Kecintaan
dunia tulis menulis membuat aku pernah bermimpi memiliki buku. Tahun 2018
sungguh tahun yang penuh energi menjadikan target 1 buku solo harus tercapai
hingga totalitas membuat outline dan menabung draft tulisan. Semangat sungguh
menggebu karena aku punya alasan kuat mengapa harus menuliskannya.
Namun karena
sesuatu hal, akhirnya kukubur mimpi itu. Aku merasa jalan itu kian kabur dan
hilang dari pandangan. Sungguh, sebuah peristiwa disaat lalu, sangat membekas
untukku. Rasanya tak ada harapan lagi menulis buku yang aku impikan sejak lama
itu. Ah, ketika kubuka lagi buku yang memuat catatan ide-ide, ada rasa haru.
Lalu menengok ke dalam diri, kemana Septi yang dulu?
Hingga
berseliweran informasi mengenai Kopdar IIDN yang membahas mengenai penulisan
buku. “Buat apa aku ikut, toh aku tak lagi memiliki target menulis buku lagi”
aku merutuki diri. Apalagi posisiku di Gresik, acaranya di Surabaya. “apa
salahnya sih sekedar kopdar, bertemu teman-teman yang selama ini cuma dibaca
tulisannya di media online” sahut self talk yang lain. Ketika kucoba sampaikan
kepada pak suami, dijawabnya “sama Luigi saja dirumah, ketemuan kayak gitu
masih bisa kapan-kapan”. Tak seketika aku iyakan jawaban suami “bukankah sama
Luigi bisa kapan-kapan, kopdar seperti ini belum tentu ada moment lagi”
gumamku dalam hati.
Singkat
cerita suami mendukung dengan mencarikan taxi daring di minggu pagi dari
Gresik ke Surabaya. Sesampainya Surabaya aku menitipkan Luigi dirumah Ibuk.
Main sebentar, lalu kupesan ojek daring menuju lokasi acara. Tahu gak,
aku daftar ke panitia ketika menunggu ojek daring mengantarku ke AJBS. Iya,
sebelum nyampe lokasi malah baru mendaftar.
Alhamdulillah
kedatanganku tepat saat pemateri menyampaikan materi pertama. Adalah
Fuatuttaqwiyah El-adiba atau yang akrab disapa mba Fu memaparkan materi
Mengawal Naskah dari Awal sampai Akhir. Ternyata menulis buku itu prosesnya
panjang teman-teman. Ada pra menulis, mulai menulis, hingga apa yang harus
dilakukan selesai menulis.
Pra menulis gak sekedar memilih tema, mikirin ide, atau membuat coretan draft kasar, dan membuat outline. Namun ada langkah yang penting yakni riset. Penulis sekelas Dee Lestari pernah 3 bulan ke Gunung Lawu hanya untuk riset salah satu novelnya. Bahkan ada penulis yang diceritakan mba Fu, melakukan riset hingga 9 tahun dan proses menulis 3 bulan.
Pra menulis gak sekedar memilih tema, mikirin ide, atau membuat coretan draft kasar, dan membuat outline. Namun ada langkah yang penting yakni riset. Penulis sekelas Dee Lestari pernah 3 bulan ke Gunung Lawu hanya untuk riset salah satu novelnya. Bahkan ada penulis yang diceritakan mba Fu, melakukan riset hingga 9 tahun dan proses menulis 3 bulan.
mba Fu menyampaikan proses penulisan buku |
Semua
tulisan mba Fu juga basicnya adalah riset meski itu tulisan fiksi. Fiksi tidak
hanya menggunakan imajinasi saja, namun tetap menggunakan riset. Pernah mba Fu
berjam-jam mengamati Mangrove di Surabaya untuk proses menulis cerita Puzzle
Heart. Apakah riset itu ribet? Enggak dong. Tergantung tema tulisannya apa.
Jika mengenai parenting, maka kita bisa riset observasi dari anak kita sendiri.
Untuk
proses menulis, founder Nderes Literasi ini mengingatkan kami untuk membuat
target harian dalam menulis. “luangkan waktu untuk menulis minimal 30 menit
setiap hari” ujarnya. Bahkan ia menulis dimanapun, di sebuah kertas oret-oretan
lalu ia kembangkan saat sudah didepan laptop.
Bagaimana
jika saat menulis ada ide lain berseliweran di otak? Tulis saja !!! namun di
halaman lain. Jangan biarkan ide hilang begitu saja. Lalu menulislah dengan menyesuaikan jam tidur anak,
dan ijinlah kepada pasangan untuk membiarkan kita menulis pada jam tertentu.
Kesepakatan ini penting agar tak tiba-tiba disuruh masak saat asyik menulis.
Ide buyar deh.
Satu lagi,
jangan pernah menulis sambil diedit. Apalagi menulis sambil ngintip KBBI haha
(aku banget ini). Udah deh, nulis ya nulis aja. Susah dong nulis itu? mba Fu
menuturkan “nulis itu gak perlu yang susah-susah. Kejadian dari bangun pagi
hingga tidur lagi bisa dimanfaatkan menjadi bahan tulisan” ujarnya lagi.
Setelah
proses menulis selesai barulah kita lakukan self editing. Endapkan
tulisan minimal semalam. Setelah selesai menulis, lengkapi dengan persyaratan
naskah misalnya biodata penulis. Untuk biodata penulis jangan terlalu banyak bercerita.
Minimal 50 kata jika itu buku antologi, atau maksimal 100 kata.
Mba Fu
juga memberi penutup dengan memberi semangat bahwa masa depan menulis buku
cetak masih bagus. Sehingga jangan khawatir dengan adanya ebook, karena bagaimanapun
buku cetak tetap akan diminati.
Materi
selanjutnya datang dari Ketua Umum IIDN, dialah Widyanti Yuliandari seorang
penulis buku, bloger dan banyak lagi status yang disandangnya. Sejujurnya,
ingin bertemu mba Wid-lah yang memotivasiku untuk hadir dalam kopdar ini. Tahu
gak karena apa? Karena aku selalu mengamati tiap status di Facebook maupun
Instagram. Berfikir sebelum menulis (bahkan status receh) itulah kesanku
padanya didunia maya. Sehingga dikepalaku, tentulah nih orang pastilah serius
pembawaannya.
mba Wid yang ternyata kalem dan gaya bertuturnya sangat asyik |
Menggunakan
celana jins dan kaos dengan jilbab yang dikalungkan di leher, ia tampil
sederhana namun sangat memikat sejak kalimat pertama yang keluar dari mulutnya.
“Setelah kita tahu gambaran menulis buku, saya akan menjelaskan singkat
mengenai personal branding penulis dan promosi buku”. Ia menuturkan alasan tema
ini dibahas “Saya suka geregeran dengan mereka, ibarat sudah mengandung berat,
lalu setelah bayi lahir dibiarkan begitu saja” ujarnya.
Menurut mba
Wid -begitu ia disapa- semua orang butuh personal branding. Mungkin
sebagian curiga dengan istilah personal branding karena dirasa seperti
pencitraan. Padahal bukan seperti itu. Personal branding bukan mengada-adakan. Penjenamaan
diri (bahasa Indonesia personal branding) adalah kita mengambil sisi
mana dari kita yang ingin diketahui oleh orang lain. Tak perlu semua dalam diri
kita diketahui orang.
Sebelumnya
tentukan tujuannya terlebih dahulu, kita ingin dikenal sebagai apa dan siapa?
Jangan karena mengejar yang kekinian lalu kita dibuat bingung sebenarnya kita
ingin dikenal sebagai siapa?
Lakukan
dengan natural dan penuh kewajaran. Maksudnya berilah manfaat pada tulisan yang
kita bagi di media sosial. Lalu lakukan dengan konsisten. Jangan menyerah hanya
karena like sedikit, bahkan karena tidak ada yang komentar. Mba Wid
mencontohkan dirinya yang baru dikenal sebagai seorang bloger tahun 2016,
padahal ia blogging sejak 2008. Artinya apa? Personal branding membutuhkan
proses dan usaha yang konsisten.
ketua umum IIDN yang punya banyak mimpi untuk penulis perempuan Indonesia |
Tip ala
mba Wid dalam memanfaatkan media sosial untuk membangun personal branding.
Gunakan
nama yang sama
Kita
diuntungkan dengan era media sosial hari ini, sangat mudah membuat orang
mengenal kita. Namun ada hal yang cukup menggangu mba Wid ketika terbiasa
melakukan aktivitas secara daring, beberapa orang tidak konsisten dalam
menggunakan nama. Gunakan nama yang sama dalam semua media sosial kita, jangan
menggunakan kata alay. Nama penapun seragamkan, dan menggunakan profile
picture yang jelas.
Positif
Jika
berbicara sebagai bloger, ASN Bondowoso ini sangat menghindari bloger yang suka
nyinyir, nyindir, misal invoice telat langsung koar-koar.
Alasannya sederhana, mba Wid ngebayangin jika ia melakukan kesalahan yang sama,
mba Wid gak kuat mental untuk dibegitukan. Beliau sangat hari-hati dengan
konten, apalagi yang sedang viral. Ia berusaha tidak ikut-ikutan apalagi ranah yang
ia tidak dikuasai, ia tak akan ikut berkomentar. Apakah tidak boleh mengomentari
konten viral? “Boleh jika konten viral sejalan dengan branding kita, hanya
sekedar memanfaatkan moment, sesuai ranah dan branding kita” jawabnya.
Bangun
konten yang Asyik
Berinteraksilah
yang wajar dalam konten yang kita buat. Menggunakan standart kepantasan dan
kewajaran. Dan gunakan tagar yang relevan.
akhirnya bertemu mba Nur Rohma, bloger Tuban - selama ini hanya bersapa online |
Lalu
siapa berkewajiban berkewajiban mensukseskan penjualan buku kita?
“Buku itu
isi kepala kita, buku adalah apa yang pengen saya share ke dunia, sehingga
bukan editor atau penerbit yang bertanggung jawab dengan buku kita. Melainkan
kita sendiri” begitu mba Wid menekankan. Penulis buku Food Combining ini
menuturkan masih sering menemui penulis pemula yang merasa malu untuk promosi dengan bukunya sendiri. Apalagi
masih karya pertama, perasaan bangga bercampur dengan khawatir karena masih
awal. Padahal dulu, di tahun 2015 mba Wid pernah mengalami hujatan bahkan dari
tokoh nasional mengenai buku pertamanya.
Namun ibu
dua anak ini menyadari bahwa inilah resiko yang harus dihadapi. Apalagi kita
ada tantangan budaya membully, men-judge, bahkan tidak suka
melihat orang lain maju. Sehingga pesannya, jika kita sudah menerbitkan buku,
maka kita harus selesai dengan diri sendiri. “tidak apa-apa dihujat, namun tanamkan
dalam diri bahwa saya ini pembelajar” pesannya.
Tidak ada
karya sempurna. Segala sesuatu berkembang termasuk kita sebagai penulis. Maka
teruslah menjadi pembelajar. “Saya percaya kalo temen saya baik, dia akan
bahagia dengan pencapaian saya.” begitu ketua umum IIDN ini menambahkan.
Tugas penulis
bukan hanya menulis. Setelah menulis hanya duduk manis menunggu royalti.
Penulis juga punya tanggung jawab terhadap penjualan bukunya. Mba Wid
mencontohkan panduan dalam mengawal promosi buku-bukunya untuk penjualan yang
baik. Ia bahkan suka koar-koar terlebih dahulu sebelum bukunya lahir, termasuk
ketika masih terpikir judulnya saja. Misalnya dengan tagar #sehat ala mba Wid
atau #emak cumlaude. Dengan cara itulah ia meneguhkan cita-cita menjadi seorang
penulis, dan agar niat itu ada yang mengawal, dan mengamini.
Mendengar mba
Wid menyampaikan materi ini, semakin yakin jika segala sesuatu yang dibangun
dengan kewajaran dan kepantasan akan berbuah baik. Dan baru menyadari bahwa
buku isi otak kita. Maka pahami valuenya agar bersemangat dalam setiap
prosesnya. Ah jleb banget ini.
mba Evi Sri Rezeki yang energik dan tekun dalam meraih mimpinya |
Terakhir
ada bintang tamu spesial. Adalah Evi Sri Rezeki yang sharing mengenai proses
kreatif novel yang sedang digarapnya. Mba Evi merupakan bloger dan penulis buku
teenlit yang sekarang mengawal novel sejarah. Proses buku ini sangat berliku,
hingga membutuhkan waktu selama 6 tahun untuk riset dan menulis. Iya enam
tahun, guys. Kamu gak salah baca. Adalah Babad Kopi Parahyangan judul novel
yang pengerjaannya panjang dan berliku.
Ia
bercerita sebagai independen, tanpa surat tugas, riset dari satu lahan kopi
satu ke yang lain. Namun ia tak pernah lelah dan berhenti pada setiap
prosesnya. Ia berharap bahwa suatu saat novel yang bercerita tentang kopi ini
bisa sampai valuenya kepada pembaca, bagaimana setiap seteguk kopi itu ada
cerita sejarah yang memikat peminumnya.
Saat mba
Evi bercerita keteguhannya, aku jadi mengingat lagi naskah yang (dulu) pernah
kugarap dan kulupakan. Harapanku kembali menyala. Ternyata proses adalah kunci.
Dan jatuh bangun dalam berproses adalah hal yang biasa dalam menulis.
peserta kopdar yang hadir dan sempat terfoto, sebagian pulang duluan dan sedang shalat |
Akhirnya
kuakhiri tulisan ini dengan semakin menyesap rindu akan menulis buku. Kisah
sakitku dulu, tak boleh menghentikan langkahku. Setelah ini akan kucari lagi
kepingan hati yang patah, kubalut segala luka, kupasang lagi puzzle yang
berhamburan, dan kumulai lagi semangat baru dengan kembali menari diatas tuts
keyboard usang. Kembali menulis!!!
Ah rasanya
haru ketika kucoba mengikat hikmah dari acara ini. Terimakasih mba Fu, mba Wid,
mba Evi, tim IIDN Jatim yang menyelenggarakan acara, semoga menjadi pahala
jariyah ya mba. Juga terimakasih kepada semua teman-teman IIDN dari berbagai
wilayah Jawa Timur yang hadir. Senang sekali akhirnya bertemu mba Dian lagi
(setelah kita sekamar selama di Jakarta :D), mba Nur Rohma, mba Maya, mba Nike
dan semuanya.
Yuk mulai
menulis (lagi) !!!
#kopdarIIDNJatim
@ibuibudoyannulis
#kopdarIIDNJatim
@ibuibudoyannulis
Setiap karya ada waktunya. Nggak apa-apa tersimpan lama. Kita bergerak dalam waktu kita sendiri. Semangat :)
BalasHapusTerima kasih tulisannya, Mbak :)
Apik ulasannya, lengkap..
BalasHapusYuk semangat nulis buku say,,,
Eh antologi yg itu mw g kita garap brg promonya, hehe
Ditulis lengkap ini.
BalasHapusYuk,saling support untuk menulis.
Jangankan buku, menulis artikel di blog aja kadang membutuhkan waktu yang tak singkat ya mbak. Demi tulisan yang berkualitas tentunya, setidaknya asyik dibaca.
BalasHapusMbak Evi ini kalo nggak salah pernah menang cerpen dengan tema kopi-kopi gitu juga ya *cmiiw*
Sedihhh, kemaren saya udah liat info kopdar ini sejak sebulan sebelumnya kalau nggak salah, tapi karena sekarang udah sulit cari waktu ngevent, jadinya maju mundur terus mau daftar.
BalasHapusTapi keren ih dirimu, akhirnya datang juga meski daftarnya di tempat hahaha.
Nyesal juga diriku liat ini, padahal ilmunya mantap nih