, kita bisa pecah menjadi per 15 menit sekali
menonton konten edukasi seperti belajar angka dan huruf melalui phonic song.
Beri pilihan konten cerita dengan
karakter yang nyata, karena anak masih belum bisa membedakan mana kenyataan dan
imajinasi karena anak-anak sedang mengenal dunia secara nyata. Untuk
menyalurkan energinya kita tawarkan juga seperti konten yang bergerak seperti
musik atau gerakan olahraga.
Pada usia 6 tahun ini Luigi baru saya
ijinkan melihat konten dengan karakter pahlawan. Selain itu karena internet di
rumah, ia punya pengetahuan mengenai negara di dunia. Akhirnya saya pun baru
mengerti dari jawaban pertanyaan Luigi bahwa Nauru adalah negara yang tidak
memiliki ibukota, pulau Natal meski dekat Indonesia namun masuk wilayah
Australia dan Monako benderanya hampir sama dengan Indonesia.
Sebenarnya Luigi sangat menyukai
tayangan si Unyil di TV, namun karena jam tayangnya bersamaan dengan waktu
tidur siangnya, jadi sering terlewat. Namun Alhamdulillah tetap bisa
menontonnya melalui UseeTV channel IndiKids dari IndiHome, khususnya
saat di rumah neneknya setiap pulang sekolah Jumat siang hingga Minggu.
IndiHome sebagai layanan milik PT.
Telkom Indonesia (Telkom) Tbk terus memberikan produk berkualitas bagi
pelanggannya khususnya produk untuk anak-anak. Selain Si Unyil ada juga film
untuk anak. Seperti Doraemon the Movie : Nobitas New Dinosaur dan Space Dogs:
Adventure to The Moon.
Dengan tayangan yang sesuai dengan usia
anak, IndiHome turut membantu para orangtua menerapkan digital parenting di
Indonesia. Sebagai orangtua kita juga harus melek film dengan memilih film
berdasarkan usia, tema dan rating.
Selain itu, karena tayangan si Unyil di
IndiKids IndiHome, Luigi terinspirasi hingga mengumpulkan semua videonya selama
mudik di desa Trenggalek Jawa Timur. Ia izin untuk dibuatkan channel YouTube,
lalu saya buatkan dengan email baru atas nama saya.
Luigi jadi bersemangat mengedit video
dan jadilah channel YouTube Luigi Kautsar yang semua videonya dia
sendiri yang mengedit. Untuk uploadnya tetap saya dampingi. Bagi saya channel
YouTube ini adalah kumpulan karya seninya pada usia 6 tahun.
Karena IndiHome bisa akses di Kabupaten
Trenggalek, saat kami mudik di Trenggalek Jawa Timur, masih bisa merasakan manfaat
internet dengan upload video di YouTube. Tidak salah jika IndiHome disebut Internetnya
Indonesia karena bisa menjangkau desa.
Dengan membuat konten berupa video,
Luigi belajar tentang tema dari videonya, misalnya dimana itu Trenggalek, ia
belajar berkomunikasi secara runtut agar oranglain mengerti, berpikir kritis
saat mencari data itu informasi yang benar juga kreatif saat mengedit video. Semua
karena manfaat tak terbatas internet.
Penutup
Internet tumbuh dengan cepat, tanpa
menunggu kita. Maka, sebagai orangtua kita perlu paham aktivitas digital anak
dengan memberi pola asuh digital. Dengan menjadi mentor anak dalam mengenal
teknologi, anak-anak akan mendapatkan manfaat tak terbatas internet.
zaman sekarang penting banget menerapkan digital sesuai kebutuhan anak pda zamannya yakni digital parenting
BalasHapus