Sejak
kecil saya suka dengan aktivitas membaca buku. Seorang guru SD pernah
mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Meski dirumah merasa kurang bacaan,
saya melepaskan dahaga membaca dengan mendekati tetangga yang memiliki banyak koleksi
buku. Bahkan buku yang dilengkapi gambar, saya tulis kembali dan
gambar saya salin melalui kertas karbon hitam. Betapa antusiasnya saya terhadap buku sejak
dulu. Dan bersemangat menulisnya kembali untuk memudahkan saya mengingat isi
bacaan
Tidak
hanya itu, saya banyak meminjam buku di perpustakaan sekolah. Saya melakukan
dialektika untuk bisa memahami buku yang saya baca dengan mengajarkan pada
boneka-boneka yang saya punya. Ibarat guru, boneka itulah muridnya. Menurut
saya dengan mengucapkan kembali apa yang saya baca, saya bisa memahami apa isi
buku tersebut. Dan kebiasaan itu saya lakukan sampai hari ini. Jika dalam kondisi
sepi saya akan mengucapkan nyaring bacaan saya.
Setelah
melahirkan, saya tentu ingin Luigi (3 tahun) memiliki kesukaan yang sama.
Membaca buku. Karena dengan membaca akan banyak pengetahuan dan wawasan yang
didapat. Apalagi saat ini makin mudah menemukan tulisan yang mengandung unsur hoax, sehingga membuat orang gagal paham. Kenapa ini bisa terjadi?
Karena kemampuan literasi yang rendah. Yakni kurangnya kemampuan memahami apa
yang dibaca.
Padahal seingat
saya dulu saat pembelajaran di sekolah, anak-anak akan menemui soal sebuah
paragraf, dan kita disuruh menjawab, apa paragraf utamanya? Atau apa pikiran
utama dari paragraf tersebut? Dan soal lainnya yang berhubungan dengan
pemahaman bacaan. Sehingga penting sekali memiliki kemampuan literasi yang
baik.
Lalu bagaimana
cara mengajarkan anak saya memahami apa yang ditulis dan dibaca, sementara
usianya saat itu masih bayi? Cara yang saya lakukan pertama adalah dengan mengakrabkan
anak pada buku sebagai benda seperti tulisan Sahabat Keluarga ini. Saya
memulainya dengan buku bantal, boardbook,
pop up, hingga sekarang Luigi bisa membolak-balik halaman demi halaman buku
berbahan kertas tipis.
Sejak Luigi
bayi saya mulai membacakan buku. Saya percaya bahwa buku menjadi media komunikasi
saya dengan Luigi yang belum bisa bicara. Bahkan saya membacanya dengan nyaring
diiringi intonasi dan mimik muka yang hangat. Berharap apa saya sampaikan dari
hati, akan sampai juga ke pikiran dan perasaan Luigi.
Sekarang
Luigi usianya 3 tahun, sudah mulai meledak kata-kata yang diucapkan. Dan mulai
bertanya “apa dan mengapa”. Misalnya “suara
apa itu Ma?” “mengapa listrik dirumah mati?” “mengapa jalannya diperbaiki?”
“mengapa harus menggunakan beton” dan lainnya.
Maka cara
yang kedua adalah dengan membiasakan berbincang dengannya. Membiasakan berbincang
selain membangun kelekatan hubungan dengan Luigi, saya juga dapat mengajarkan
aktivitas pra membaca. Aktivitas pra membaca adalah kegiatan yang dilakukan
sebelum anak-anak diajarkan membaca. Banyak hal yang kita jadikan tema berbincang atau “ngobrol” dalam aktivitas pra
membaca, misalnya
1.
Berbincang
tentang simbol yang kita temui di jalan
Di jalan raya banyak ditemui simbol misalnya tanda S dicoret atau P
dicoret. Dulu Luigi selalu bertanya “gambar
apa itu Ma?” Saya jawab itu huruf P. Huruf P yang dicoret artinya dilarang parkir
disekitar lokasi itu. Atau saat bertanya S dicoret, saya akan jelaskan bahwa
itu huruf S, dan huruf S yang dicoret artinya dilarang berhenti.
Ternyata setelah itu tidak hanya P dan S yang dicoret menjadi bahan “obrolan”. Namun simbol helm, jaket, masker di pintu kaca mini market membuat saya harus menunda masuk beberapa menit hanya untuk menjawab apa maksud gambar tersebut. Seperti mengapa tidak boleh memakai helm, jaket dan masker di dalam. Jika kurang jelas, ia akan menanyakan lagi. Maka dirumah sering saya ulang obrolan “tadi Luigi di minimarket lihat gambar apa di pintu kaca?” berikutnya ia akan bercerita dan mengulang dari penjelasan saya.
Ternyata setelah itu tidak hanya P dan S yang dicoret menjadi bahan “obrolan”. Namun simbol helm, jaket, masker di pintu kaca mini market membuat saya harus menunda masuk beberapa menit hanya untuk menjawab apa maksud gambar tersebut. Seperti mengapa tidak boleh memakai helm, jaket dan masker di dalam. Jika kurang jelas, ia akan menanyakan lagi. Maka dirumah sering saya ulang obrolan “tadi Luigi di minimarket lihat gambar apa di pintu kaca?” berikutnya ia akan bercerita dan mengulang dari penjelasan saya.
Bukankah huruf adalah simbol? Maka berbincang mengenai simbol-simbol yang
kami temui menjadi salah satu pembelajaran aktivitas pra membaca.
![]() |
berbagai simbol yang kita temui dan menjadi bahan "obrolan". Foto : pribadi |
2.
Berbincang
isi cerita dalam buku
Kami memiliki ritual membaca buku sebelum
tidur. Buku apapun, bahkan buku-buku milik saya yang berserakan di kamar. Setelah
selesai membacakan buku, saya tidak langsung berhenti dan mengembalikannya ke
rak buku. Namun kami main tebak-tebakan seperti ini “Lui, mengapa batu di pinggir sungai diambil oleh pekerja batu, sehingga
membuat katak bersedih?”, “siapa yang berlari dan melompat di pinggir sungai?”.
Dengan bermain tebak-tebakan ini, saya
bisa tahu apakah Luigi memahami cerita yang saya bacakan. Tidak hanya itu,
dengan berbincang mengenai isi buku, ia menabung kosa kata dan bahasa baku yang
bermanfaat pada kemampuan membacanya kelak.
3.
Berbincang
tentang huruf yang membentuk kata
Saat ini Luigi sudah mulai dikenalkan huruf latin, maka biasanya kami
bermain huruf yang membentuk kata. Saat tidak ada ide bermain, maka cukup
melihat tulisan di sekitar rumah sudah bisa jadi bahan “obrolan”. Misalnya di
rumah ada tulisan “BUKA”.
Saya : “adek, itu tulisan BUKA terdiri dari huruf apa saja ya?”
Lui : “B” “U” “K” “A”
Saya : Jadi kata BUKA terdiri dari
huruf B, U, K, dan A ya dek. Ok, jika ada tulisan BUKA dipintu kira-kira
maksudnya apa ya?”
Lui : “tokonya buka”
Dengan membiasakan ini, anak tahu bahwa membaca bukan sekedar membunyikan
huruf sehingga menjadi kata atau kalimat. Namun dalam setiap kata, ada huruf
yang membentuknya dan setiap kata ada maknanya.
4.
Berbincang
setelah bernyanyi
Terkadang saya suka menyanyi di depan Luigi, lagu TK jaman dulu. Misalnya
lagu TIK TIK BUNYI HUJAN dengan lirik “tik
tik tik bunyi hujan di atas genting, airnya turun tidak terkira, cobalah
tengok, dahan dan ranting, pohon dan kebun basah semua”.
Dari lirik tersebut saya bisa tanya jawab dengannya, “adek, tadi hujannya bunyinya gimana?” “tadi yang basah semua kena
hujan apa?”
Aktivitas sederhana ini membuat anak tahu, bahwa dalam lirik lagu tersimpan
runtutan dan ini bermanfaat untuk kepekaan memahami urutan peristiwa dalam
membaca.
5.
Berbincang
yang dialami sehari-hari (dari pengamatan)
Terkadang Luigi cerita pengalamannya melihat sirkus, lalu cerita saat pergi
ke mall, apa yang dilihat dan apa yang berkesan. Dengan menjadi pendengar,
tentu anak akan merasa dihargai dan akan membuatnya cerita lagi dilain
kesempatan. Dengan membiasakan anak bercerita ada beberapa manfaat. Misalnya
menjadi lebih mudah memahami runtutan peristiwa karena terbiasa “menceritakan
kembali”. Dan kebiasaan ini kami lakukan menjelang tidur malam.
Banyak sekali bahan berbincang untuk aktivitas pra
membaca anak usia dini. Tidak perlu khawatir jika anak belum bisa bicara, namun
saya percaya gelas yang terus diisi air akan tumpah juga. Dan ini yang terjadi
pada Luigi, diusia 2 tahun belum mampu mengucapkan satu kata yang berarti.
Namun saat ini, saya kewalahan dengan banyaknya pertanyaan “apa” dan “mengapa”
yang keluar dari mulut mungilnya.
Dengan membiasakan berbincang menjadi media untuk
anak belajar memahami simbol, karena huruf adalah simbol-simbol. Dengan berbincang
melalui permainan tebak-tebakan, membantu anak memahami cerita yang telah dibacakan.
Dengan berbincang mengenai isi buku, ia menabung kosa kata dan bahasa baku yang
bermanfaat pada kemampuan membacanya kelak. Dalam berbincang juga ada manfaat anak
mengetahui bahwa dalam setiap kata, ada huruf yang membentuknya dan ada
maknanya. Dan tentunya dengan berbincang bermanfaat untuk kepekaan memahami
urutan peristiwa.
Semoga kelak,
Luigi dan teman-temannya bisa menjadi generasi yang tidak hanya tahu cara
menulis, mengerti huruf apa yang dibutuhkan dalam kata, namun juga memahami apa
yang dibaca. Dengan banyak diajak berbincang oleh orangtuanya.
Karena literasi
tidak terlepas dari kemampuan berbahasa!!!
#SahabatKeluarga
#LiterasiKeluarga
Betul sekali ini say, waktu si kakak kecil dulu, saya cerewet suka main ama si kakak, makanya perkembangannya cepat.
BalasHapusNah si adik nih, mamak kebanyakan ngeblog cari duit, alhasil udah mau 3 taun baru belajar ngomong hahaha.
Beruntung sekarang pandemi ada kakaknya, meski tiap hari berantemmmm aja, setidaknya kalau saya lagi sibuk, dia diajak ngobrol ama kakaknya, dan uda mulai belajar ngomong :D
Memang berbincang itu penting banget :)