Ini Masa Pandemi Covid-19, Nak. Surat untuk Luigi (bagian 2-tamat)


Ini masa pandemi Covid-19, Nak
Pemerintah menggunakan strategi karantina warganya, sehingga masyarakat dianjurkan untuk di rumah aja. Keluarga kita tentu juga melakukan self quarantine. Menahan diri agar nggak meninggalkan rumah kecuali harus beli bahan makanan. 


Sekolah diganti menjadi belajar di rumah, guru-guru sibuk pembelajaran daring. Siswa mengerjakan tugas melalui g-form. Sebenarnya belajar dari rumah adalah hal yang kita lakukan dalam keseharian. Namun kita nggak bisa lagi jalan-jalan ke tempat wisata, ke museum, ke perpustakaan kota dan ke taman sebagai salah satu media belajar. Karena semua tutup. Termasuk tak ada lagi aktivitas kebudayaan yang biasanya kita tonton karena itu menimbulkan kerumunan orang. 

Surat untuk Luigi di masa pandemi

Yang memilukan adalah masjid ditutup untuk menekan persebaran penyakit yang belum ada obatnya ini. Dan untuk pertama kali Mama tahu masjid menjadi kosong melompong di bulan puasa, Ramadhan tanpa terdengar suara jamaah bertadarus, tak ada lagi anak-anak muda ngabuburit di luar rumah. Surabaya-Gresik-Sidoarjo menyusul ibukota Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 28 April hingga 11 Mei, sehingga tempat ibadah ditutup untuk umum. Semua kegiatan ibadah dihentikan dan dilakukan di rumah masing-masing.  

Suara kereta api dan pesawat tak lagi bergemuruh mengangkut manusia. Dengan jumlah yang terbatas mereka membawa barang terutama bahan pangan. Lampu merah, kuning dan hijau menjadi hiasan jalanan darat. Para pemudik harus memutar balik kendaraannya ke kota asal, apapun yang terjadi dengan penjagaan yang ketat dari aparat kepolisian. Ya Nak, tahun ini kita tidak akan ke rumah mbah uti di Trenggalek nan indah dan sejuk setelah takbir berkumandang. Mungkin kita juga tak akan berkunjung kepada mbah-mbah yang ada di Surabaya dan Sidoarjo. Sepertinya lebaran kita akan tetap kruntelan bertiga menghirup udara wifi.

Ini masa pandemi Covid-19, Nak
Dirumah kita menjalankan pola hidup bersih dengan sering cuci tangan dan mandi minimal 2X sehari. Mainan Luigi yang buanyak itu Mama rendam di bak besar dan diberi sabun Sleek Baby, dicuci dan dijemur untuk memastikan tidak ada bakteri dan virus dari hal terdekat.

Ini masa pandemi Covid-19, Nak
Mungkin Luigi hafal jika Mama lebih sering membeli makanan termasuk hanya untuk sarapan. Karena pandemi ini, Mama akhirnya turun gunung ke dapur. Kulkas penuh berisi bahan pangan seperti sayur, ikan dan rempah-rempah, tidak lagi hanya air minum dan susu saja. Vitamin dan buah juga selalu tersedia. 

Ini masa pandemi Covid-19, Nak
Pernah Mama dan Ayah harus pusing tujuh keliling dibayangi akibat pandemi karena tak ada event olahraga. Sementara hidup kita bergantung pada kompetisi. Bukan Ayahmu jika akhirnya harus meratapi yang terjadi. Ternyata ada saja jalan rezeki, karena Allahlah sumber kita bergantung. Mama pun dapat job menulis dari hal yang tak disangka dengan nominal yang lumayan. Alhamdulillah.

Ayah masih ada tabungan untuk membayar cicilan ini dan itu dan masih bisa berperan menghidupi para penjahit. Termasuk memberi donasi alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis di beberapa Puskesmas di Gresik. Puskesmas kadang luput dari perhatian, Nak. Padahal orang kecil jika merasa sakit gejala Covid-19 pasti larinya ke puskesmas terlebih dahulu. 

Mama ada juga sedikit uang yang didapat dari pekerjaan di Surabaya, dan sekarang merasa nominal itu sangat berarti. Meski berarti karena masa serba sulit, namun Mama masih sempat sisihkan untuk dibagi-bagikan. Kepada tetangga yang baru saja ditinggal meninggal suaminya sementara anak-anaknya masih kecil, kepada tetangga yang tak mendapat nafkah dari suaminya, dan bayi, si kecil teman bermain Luigi yang barusan sakit hingga keluar masuk Rumah Sakit, padahal usianya masih dibawah 1 tahun. Mama jadi keingat Luigi waktu sakit-sakitan. 

Mama juga sering beli makanan yang ditawarkan tetangga meski hanya gorengan. Kita tahu bahwa harus tetap ikhtiar namun nggak melupakan sekitar. Kita nggak tahu, mungkin diluar sana banyak yang menangis lirih di sudut-sudut kampung karena berjuang mencari sesuap nasi. Mama dengar banyak yang akhirnya kehilangan mata pencaharian. Sedih, tapi inilah kenyataan akibat pandemi.

Ini masa pandemi Covid-19, Nak
Ekonomi seakan berhenti. Pusat perbelanjaan seperti kehilangan pesonanya meski hanya hanya sekedar ingin mendinginkan raga di tengah cuaca panas. Bioskop seperti XXI dan 21 tutup lebih dulu. Mama 2x ngemall di masa pandemi. Pertama karena harus ke Hypermart mencari ikan dori fillet, saat itu ritel sebesar Matahari tutup, dan untuk masuk mall harus di cek suhu tubuh. Kedua 6 Mei karena mencari sesuatu. 

Setibanya di Mall, Mama seperti tidak sedang di pusat perbelanjaan. Watson saja lampunya menjadi remang. AC tak terlalu dingin. Banyak ritel tutup termasuk Miniso dan beberapa toko makanan. Padahal, ritel akan terkena denda dengan jumlah besar jika menutup toko saat mall sedang beroperasi. Ternyata mereka lebih memilih membayar denda. Mungkin daripada harus mengeluarkan biaya operasional untuk karyawan sementara pembeli saja tidak ada. Karena tak ada lagi yang tertarik ke mall pada masa ini. 

Jalanan sepi, hanya ojek daring yang tetap riwa-riwi di atas aspal. Covid-19 benar-benar menjadi penyakit yang sangat ditakuti. Pilihannya adalah tetap bertahan di pengabnya udara rumah atau merasakan dinginnya ruang isolasi Rumah Sakit. Setelah di ruang isolasipun tak tentu mendapat penanganan sebaik apa, mengingat APD saja terbatas sehingga mempengaruhi kunjungan dokter dan perawat kepada pasien. 

Ini masa pandemi Covid-19, Nak
Bersyukur Nak, Luigi masih bisa makan sehat dari rezeki Allah melalui keringat Ayah, sehingga insyaAllah sebagai ikhtiar imun yang kuat. Luigi masih dibelikan Mama buku dan mainan, agar kegiatan di rumah tetap positif. Akhirnya memasang Wifi di rumah, sebagai kecepatan bekerja dan bergerak juga sebagai pengusir kebosanan. Luigi juga ada rumah sebagai tempat berteduh dan berlindung dari virus Korona. 

Hikmah lain yang membuat Mama senang adalah akhirnya Luigi tertarik belajar membaca. Kita sekarang proses mengenal suku kata setelah sebelumnya belajar fonik dan huruf depan. Mama punya impian dalam hati, Luigi bisa membaca dan menulis adalah karena Mama yang ngajarin, bukan dari guru di sekolah formal esok. Tahu gak kalo Mama pernah stress karena Luigi hingga penutup usia 3 tahun, Luigi ogah belajar huruf latin, huruf hijaiyah dan angka. Hehe. Pandemi tetap ada hikmahnya asal kita menyesapnya dalam.

Ini masa pandemi Covid-19, Nak
Akhirnya, kita nggak terlalu menderita didera Korona. Kita tahu ini nggak mudah, tapi yakin ada Allah sebagai tempat bergantung. Kita menjalani hidup abnormal hingga menjadi terlihat normal. Terima kasih Luigi sangat bersabar dan kooperatif untuk tetap bertahan di rumah. Ingatlah bawa tawa dan tangis dunia hanya sementara.

Esok saat kamu sudah besar, jadilah orang yang berpegang teguh pada kejujuran, tidak mengganggap remeh persoalan yang terlihat kecil, menjadi ‘butuhe wong liyo’ dengan menjadi ahli pada satu bidang, dan menjadi pejuang meski keadaan sulit. 


Dari Mama yang sayang Luigi setiap saat
Gresik, 6 Mei 2020

Tidak ada komentar