Hai Luigi,
anak Mama yang selalu ceria, kamu membaca tulisan ini kira-kira usia berapa ya?
Saat ini Luigi berumur 4 tahun 2 bulan, dan Alhamdulillah Ayah, Mama dan Luigi
dalam kondisi sehat. Mama mau berkirim surat untuk Luigi, karena Mama ingin
sekali cerita agak panjang. Awal tahun, masih ingat gak sih, kita berdua saling
menangis sambil motoran berdua, trus kita ke Ciputra World Mall.
Dalam kondisi
Surabaya yang mendung, kita berangkat menuju Kidzoona dan main dengan gembira.
Kita sempat makan ayam goreng, pempek, beli d crepes dan jajan lainnya di
foodcourt.
Pulangnya
kita kebanjiran di Jalan Mayjen Sungkono, dan untuk pertama kalinya Luigi
melihat dan merasakan banjir setinggi hampir se sadel motor Mama. Luigi hanya
memakai atasan jas ujan Mama, dan Alhamdulillah kita ditolong mas-mas baik hati.
Pada 23
Februari, dari Gresik Mama anter Luigi lomba balance bike di
Surabaya Town Square (SUTOS). Itu tepat 5 hari setelah Luigi ulang tahun yang
ke 4. Dan akhirnya setelah sekian lama Luigi gak sepedaan bareng temen-temen,
disana ketemu lagi deh.
Gak nyangka
bahwa juga ketemu mbak Kinan dan adek Laras. Rezeki Luigi, dikasih 1 dus donat
sama tante Ririn. Tapi yah, mungkin Luigi lupa bilang terima kasih sama tante.
Besok lagi harus bilang terima kasih ya, Nak.
Tanggal 1
Maret, kita bertiga bersama kakak Davin, ke car free day Taman Bungkul. Sempet
susah cari parkir, tapi akhirnya dapat juga. Adek sama kakak Davin beli jajan
gak penting haha, maen bubble, dan jalan-jalan.
Pulangnya
adek dan kakak beli celana kembaran. Meski nyampe rumah, Mama dimarahi sama
Ibuk karena belikan kakak celana yang rada cingkrang haha.
Seminggu
kemudian 7 Maret kita jalan-jalan ke alun-alun Lamongan, kita juga sempat
shalat Dhuhur di Masjid Namira. Trus tanggal 10 Maret kita ke Gressmall berdua.
Itulah kebiasaan kita Nak di kota yang minim hiburan ini, ngemall. Intinya kita
bergembira menjalani aktivitas di luar rumah, kapanpun kita mau jika sedang
bosan di rumah..
Hingga
akhirnya pemerintah menginstruksikan bahwa kita harus dirumah saja di 15 Maret
karena ada sebuah penyakit serius. Penyakit ini berasal dari kota cantik, Wuhan
dan menjangkiti banyak negara. Hingga masuk ke Indonesia dimulai dari dua orang
pertama yang diketahui positif dari sebuah Klub Dansa di Jakarta.
Lalu entah
bagaimana ceritanya menyebar ke kota, kabupaten dan provinsi lain di Indonesia.
Di Jawa Timur sendiri, hanya Sampang yang masih zona hijau. Apa kabar kota dan
kabupaten lainnya? Zona merah alias pasti ada penderita wabah meski hanya 1
orang.
Ini masa
pandemi Covid-19, Nak
Apakah Luigi
sudah tahu apa itu Covid-19? Mama sudah sering menjelaskan pada Luigi, namun
sering juga Luigi bertanya. Akhirnya Mama tulis disini, biar besok Luigi juga bisa baca. Penyakit
ini sangat infeksius Nak, alias mudah sekali untuk menular. Makanya bikin Mama
takut ☹
Baca
juga : Mengenalkan Covid-19 Pada Anak Usia Dini
Ini masa
pandemi Covid-19, Nak
World Health
Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia secara resmi mengumumkan
Covid-19 sebagai pandemi. Sudahkah Luigi tahu, apa itu pandemi? Pandemi itu
gampangnya suatu penyakit yang nyebar di berbagai lintas negara bahkan seluruh
dunia.
Hingga Mama
menulis (2 Mei 2020), virus ini telah menginfeksi 3,4 juta orang di dunia. Dari
jumlah yang sangat banyak itu, ada 239.602 orang yang akhirnya harus meninggal.
Bahkan negara
adidaya Amerika Serikat seakan tak berdaya melawan Covid-19 dengan mencatat
sebagai negara dengan menempati urutan nomer 1 kasus positif dan meninggal
dunia, disusul Italia dan Inggris.
Bagaimana
dengan di Indonesia? Pada 2 Mei sudah menjangkiti 11ribu orang. Apakah Luigi
sudah bisa membayangkan kengeriannya? Covid-19 memang bisa sembuh Nak, namun
mematikan.
Ini masa
pandemi Covid-19, Nak
Di masa awal
virus ada di Wuhan beberapa oknum pejabat publik sempat membuat hal ini sebagai
lelucon Nak. Diantaranya mereka bilang Korona gak bisa masuk Indonesia karena
perijinannya sulit lah, karena orang-orangnya kebanyakan nasi kucinglah, Korona
itu kecil, Korona (Komunitas Rondo Mempersona) lebih bahaya daripada Korona,
sampai lelucon berkedok rasa agamis -berkat doa Kiai dan Qunut, Korona
menyingkir dari Indonesia-.
Lelucon ini
ada hingga akhir Februari sebelum pemerintah mengumumkan pasien pertama dan
kedua Covid-19. Ssst rondo itu bahasa Jawa dari janda, orang yang gak
punya suami, kenapa juga mereka janda dibandingkan penyakit, hiks.
Ini masa
pandemi Covid-19, Nak
Butuh waktu 2
minggu setelah pasien pertama Covid-19 diumumkan, pemerintah menyarankan rakyat
untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Sempat masyarakat panik,
ketakutan jika akhirnya harus lockdown seperti negara lain.
Beberapa
percakapan di grup WA Mama, bahkan di supermarket orang-orang pada memborong
bahan pangan. Mama ikutan sedikit panik dengan membeli banyak frozen food.
Sejak mereka
tahu bahwa penularan Korona dari kontak fisik salah satunya berjabat tangan,
tetiba hand sanitizer menjadi langka. Di cari dimanapun kosong, jikalau ada
harganya selangit. Hingga pemerintah mengatakan bisa dengan jalan cuci tangan
dengan sabun.
Mama cari
sabun cuci tangan yang biasanya penuh di rak supermarket tetiba lenyap. Tak ada
satupun hand sanitizer maupun hand wash.
Apa kabar di
marketplace? Udah gak nalar harganya. Ketika pemerintah mengatakan pentingnya
menjaga imun atau kekuatan tubuh, sekoyong-konyong Vitamin C di apotek kosong.
Mama masih sempat dapat di Indomart dan Alfamart, namun kosong beberapa hari
kemudian, hingga hari ini.
Ini masa
pandemi Covid-19, Nak
Sebagai garda
terdepan dalam berperang menangani Covid-19, ternyata Indonesia benar-benar
gagap. Kita tidak siap alat perangnya. Iya, Mama bilang semua alat perang.
Bayangkanlah
Nak, musuh yang dihadapi ini tidak terlihat, namun Alat Pelindung Diri (APD)
terbatas. Akhirnya harga APD seperti hazmat dan masker menjadi langka, kalaupun
ada harganya bisa berkali-kali lipat.
Banyak tenaga
medis yang terpaksa menggunakan jas hujan untuk pelindung diri, bahkan kresek
sampah dibentuk sebagai baju sebagai perisai.
Pernah Mama
merasakan perjalanan Surabaya-Gresik tanpa hujan namun memakai jas hujan,
rasanya panas dan sesampainya di rumah tubuh basah kuyup keringat.
Apa kabar
tenaga medis seharian bekerja dengan menggunakan pelindung diri seperti itu?
tanpa bisa dengan mudah lepas pasang karena APD itu sekali pakai. Lha kalau mau
kebelet ke kamar mandi, mau makan, harus bagaimana mereka?
Menahankah?
Ah tak bisa
membayangkan -.-
Memakai APD benar-benar tidak mudah, cara memakainya tidak sembarangan,
memastikan tidak bisa ditembus droplet. Mereka juga memakai perisai APD
berlapis.
Mama bayangkan
rasanya pasti pengab, bahkan masih ditambah menggunakan masker berlapis dan
menggunakan face shield dan kacamata pelindung.
Mau ngomong
dan bernapas aja juga pasti susah. Kalo Mama pasti sudah sesak napas dan
pingsan :'( *hormat untuk para tenaga medis
Dimasa
seperti ini, banyak yang menyalah gunakan dengan menimbun APD, dijual dengan
harga tinggi. Sebagai asumsi, masker medis pada masa normal 1 box isi 50 lembar
seharga Rp.12-25ribu, dan masa gaduh dijual seharga Rp.500-850rb, ini termasuk
alat pengukur suhu tubuh atau termometer.
Termometer
digital infrared pada masa normal hanya kisaran Rp. 175-550rb, dan pada masa
panik dibandrol sampai dengan 7 juta. Ini info valid yang Mama dapat dari
sahabat Mama, seorang apoteker. *makasih infonya Prim
Hingga, satu
persatu dokter dan perawat berguguran menghadapNya. Salah satu sebabnya adalah
tertular pasiennya dan mereka tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang
memadai saat bertugas.
Sedih rasanya
mendengar kenyataan ini.
Butuh waktu
bertahun-tahun untuk mencetak seorang dokter baru, Nak. Hingga mereka siap
diterjunkan ke masyarakat.
Rasanya eman-eman jika mereka meninggal “hanya” karena tertular yang
disebabkan APD terbatas. Di dalam pesawat saja, jika terjadi kegawatan, maka
seseorang diharuskan melindungi diri dulu baru menyelamatkan orang lain (itu
ada loh dalam demo pramugari). Namun ini tidak terjadi dalam pandemi Covid-19.
Cerita tenaga
medis tak berhenti, karena cara penguburan jenazah pasien Covid-19 berbeda
dengan orang meninggal pada umumnya. Mereka dibungkus plastik hingga dipastikan
tidak ada cairan yang keluar dari tubuh.
Ada cerita
perawat yang ditolak dimakamkan di daerahnya karena ia meninggal terinveksi
Covid-19? Dikhawatirkan jenazah perawat bisa menularkan warga sekitar jika
dimakamkan disana. Padahal setiap penanganan orang meninggal karena Korona
harus menggunakan protokol kesehatan.
Dimana nurani?
Mereka bukan
orang jahat. Orang jahat saja nggak segitunya, seakan ditolak bumi. Hiks
Sudah hilangkah akal bahwa kita ini manusia?
Hari ini masa
pandemi Covid-19, Nak
Setiap hari,
kita di bombardir dengan berita Covid-19. Suara grup WA centrang-centring yang
dibuka ternyata info Korona, lihat TV isinya Korona, percakapan antara teman
juga Korona. Bahkan di pasar yang dibahas juga Korona.
Yang
menyeramkan adalah kadang berita yang disajikan adalah berita sedih, seperti
berapa yang meninggal, dan bagaimana kondisi tenaga medis.
Kita tak
perlu penasaran berapa yang terinfeksi, yang sembuh atau yang meninggal seperti
menanti skor pertandingan sepak bola.
Semakin
disuguhi berita Korona, semakin yakin bahwa Korona hanya berjarak beberapa
centimeter dari kita. Semakin pusing dan lelah. Semakit kalut dalam diri.
Apakah imun
akan juga turun? Tentu saja. Teman Mama curhat sempat psikosomatis, kepala dan
perut tetiba sakit setelah dengar berita Korona. Bahkan Ayahmu harus left
salah satu WA grup, karena ada yang setiap hari dan setiap saat menyuguhkan
berita Korona.
Hari ini masa
pandemi Covid-19, Nak
Sejak Korona
datang, gaya hidup masyarakat mulai berubah. Termasuk keluarga kita.
Sebentar, Mama akan lanjutkan pada halaman lain ya 😊, di Surat Kedua Buat Luigi
Surat ke - 2
Tidak ada komentar