House of Sampoerna (HoS) adalah
sebuah kompleks museum sejarah perjalanan Sampoerna, pabrik rokok, galeri seni,
kafe, bus Surabaya Heritage Track (SHT) yang menjadi sebuah destinasi wisata
menarik di Surabaya. Mungkin sekilas kita akan berfikir “mengapa kita harus ke
museum tema rokok jika kita bukan perokok, bahkan tidak suka berdekatan asap
rokok?”.
Disini kita akan banyak belajar tentang perjuangan seorang Liem Seeng Tee membangun bisnis berbahan cengkeh dan tembakau ini yang dimulai dari nol. Berdasarkan majalah Ide Indonesia, sejak dibuka untuk umum pada tanggal 9 Oktober 2003, HoS telah menarik rata-rata lebih dari 12.000 wisatawan nusantara dan mancanegara.
Disini kita akan banyak belajar tentang perjuangan seorang Liem Seeng Tee membangun bisnis berbahan cengkeh dan tembakau ini yang dimulai dari nol. Berdasarkan majalah Ide Indonesia, sejak dibuka untuk umum pada tanggal 9 Oktober 2003, HoS telah menarik rata-rata lebih dari 12.000 wisatawan nusantara dan mancanegara.
![]() |
gedung megah sejak masa kolonial Belanda |
Baca juga : Surabaya Heritage Track (SHT)
Atmosfir rokok sangat terasa ketika
memasuki kompleks Sampoerna, bau cengkeh yang khas, dan aroma tembakau. Di
halaman depan banyak tanaman yang tertata rapi. Di bagian tengah digunakan
sebagai museum.
Bangunan berciri khas arsitektur jaman kolonial Belanda dengan empat
pilar menjulang tinggi nan kokoh. Disinilah museum Sampoerna berada. Saya
ditemani oleh mbak Ririn sebagai tour
guide #dolenkaroluigi kali ini.
“Pendiri Sampoerna ini adalah Liem
Seeng Tee, beliau adalah imigran dari Cina. Datang ke Indonesia saat usianya 5
tahun bersama Ayahnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik” ucap mbak Ririn
membuka sejarah.
Enam bulan setelah kedatangannya di Surabaya, Ayahnya
meninggal dunia. Saat berumur 5 tahun tersebut Pak Liem tinggal di Bojonegoro
dengan keluarga angkatnya. Disana beliau membantu berdagang.
Pada umur 11 tahun si anak yatim
piatu ini ke Surabaya untuk bekerja di sebuah toko namun beliau tidak dibayar
uang. Dibayarnya hanya menggunakan upah baju dengan tempat sewa.
Karena merasa
hidupnya ”gitu gitu aja” akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari toko
tersebut dan pemilik toko memberi modal Pak Liem sejumlah uang untuk modal usaha.
Modal usaha tersebut salah satunya untuk membeli sepeda kayuh.
Saat beliau umur 19 tahun bertemu
dengan istrinya Siem Tjiang Nio umurnya 15 tahun. Waktu beliau menikah beliau
bekerja di pabrik rokok yang ada di Lamongan . Namun hanya 6 bulan saja.
Setelah 6 bulan keluar lalu beliau membuka toko kelontong seperti replika
dibawah ini bersama istrinya di Surabaya.
Setelah 6 bulan beliau sudah memiliki skill meng-kretek, meracik tembakau, akhirnya membuat warung untuk mencukupi kebutuhannya, istrinya berjualan dan beliau ada di belakang warung untuk mengkretek rokok-rokok lalu diperjual belikan.
![]() |
Saya dan Luigi berfoto di replika toko kelontong pertama Liem dan istri |
Setelah 6 bulan beliau sudah memiliki skill meng-kretek, meracik tembakau, akhirnya membuat warung untuk mencukupi kebutuhannya, istrinya berjualan dan beliau ada di belakang warung untuk mengkretek rokok-rokok lalu diperjual belikan.
Mbak Ririn sebagai tour guide menjelaskan bahwa sepeda
kayuh itulah yang akhirnya dibuat jualan rokok hasil racikannya sendiri.
Rokok Dji Sam Soe adalah hasil racikan pak Liem yang dalam bahasa hokkian
artinya dua tiga empat. Lambang 5 pada kemasan rokok Dji Sam Soe artinya adalah
racikan ke 5 pak Liem.
Bahan utama rokoknya cengkeh. Cengkeh dari Jawa dan Bali
aromanya berbeda. Produk rokoknya Pak Lim ini khan rokok kretek.
“Kenapa
disebut rokok kretek mbak?” tanyaku keheranan. “Karena bahan utamanya cengkeh
dan setelah cengkeh diolah menjadi rokok jika dinyalakan bunyinya kretek kretek”
jawab mbak Ririn sembari tertawa. Aku pun ikut terbahak bersamanya.
Baca juga : Kampung Eropa Surabaya
Baca juga : Kampung Eropa Surabaya
![]() |
cengkeh sebagai bahan baku utama rokok |
Saat memasuki ruangan, tepat didepan
pintu masuk kami disambut dengan kolam ikan koi yang dibentuk melingkar. Tentu
hal ini menyegarkan mata. Ternyata ada filosofi mengapa ada ikan koi di depan
ruangan.
Dikolam air ada sembilan ekor ikan koi. Keluarga Sampoerna meyakini
keberuntungan angka sembilan. Dan jika dji sam soe alias 234 dijumlah akan menjadi
9.
Lalu kami melihat sebuah replika
banguna berbata yang kuketahui ternyata sebuah oven. Petani tembakau menggunakan
oven seperti ini untuk pengeringan tembakau. Kemudian tembakau yang telah
diikat digantung ditiang bambu dialam oven. Kemudian diolah dialat dibawah ini.
Dan semuanya dibungkus dengan besek
selama dua tahun. Iya kamu enggak salah baca, disimpan di besek selama dua
tahun agar aromanya semakin sedap. Sebelum akhirnya diproses menjadi linting
rokok.
“Apa bedanya cengkeh dan tembakau
meski dua-duanya adalah bahan utama rokok kretek?” aku melanjutkan pertanyaan. “Perbedaannya
adalah beda tanaman, tembakau daunnya lebar, cengkeh dari pohon tinggi yang
diambil bunganya, tembakau yang diambil daunnya”.
Dalam suasana tempo doloe, kami
diajak mengenal lebih dekat silsilah keluarga Liem Seeng Tee. Dibangun pada
1858, oleh masa kolonial Belanda fungsi gedung Sampoerna dulu adalah sebagai
panti asuhan yatim piatu khusus anak laki-laki.
Pendiri Sampoerna mendirikan
usaha rokok kreteknya sejak tahun 1913, belum sebesar ini. Masih diwarung
kecil-kecilan seperti diatas. Baru 20 tahun sesudahnya Liem Seeng Tee membeli
kompleks gedung sebesar 1,5 hektar ini pada tahun 1932. Saat sudah dibeli Pak
Liem dan istri, fungsi kompleks ini adalah sebagai pabrik dan bioskop.
Mengapa
bioskop? Karena bangunan terlalu luas, karyawan tidak terlalu banyak, banyak
ruangan kosong, akhirnya hall dijadikan untuk bioskop. Bioskop terbuka setiap
malam, kecuali saat Tahun Baru Imlek.
Pengunjung yang pernah datang ke
Sampoerna Theater adalah Charlie Chaplin pada tahun 1932 dan Dr. Ir. Soekarno
pada tahun 1938 yang akhirnya menjadi presiden pertama Indonesia untuk
serangkaian pidato-pidato untuk mendukung perlawanan Indonesia terhadap penjajah.
Di dinding dipajang piringan hitam yang pernah dipakai bioskop Sampoerna
sebagai musik latar film bisu.
Liem memiliki lima anak dan tinggal
dibangunan sebelah kanan HoS. Hingga saat ini bangunan tersebut masih menjadi
tempat tinggal keluarga Liem.
Liem mempercayai bahwa tinggal dipabrik untuk
dapat efektif dan efisien dalam mengendalikan usaha. Dan sampai sekarang
menjadi kepercayaan keluarga ini untuk memiliki rumah tinggal di dalam kompleks
pabrik.
Didepan rumah keluarga Sampoerna ada
mobil Roll Royce keluaran tahun 70an, namun karena berplat Singapura maka tidak
bisa digunakan di Indonesia. Dan mereka tetap menggunakan plat dengan angka
keberuntungan 234.
Di museum ini tersimpan alat cetak
rokok kuno, alat ukur beratnya hisapan rokok, juga alat ukur besarnya rokok.
Lukisan bungkus rokok yang pernah diproduksi dan bungkus rokok yang pernah di
produksi untuk dikirim ke luar negeri.
Yang paling menarik perhatian saya
dan Luigi tentunya adalah masih tersimpannya kostum dan peralatan marching band
Sampoerna.
Marching band ini ada tahun 1989-1992, uniknya yang menjadi playernya adalah 234 pekerja yang
melinting rokok. Tapi sekarang sudah vakum, dulu pernah ikut lomba di USA dan
menang juga.
![]() |
Luigi di depan alat marching band Sampoerna |
Dilantai 2 kita bisa melihat para
pekerja yang semuanya perempuan sedang memproduksi rokok kretek lintingan
tangan. Bedanya pekerja jaman dulu memakai kebaya sekarang mereka menggunakan
seragam. Diruangan ini tidak boleh memotret dan memvideo kecuali dengan ijin
manajemen.
Para pekerja tangguh ini ditarget melinting 325 batang rokok perjam/orang, ditarget memotong 1000 perjam/orang, packing 200 perjam/orang. Ada sekitar ada 500an pekerja.
Para pekerja tangguh ini ditarget melinting 325 batang rokok perjam/orang, ditarget memotong 1000 perjam/orang, packing 200 perjam/orang. Ada sekitar ada 500an pekerja.
Mereka memulai bekerja mulai pukul 06.00 – 13.00 WIB. Kita
seperti disuguhkan film yang dipercepat karena kelihaian tangan perempuan
pelinting rokok nan cekatan ini. Hebat para perempuan super!!!
![]() |
foto klasik perempuan pelinting rokok kretek |
Untuk saat ini Sampoerna bukan lagi
perusahaan keluarga karena sahamnya terbuka (Tbk). Sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh Philip Morris International, perusahan Amerika yang memproduksi
rokok Marlboro. Selain di Jl. Taman Sampoerna Surabaya, pabrik rokok Sampoerna
saat ini ada Kali Rungkut dan Rungkut Surabaya juga di Probolinggo.
Jika museum selama ini terkesan
ruangan jadul alias kuno, panas, dan penuh dengan barang-barang lampau nan
kotor. Maka, House of Sampoerna merupakan cerminan museum modern meski masih
menggunakan bangunan khas kolonial Belanda yang berusia 160 tahun.
Dengan tatanan barang nan rapi
sesuai tema, ruangan yang sejuk karena dilengkapi AC, toilet kering yang sangat
bersih bak hotel, juga tour guide
yang ramah dan sangat menguasai data sejarah museum. Bahkan yang tak tertulis
dalam keterangan di setiap barang dan foto.
HoS dilengkapi juga dengan art gallery, penjualan cenderamata, juga
kafe. Cenderamata yang dijual diantaranya kaos, tas, batik, kipas dan berbagai
aksesoris seperti gantungan kunci.
Art Gallery adalah lokasi dari komples HoS yang menyajikan karya seni terutama karya seni lukis. Agustus ini temanya adalah no limit no fear, yang diisi karya dari Forum Aliansi Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR).
Art Gallery adalah lokasi dari komples HoS yang menyajikan karya seni terutama karya seni lukis. Agustus ini temanya adalah no limit no fear, yang diisi karya dari Forum Aliansi Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR).
“Dengan menggunakan kayu yang dicukil,
dikurangi sedikit lalu dipres, alias menggunakan seni grafis” kata mas Idzar
menjelaskan pada saya.
Hingga mata ini tertuju pada lukisan dengan tekstur yang tidak
biasa. “Ini lukisan tekturnya gini menggunakan apa mas?“ tanya saya penasaran.
“Sebelum dilukis dibelakangnya dikasih tekstur seperti lem, yah eksplorasi per
individu, tergantung senimannya diaplikasikan ke karya sesuai temanya. Lebih
ekspresif” terang mas Idzar. Dan benar saja tema sedekah bumi diatas kanvas
menjadi hidup.
Tema bisa berganti sesuai manajemen
art gallery HoS. Disini saya bisa lihat bahwa seni itu tak terbatas. Bahkan
botol pun bisa menjadi karya seni yang sangat apik. Berjudul argumentasi warna
kesenian ini menggunakan media air brush di botol ini menjadi seni yang
antimainstrem.
Harapan dari Forum Aliansi adalah supaya kesenian di Surabaya
mempunyai wadah sendiri dan akan terus berkembang.
Keren ya, anak muda kreatif diberi
wadah di House of Sampoerna. Beberapa kontribusi sosial perusahaan Sampoerna
diantaranya Sampoerna Enterprenership
Training Center letaknya di Pandaan Jawa Timur, Tim SAR Sampoerna dengan peralatan
terlengkap sejak tahun 1990 untuk membantu berbagai bencana alam yang terjadi
di Indonesia, pelestarian lingkungan seperti penanaman pohon, dan kerjasama
dengan petani tembakau.
PT. HM. Sampoerna, Tbk termasuk
salah satu produsen rokok kretek (tembakau dan cengkeh) tertua dan yang
berkembang paling pesat di Indonesia. House of Sampoerna sangat recommended untuk mengintip sejarah rokok kretek, perjuangan
seorang Liem See Tee dari nol hingga memiliki kerajaan bisnis rokok. Dari
seorang anak yatim piatu hingga akhirnya membangun perusahaan rokok yang
dikenal tidak hanya di Indonesia.
Kita dibawa menembus waktu, meresapi
perjuangan Liem Seeng Tee, dan semua barang seolah menjadi saksi bisu kerja
keras anak manusia, Liem dan istri. Dan kalian yang berkunjung ke tempat ini
akan memahami bahwa tidak ada makan siang yang gratis. Yuk kerja kerja kerja,
Merdeka !!!
HOUSE OF SAMPOERNA
Jalan Taman Sampoerna No. 6 Surabaya
Jam buka : 09.00-19.00 WIB
Biaya masuk : gratis
Referensi :
Majalah Ide Indonesia Edisi 05 Juni
2012
Cerita ini berhubungan dengan kisah Toilet Training Luigi. Sebenarnya saya dan Luigi keliling HoS karena ketinggalan bus Surabaya Heritage Track (SHT).
Kenapa bisa tertinggal? Karena beli diaper dulu, Huaaaah ðŸ˜
Baca juga : Perjalanan Toilet Training Luigi
Aku ke HoS ini tahun 2011..dan terkagum-kagum dibuatnya. Keren bingits.
BalasHapusTapi kok waktu itu aku enggak dapat guide ya atau karena aku enggak nanya...hiks
Tapi pengin ke situ lagi, karena waktu itu anak-anak belom ngerti bener..Jadi pengin diulang karena sekarang sudah lebih paham :D
Terima kasih sudah berbagi cerita ini Mbak Septi :)
Dhika baru tau ini. Bagus banget kayaknya ya Mbak? Jadi penasaran dehhh.
BalasHapusRokok ada musiumnya, ya. Baru tahu. Jadi penasaran.
BalasHapusluar biasa,...
BalasHapusterima kasih atas sharingnya
Sudah pernah ke sini tapi belum jadi blogger, makanya nggak ada jejaknya de..
BalasHapusAduh cerita di awalnya jadi bikin sedih. Soalnya aku tu suka ngerasain gimana kalau berada di posisi sekecil itu kehilangan ayah dan tak punya saudara
BalasHapusCeritanya bagus sekali. Betah baca sampai selesai. Cerita Pak Liem dan sebagian besar tokoh Tiongjoa mmg sangat menginspirasi. Mereka terkenal nggak takut berjuang dan hiduonya oenuh filosofi. Bagus, Mbak.
BalasHapusWah dapat pengetahuan baru nich, tentang perjuangan membangun usaha.
BalasHapusWih rokok aja ada toh museumnya. Gratis pula ya masuknya. Hihi. Makasih infonya mba
BalasHapusWah pengalaman hidup pendirinya luar biaa ya mba.. bisa dijadilan pelajaran buat kita.
BalasHapusIstri Om saya kerja di pabrik Sampoerna, mbak, udah puluhan tahun. Sepertinya penghasilannya juga lumayan gede.
BalasHapusSayangnya, saya belum pernah ke museum Sampoerna, mungkin kapan-kapan kalau pulang ke Surabaya.
Waaaah, bagus ya museumnya. Memang ya mbak, sebuah usaha kalo ditekuni dengan keikhlasan hasilnya pasti beda. Siapa yang bisa menduga bermula dr toko kelontong bisa jadi pabrik rokok yg melegenda gitu. Saluuut.
BalasHapus