Sebuah hall
besar tampak penuh oleh rombongan anak muda Surabaya. Pagi yang sejuk, ruang
depan kantor Gubernur Jawa Timur ramai oleh peserta blusukan yang
diadakan komunitas Love Suroboyo. Lebih dari 50 orang akan
mengunjungi bangunan cagar budaya yang dimiliki kota Surabaya.
Blusukan berasal dari bahasa Jawa yang artinya masuk ke
tempat tertentu untuk mengetahui sesuatu. Agenda hari itu adalah menelusuri
jejak-jejak kisah perjuangan dibalik peninggalan Belanda ini. Saya termasuk
datang terlebih dahulu, karena tak ingin tertinggal sedetik pun penjelasan tour
guide. Buat sebagian orang mungkin kegiatan blusukan terkesan jadul
alias kuno dan gak kekinian. Padahal, ada kenikmatan dalam setiap penjelajahan ke cagar budaya..
Untuk mengetahui
sejarah singkat gedung kantor Gubernur Jawa Timur ada monumen penanda yang
berisi kenapa bangunan yang dibangun tahun 1929 termasuk cagar budaya. Di
gedung ini presiden Soekarno berunding dengan Jenderal Hawthorn untuk
mendamaikan pertempuran Oktober 1945. Gubernur Soerjo tanggal 9 November 1945
jam 23.00 memutuskan menolak ultimatum Jenderal Mansergh sehingga terjadilah
pertempuran 10 November 1945. Sebuah pertempuran yang diceritakan dari generasi
ke generasi. Sejak kecil saya mendapat banyak cerita bahwa kota Surabaya punya
julukan Kota Pahlawan karena peristiwa besar itu.
Sejak acara blusukan, saya jadi ketagihan keluar
masuk cagar budaya Surabaya. Ternyata inilah minat saya sejak duduk di bangku
sekolah -
belajar sejarah. Bersama komunitas Love Suroboyo saya beberapa kali
berkesempatan mengunjungi cagar budaya lainnya, bahkan sebelum proses
revitalisasi seperti kawasan Kota Tua Surabaya. Ternyata, Surabaya kaya akan peninggalan masa lalu dan beberapa diantaranya menjadi cagar budaya. Berdasarkan
laman tutwuri.id, hingga bulan Agustus 2019 kota Surabaya memiliki 181 objek
yang sudah didaftarkan ke laman cagarbudaya.kemdikbud.go.id dan 101 objek sudah
terverifikasi. Sementara itu ada 76
objek penetapan dari SK Wali Kota Surabaya.
saya dan teman-teman dari komunitas Love Suroboyo mengunjungi kantor Gubernur Jawa Timur |
Pada tanggal 3-5
September 2019, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, mengadakan Kampanye
Pelestarian Cagar Budaya di Surabaya. Surabaya dipilih sebagai tuan rumah
kampanye Pelestarian Cagar Budaya karena merupakan kota yang memiliki cukup
banyak Cagar Budaya Nasional dan banyak objek yang diduga cagar budaya.
Sejarah Surabaya
sebagai Catatan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Jika diruntut
kebelakang, Surabaya memiliki banyak cagar budaya karena merupakan kota yang
tak lepas dari catatan perjuangan negara Indonesia. Hanya Surabaya kota di
Indonesia yang memiliki julukan sebagai kota Pahlawan. Identitas ini bukanlah
tanpa makna. Hampir setiap sudut kota menyimpan kisah heroik didalamnya.
Bagaimana pada
tanggal 28-30 Oktober arek-arek Suroboyo melawan pasukan Inggris. Puncaknya pada 10 November 1945 rakyat Surabaya
melawan kekuatan lebih kurang 24.000 pasukan Inggris. Sebuah kekuatan yang
tidak seimbang. Namun dengan semangat perlawanan, arek Suroboyo yang
hanya bersenjatakan bambu runcing harus melawan Inggris dengan persenjataan
lengkap.
Media-media
Inggris menyebut pertempuran 10 November sebagai “HELL” yang menggambarkan
ganasnya pertempuran. Hingga Brigjen Mallaby seorang jenderal Inggris terbunuh
dalam insiden di Jembatan Merah Surabaya. Tercatat lebih dari 30.000 orang
Surabaya gugur membela setiap jengkal tanah pertiwi. Untuk menghormati
perjuangan tersebut, setiap tanggal 10 November diperingati sebagai hari
pahlawan dan Surabaya disebut sebagai Kota Pahlawan.
Oleh karenanya
sisa-sisa masa penjajahan terlihat dari banyaknya bangunan kuno bersejarah di
Surabaya. Banyak bangunan kuno yang menjadi cagar budaya erat kaitannya dengan
peristiwa perjuangan. Sebut saja Hotel Yamato yang menjadi lokasi heroik
insiden pengibaran bendera merah putih biru – bendera Belanda (The Flag Incident) yang menimbulkan kemarahan
rakyat Surabaya. Hingga dirobek oleh beberapa pemuda Surabaya dan tersisa warna
merah dan putih.
aku memegang foto The Flag Incident yang dipasang di samping lobby hotel |
Didirikan oleh
Lukas Martin Sarkies tahun 1910 tempat ini sekarang bernama Hotel Majapahit.
Tetap beroperasi dan mempertahankan keaslian arsitektur bangunan untuk menjaga
nilai sejarahnya. Setiap tahun pemerintah Kota Surabaya memperingati hari
bersejarah itu dengan diadakan Teatrical Flag Incident (teatrikal
peristiwa perobekan bendera) setiap tanggal 19 September karena merupakan
bagian sejarah kota Surabaya.
Saya pernah
mengikuti Heritage Hotel Tour, Hotel Majapahit bersama kawan sesama
pecinta cagar budaya. Kami diajak berkeliling melihat setiap sudut bersejarah
dengan seorang tour guide profesional. Selama tour heritage itu, beberapa foto
tempo doeloe hitam putih dipasang di lokasi yang sama, sehingga kita
seakan berada di sebuah lorong waktu. Ikut terhanyut saat tour guide menceritakan
sejarah masa pasca kemerdekaan itu. Bahkan kami diantar ke lokasi perobekan
bendera di lantai 2.
Angin semilir sejuk dari jantung kota Surabaya turut menghanyutkan lamunan, betapa kisah itu sungguh heroik. Membayangkan pemuda Surabaya tidak takut mati untuk mempertahankan kemerdekaan. Saat ini Hotel Majapahit menjadi salah satu cagar budaya nasional SK Menteri nomor 021/M/2014.
Lokasi perobekan bendera dari depan lobby |
Angin semilir sejuk dari jantung kota Surabaya turut menghanyutkan lamunan, betapa kisah itu sungguh heroik. Membayangkan pemuda Surabaya tidak takut mati untuk mempertahankan kemerdekaan. Saat ini Hotel Majapahit menjadi salah satu cagar budaya nasional SK Menteri nomor 021/M/2014.
Bertandang ke beberapa cagar budaya Surabaya, saya semakin menyadari bahwa betapa nikmatnya
hidup zaman sekarang. Saya tidak perlu melakukan yang hal yang sama seperti
pendahulu kami. Kita hanya bisa action untuk memamerkan foto di media
sosial dengan latar cagar budaya yang eksotik. Bahkan mungkin menjadi penghamba
like belaka. Hanya sebatas ingin eksis.
lantai 2 Hotel Majapahit, dekat dengan lokasi perobekan bendera |
Ternyata akan
berbeda kondisinya ketika kita tahu sejarah dibalik cagar budaya yang ada. Saya
jadi ikut merinding dengan perjuangan para moyang. Dengan menjelajahi cagar
budaya, kita bisa belajar sejarah dengan cara yang asyik. Sejarah tidak lagi monoton menghafal tanggal, bulan dan
tahun, juga hanya melihat foto jadul. Namun sejarah akan bisa mengena
jika kita ikut melihat peninggalan yang ada dan merasakan setiap hikmah kisah
didalamnya. Efek sering bertandang cagar budaya, jadi semakin mencintai
kota Surabaya - tempat saya lahir dan dibesarkan.
Akhirnya saya punya
ide mengajak anak saya – Luigi (3 tahun) untuk mengikuti hobby saya, mengunjungi
cagar budaya. Di minggu yang sejuk, kami sengaja bangun lebih pagi untuk menjelajah
Tugu Pahlawan. Tugu Pahlawan adalah monumen yang dibuat perintah Republik Indonesia
atas keberanian arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan, baik
dari kekuasaan Jepang maupun Sekutu yang diboncengi Belanda dalam pertempuran
10 November 1945. Tugu Pahlawan juga dilengkapi dengan museum 10 November
dibawah tanah.
Bersama Luigi mengunjungi Tugu Pahlawan sebagai cagar budaya nasional. Dalam foto : Cak Gepeng dari komunitas Roodebrug Soerabaia |
Museum ini ada
bukan dibentuk kemarin sore. Sebagai museum tua, penataan barang tidak
membosankan. Dalam suasana tempo doeloe, membuat betah setiap pengunjung
yang datang. Apalagi terdengar sayup-sayup instrumen lagu Gugur Bunga. Disini
kita bisa mendengar suara Bung Tomo yang berkobar-kobar dalam memantik semangat
arek Suroboyo. Sungguh merinding membayangkan jika saya berada dalam
kondisi itu. Apakah saya akan menyerah mati, atau tetap berjuang dengan segenap
jiwa raga. Pilihan pejuang Surabaya saat itu hanya “Merdeka atau Mati”.
Selain mendapatkan
cerita sejarah, kami juga bisa melihat berbagai peninggalan pertempuran
Surabaya. Beberapa persenjataan arek Suroboyo seperti bambu runcing
masih disimpan. Bambu runcing merupakan senjata andalan yang digunakan untuk
melawan penjajah pada masa itu.
bambu runcing pejuang yang disimpan menjadi koleksi Museum 10 November Surabaya |
Pada area seluas
2,5 hektar, saya baru mengerti detail peristiwa yang terjadi di Surabaya
setelah proklamasi. Surat kabar dan radio menjadi media yang vital untuk
mengabarkan kemerdekaan. Meski para pimpinan Jepang berusaha mencegah
tersebarnya berita proklamasi, namun media massa tidak kekurangan akal. Mereka
menyebarkan proklamasi dengan cara penyamaran, yakni ditulis dengan bahasa Jawa
dan Madura agar sulit dimengerti Jepang.
Yang paling membuat
bulu kuduk merinding adalah makam pahlawan tak dikenal. Ah... mungkin mereka
tak dikenal dunia, namun di akhirat semoga namanya semakin harum. Tugu Pahlawan
tidak hanya menjadi kebanggaan warga Surabaya, namun juga rakyat Indonesia. Pantaslah
Tugu Pahlawan termasuk cagar budaya nasional SK Menteri nomor 022/M/2014.
Cagar budaya diatas
adalah contoh cagar budaya Indonesia yang menjadi jalan penghubung ke masa lalu
untuk menapaki masa depan sebuah bangsa.
Sehingga, mengapa
kita harus merawat cagar budaya?
Cagar budaya adalah identitas bangsa
Perjalanan bangsa Indonesia dapat dilihat dari peninggalan yang masih ada. Misalnya candi, prasasti, situs, persenjataan yang masih tersimpan di museum dan lainnya kita bisa tahu Indonesia kaya akan budaya dari
cagar budaya yang ada.
Dengan melihat berbagai peninggalan persenjataan tradisional jaman penjajahan, rakyat Surabaya bersatu padu untuk hidup merdeka. Identitas persatuan dan kesatuan menjadi kekuatan dahsyat yang mendorong mereka lepas dari belenggu penderitaan.
Dengan melihat berbagai peninggalan persenjataan tradisional jaman penjajahan, rakyat Surabaya bersatu padu untuk hidup merdeka. Identitas persatuan dan kesatuan menjadi kekuatan dahsyat yang mendorong mereka lepas dari belenggu penderitaan.
Cagar budaya menggambarkan identitas kota
Julukan kota
Pahlawan tentu tidak datang begitu saja. Dari kisah cagar budaya Tugu Pahlawan
misalnya, kita jadi tahu bahwa identitas kota Pahlawan adalah karena jasa arek
Suroboyo yang mengorbankan jiwa raga demi kemerdekaan. Generasi hari ini
menjadi tidak kabur terhadap nilai historis yang tersirat dalam cagar budaya.
Cagar budaya merupakan pereka ulang sejarah
Dari peninggalan cagar budaya yang masih ada, dapat
direkontruksi kisah di masa lampau.
Tanpa ada peninggalan yang bisa dijejaki, pengungkapan narasi sejarah akan sangat
sulit. Contohnya cerita Hotel Yamato, jika hotel itu diratakan dengan tanah
tentu generasi hari ini tak akan pernah tahu ada kisah The Flag Incident
yang menjadi bagian dari sejarah kota dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Cagar budaya sebagai Maha Karya yang Indah
Cagar budaya di
Surabaya -contohnya- lebih banyak berupa bangunan-bangunan kuno. Dengan ciri
khas arsitektur merupakan karya seni yang sangat indah dari setiap
perancangnya. Kita bisa mempelajari sejarah dari maha karya Belanda, saat merancang
dan membangun berbagai bangunan eksotik di Surabaya.
arsitektur Hotel Yamato, yang sekarang menjadi Hotel Majapahit Surabaya |
Cagar budaya memiliki umur yang sudah puluhan
tahun, bahkan lebih
Cagar budaya rentan oleh kerusakan karena faktor alam. Seringnya terkena
hujan dan sinar matahari, membuat cagar budaya mudah rapuh. Oleh karenanya perlu dirawat agar tetap lestari.
Mengetahui nilai yang dianut pada masa itu
Sebuah cerita dari
cagar budaya bukan romantisme sejarah belaka, namun ada sisi lain yang juga
penting. Kita bisa mengetahui nilai-nilai apa yang dijadikan pedoman masyarakat
saat itu. Seperti kisah heroik The Flag Incident yang mengandung nilai kejuangan
dan kepahlawanan. Setiap jengkal cagar budaya di Surabaya, banyak yang menjadi
bagian dari sejarah perjuangan pertempuran 10 November.
Mengutip tulisan
David Wehl dalam bukunya yang berjudul The Birth of Indonesia dan
disadur oleh Ady Setyawan, mengatakan : “fanatisme dan kemarahan rakyat
Surabaya tidak pernah dihadapi lagi dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya.
Tiada lagi pertempuran yang dapat disejajarkan dengan peristiwa di Surabaya
baik dalam hal keberanian, keteguhan dan ketabahannya”.
Ketiga nilai
inilah yang menjadi pembakar semangat arek Suroboyo dalam melawan penjajah. Keberanian,
keteguhan dan ketabahan pahlawan Surabaya semata-mata karena cinta tanah air.
Lalu, Bagaimana Konstribusi
Masyarakat untuk Merawat Cagar Budaya Indonesia?
Pemerintah kota
dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tidak bisa sendirian dalam upaya merawat
cagar budaya. Butuh dukungan semua pihak, terutama masyarakat umum. Beberapa ide
konstribusi yang bisa kita lakukan diantaranya :
Turut berpartisipasi mendaftarkan benda yang
diduga cagar budaya.
Saya belajar dari
salah satu komunitas pegiat sejarah, Roodegrug Soerabaia yang melakukan
penelitian tentang Benteng Kedung Cowek. Mereka mengajukan Benteng Kedung Cowek
sebagai salah satu cagar budaya Surabaya. Akhirnya dilakukan diskusi oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya dan pengecekan kondisi lapangan karena penetapan cagar budaya butuh pertanggung jawaban akademik.
sejarah Benteng Kedung Cowek yang saya foto dari Museum 10 November |
Kini, warga
Surabaya sedang menanti penetapan Benteng Kedung Cowek sebagai cagar budaya
Surabaya. Dulu saat kesana, Benteng Kedung Cowek kondisinya menakutkan karena banyak
vegetasi liar menutupi benteng. Sekarang sebagian tanaman liar dibersihkan.
Ternyata peran masyarakat
juga penting dalam upaya pendaftaran cagar budaya daerahnya. Karena pelestarian cagar budaya diawali oleh
proses pendaftaran sebelum upaya
penetapan cagar budaya.
Benteng Kedung Cowek Surabaya. Difoto oleh : Rachmad Juliantono |
Mengunjungi cagar budaya, minimal yang terdekat
di daerahmu
Dengan mengunjungi
cagar budaya, kita mendapat ilmu pengetahuan dan pengalaman yang baru. Dengan
mengunjungi cagar budaya, biaya retribusi bisa digunakan untuk merawat cagar
budaya yang ada. Tak perlu menginap di hotel bintang lima sekelas Hotel
Majapahit Surabaya hanya untuk merasakan sensasi sejarahnya. Cukup membayar
Rp.85.000 kita sudah diajak heritage tour setiap sudut bangunan.
Bagaimana jika
tidak punya uang? Masih banyak cagar budaya yang gratis alias tanpa
mengeluarkan uang sepeserpun. Salah satunya rumah guru para pendiri bangsa,
Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto yang merupakan ketua organisasi pergerakan
terbesar di Hindia Belanda.
Rumah di jalan Peneleh VII Surabaya ini menjadi salah satu cagar budaya nasional dengan SK Menteri No 189/M/2017. Saat ini kediaman Tjokroaminoto menjadi museum yang bisa dikunjungi kapan saja tanpa biaya. Kita bisa melihat peninggalan Tjokroaminoto yang masih ada. Disediakan pula tour guide profesional yang akan menjawab segala keingintahuan kita tentang guru presiden Soekarno ini.
Rumah di jalan Peneleh VII Surabaya ini menjadi salah satu cagar budaya nasional dengan SK Menteri No 189/M/2017. Saat ini kediaman Tjokroaminoto menjadi museum yang bisa dikunjungi kapan saja tanpa biaya. Kita bisa melihat peninggalan Tjokroaminoto yang masih ada. Disediakan pula tour guide profesional yang akan menjawab segala keingintahuan kita tentang guru presiden Soekarno ini.
Melindungi dengan 2 cara :
Tidak
menjualnya
Surabaya pernah memiliki
Bangunan Cagar Budaya (BCB) di Jalan Mawar 10-12. Ditempat itulah rumah radio
perjuangan Bung Tomo membakar semangat arek Suroboyo. Suara Bung Tomo
menggetarkan siapapun yang mendengarnya sehingga pilihannya hanya Merdeka atau
Mati. Namun, bangunan bersejarah ini pernah musnah, rata dengan tanah.
Dalam sejarahnya
Surabaya juga memiliki Rumah Sakit Simpang. Di buku Surabaya Di Mana Kau
Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu, Ady Setyawan menulis ketika Pertempuran
Surabaya meletus, Rumah Sakit Simpang adalah salah satu rumah sakit utama yang
menampung para korban pertempuran.
Replika kondisi Rumah Sakit Simpang pernah saya lihat di museum 10 November. Pada replika ini digambarkan bagaimana korban pertempuran ditandu penuh simbah darah. Kini Rumah Sakit Simpang sebagai bangunan sejarah juga musnah dan telah beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan.
Replika kondisi Rumah Sakit Simpang pernah saya lihat di museum 10 November. Pada replika ini digambarkan bagaimana korban pertempuran ditandu penuh simbah darah. Kini Rumah Sakit Simpang sebagai bangunan sejarah juga musnah dan telah beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan.
Sungguh hal ini
sangat disayangkan, bangunan bersejarah akhirnya kalah dengan derap pembangunan
kota. Padahal semua bisa terintegrasi asal dilakukan dialog antara pemilik bangunan
dan pemangku kebijakan. Sehingga ada konsep tata ruang kota modern tanpa
mengorbankan cagar budaya.
replika Rumah Sakit Simpang di Museum 10 November Surabaya |
Tidak melakukan
vandalisme
Cagar budaya
adalah hal yang unik dan bisa jadi tidak akan ada lagi gantinya. Sehingga
penting buat kita untuk tidak melakukan pengrusakan dan pencoretan agar terjaga
nilai sejarahnya.
Mendokumentasikan dan Menuliskannya
Kecintaan saya akan cagar budaya membuat saya suka mendokumentasikan
perjalanan melalui blog ini. Pikiran saya sederhana saja, esok bisa dibaca anak saya
(Luigi). Di zaman serba digital seperti sekarang, mudah sekali jika
mendokumentasikan berbagai cagar budaya yang telah dikunjungi. Tak lupa saya
menuliskan apa saja hal penting penjelasan dari tour guide. Esok, tak selamanya saya hidup di dunia. Namun dengan dokumentasi foto dan cerita pada saat itu,
akan menjadi warisan untuk anak cucu.
Mengajak
Setelah mendapat
pengalaman baru dengan mengunjungi cagar budaya Indonesia, kita bisa mengajak orang
lain. Tidak hanya mengajak komunitas sejarah dan budaya, namun masyarakat umum. Dimulai dari mengajak
keluarga menjadikan cagar budaya sebagai tujuan wisata, kemudian meningkat
mengajak teman-teman. Kita ceritakan nikmatnya menjelajah cagar budaya dan
manfaat apa yang telah didapatkan.
Saya saat mendampingi Forum Anak Surabaya (FAS) menjelajah Tugu Pahlawan Surabaya |
Mempromosikan
Menghargai jasa
pahlawan tak perlu lagi dengan ikut mengangkat bambu runcing untuk melawan
penjajah. Setelah mengajak orang lain, kita bisa mempromosikan cagar budaya
Indonesia melalui narasi ataupun foto di media sosial.
Mengutip kalimat
dari Neil Armstrong saat menjejakkan kaki di Bulan
“that’s one small step for (a) man, one giant leap
for mankind.” yang artinya “..
satu langkah kecil yang dilakukan oleh seseorang tapi lompatan besar bagi umat
manusia.”
Derap pembangunan
kota tak bisa dihindari, pengembangan kota dan insfrastruktur modern adalah
keniscayaan. Namun cagar budaya adalah identitas sebuah bangsa dan jejak
peradaban. Siapa lagi yang akan merawat cagar budaya Indonesia jika bukan kita.
Kunjungilah cagar
budaya Indonesia, minimal di tempat tinggalmu, agar kau mengenali kotamu.
Dengan mengenali kotamu, kamu akan mencintai negerimu. Berkontribusilah dalam
merawatnya agar kelak anak cucu kita masih bisa melihat peninggalan nenek
moyangnya yang hebat. Karena sekecil apapun yang kita dedikasikan kepada cagar
budaya, pasti akan bermanfaat untuk generasi berikutnya.
Sudahkah kamu mengunjungi
cagar budaya didaerahmu? Jika sudah, share pengalaman yang berkesan di kolom komentar dan ikuti juga
kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia : Rawat atau Musnah!
Yuk ikut merawat cagar budaya agar lestari !!!
#CagarBudayaIndonesia
#KemendikbudxIIDN
Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia : Rawat atau Musnah! #CagarBudayaIndonesia #KemendikbudxIIDN. Semua foto yang digunakan adalah milik penulis dan foto pada sampul adalah foto pribadi yang diedit menggunakan Canva.
Referensi buku :
Aminuddin, Kasdi. 2009. Profil Cagar Budaya Surabaya
2009. Surabaya : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya
Setyawan, Ady. Marjolein van Pagee. 2018. Surabaya Di Mana
Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu?. Yogyakarta : Matapadi Presindo
Surabaya Kota
Pahlawan, Ide Indonesia,
edisi 05, Juni 2012
Referensi daring :
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/kampanye-pelestarian-cagar-budaya-di-surabaya/ diakses 18 November 2019
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/pemerintah-ajak-daftarkan-cagar-budaya/ diakses 18 November 2019
http://www.tutwuri.id/2019/09/04/kemendikbud-surabaya-salah-satu-kota-yang-miliki-banyak-cagar-budaya/ diakses 18 November 2019
https://surabaya.liputan6.com/read/4071069/menanti-benteng-kedung-cowek-jadi-cagar-budaya-di-surabaya diakses 18 November 2019
Luar biasa KOta Surabaya dalam merawat cagar budaya setempat. Pemkotnya kreatif sehingga situs atau benda bernilai budaya tetap lestari hingga kini. Namun tetap perlu partisipasi masyarakat ya agar warisan budaya itu bisa dinikmati hingga generasi-generasi terdahulu. Apalagi anak-anak millenial dan genersi Z, mesti terlibat aktif nih. Moga cagar budaya di Indonesia tetap terjaga dengan kepedulian warganya.
BalasHapusIyak, betuullll Mas.
HapusPemkotnya kreatif, inovatif, semangaaatt, tapi kalo warganya ogah ngerawat cagar budaya, yaaaa sama juga bo'ong :D
@rudi G. Aswan : banyak cagar budaya yang dirawat bahkan gratis mas hihi. Ayuklah kalo ke Surabaya, jalan-jalan ke cagar budaya. :D entar aku kasih tahu, cagar budaya mana aja yang asyik bawa keluarga
Hapus@nurul Rahma : Semoga warga Surabaya ikutan merawat cagar budaya ya mba, agar tetap lestari dan nilai sejarahnya tidak hilang
Aku cuma punya foto tugu pahlawan. Padahal banyak bangunan cagar budaya di Surabaya. Apalagi ketika lewat kota tuanya, pengen berhenti sejenak dan menikmati bangunan-bangunan kuno.
BalasHapuskalo ke kota Tua, parkir di Jembatan Merah Plaza (JMP) atau di Taman Sejarah aja mba hihi :) banyak bangunan cagar budaya eksotik di daerah kota Tua mulai Jalan Panggung, Kembang Jepun, Jalan Gula sampai Jalan Karet :)
Hapus