Tahukah anda dari data RISKESDAS 2013, 1 dari 7 anak
Indonesia mengalami diare? Menurut data WHO tahun 2012 diare adalah penyebab
kematian tertinggi pada anak nomor 2 tertinggi di Indonesia. Dan data RISKESDAS
2013 juga menjelaskan kejadian diare pada anak di Indonesia sebesar 17%. Dari
data ini dilanjutkan bahwa anak di Indonesia mengalami diare 2-6 kali per
tahun. Artinya apa? Setiap 2 bulan anak pasti mengalami diare.
Diare seakan menjadi suatu penyakit yang umum
diderita oleh anak, namun jika penangannya tidak tepat dan diare berkelanjutan
akan mempengaruhi terhadap tumbuh kembang anak.
Tanggal 14 September 2017 bertempat di Fairfield by Marriott
Surabaya Jalan Mayjen Sungkono 178 Surabaya, Nutricia dan Sarihusada
menyelenggarakan acara bertajuk #IndonesiaMerdekaDiare. Sebuah kampanye edukasi
yang mengundang media dan blogger untuk bersama mengajak masyarakat terutama
Ibu semakin mengerti penanganan tepat diare pada anak.
“Nutricia Sarihusada melalui kampanye
#IndonesiaMerdekaDiare adalah langkah nyata komitmen perusahaan terhadap
nutrisi untuk bangsa agar anak Indonesia dapat menjadi anak generasi maju. Kami
berharap melalui kampanye ini akan membuat banyak Ibu yang semakin mengerti
penanganan tepat diare pada anak. Kami berharap, informasi penting yang dapat
Ibu jadikan sebagai pedoman atasi diare pada anak dapat dijadikan pengingat
bagi Ibu saat anak mengalami diare. Dengan pengetahuan yang memadai, Ibu dapat
memberikan penanganan yang tepat saat anak menderita diare untuk tetap menjadi
tumbuh kembang yang optimal agar anak Indonesia dapat menjadi anak generasi
maju yang merdeka dari diare” Ujar Nabhila Chairunnisa selaku Digestive Care
Manager Nutricia Sarihusada.
Dihadirkan seorang ahli kesehatan yakni dr. Andy Darma, Sp.A (K), Husna Ika Putri Sari sebagai public figure mom, dan Nabhila
Chairunnisa selaku Digestive Care Manager Nutricia Sarihusada. Di moderator
oleh Micha Yusuf acara ini dibuka oleh penjelasan dr. Andy Darma mengenai diare
dan penanganannya.
Sebenarnya apa sih diare? Saat pup seperti disebut
diare? Diare adalah kondisi dimana penderita mengalami BAB (Buang Air Besar)
lebih dari dua atau tiga kali dalam 24 jam dengan kondisi feses yang lembek
atau cair.
Mengapa anak bisa diare? Diare bisa disebabkan oleh
infeksi dan non infeksi. Infeksi bisa karena virus, bakteri, parasit dan jamur.
Sedangkan non infeksi bisa disebabkan karena alergi dan intoleransi makanan.
Menurut dr Andi Darma “Penyebab terbanyak diare pada anak adalah rotavirus. Padahal
virus Rotavirus bisa bertahan selama 3 hari. Misalnya saat meletakkan diapers
begitu saja di meja. Apalagi kebiasaan masyarakat saat ini suka membuang
diapers sembarangan.” Ujarnya.
Lanjut kata dr Andi “Yang diserang rotavirus adalah
usus halus, yang jika tidak diatas dengan tepat akan mengakibatkan penurunan
daya tahan selama 3 bulan kebelakang.”
Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada di 6 Rumah Sakit di Indonesia tahun 2007 menemukan bahwa sebagian (30%)
anak Indonesia yang mengalami diare karena Rotavirus juga mengalami intoleransi
laktosa.
“Saat anak diare akan mengalami intoleransi laktosa”
dr Andi memaparkan. Pada saat diare terutama oleh Rotavirus, terjadi kerusakan
jonjot usus, sehingga produksi enzim di jonjot usus yang berguna untuk proses
pencernaan nutrisi, diantaranya enzim lactase akan berkurang. Enzim lactase
berguna untuk mencerna gula alami (laktosa) yang terdapat pada susu. Laktosa
yang tidak tercerna akhirnya tidak dapat diserap sehingga menyebabkan diare
semakin berat, kembung dan tinja yang bernau asam. Inilah yang dinamakan
intoleransi laktosa.
Bagaimana tanda diare yang disertai Intoleransi
Laktose?
Diare cair berlebih
Sakit perut
Kembung
Kemerahan di sekitar anus
Sering buang gas
Tinja berbau asam
Sehingga diare harus dicegah dan atau diatasi dengan
cara yang tepat. Jika penanganan diare pada anak yang kurang tepat, akan
berpengaruh pada tumbuh kembang anak kedepan. Dipaparkan oleh Nabhila
Chairunnisa bahwa anak yang terserang diare memiliki resiko kekurangan gizi.
Tidak hanya itu anak yang sering terkena diare beresiko lebih pendek 3,6 cm
ketika berusia 7 tahun, dibandingkan teman seumurannya, dan anak yang sering
diare beresiko memiliki IQ lebih rendah.
Dr Andi mengatakan pencegahan yang disebabkan
rotavirus bisa dilakukan dengan vaksin. Jika karena bakteri bisa dicegah dengan
menjaga kebersihan dan cuci tangan. Jika disebabkan parasite maka menggunakan
sanitasi yang baik.
Lantas bagaimana penanganan diare pada anak? Nah ini
yang seru, karena dr Andi memberikan pertanyaan balik untuk dijawab, terutama
hal-hal yang berhubungan dengan mitos-mitos penanganan diare pada anak.
Misalnya : ketika anak diare,
Apakah
susunya diencerkan?
Ataukah
susunya lebih dikentalkan?
Apakah
susunya dihentikan?
Ataukah
diganti air tajin?
Bagaimana
dengan teh pait?
Air
gula dan garam?
Anak
yang diare diberi makan pisang kepok, agar berhenti?
Diare
harus dihentikan sepecat-cepatnya
Diare
jangan dimampetkan, tapi dikeluarkan biar virusnya juga keluar
Jika
memberi makan anak yang diare yang penting gizinya atau rasanya?
Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dr
Andi mendahului dengan pemahaman bahwa anak yang diare rawan dehidrasi.
Sehingga harus diberi cairan pengganti. Untuk penanganan dirumah jika masih
ASI, terus diberikan ASI. Dan jika sudah MPASI bisa ditambah menggunakan cairan
rumah tangga, misalnya kuah sup, air putih, teh, dan lainnya. Minuman apa aja
boleh. Bahkan di Amerika jika dirumah ada Coca Cola, ya itu bisa diberikan. Tapi
dr Andi menggaris bawahi bahwa cairan tersebut fungisnya menghindari dehidrasi.
Yang lebih bagus menurut beliau adalah cairan yang mengandung elektrolit. Yang
ini didapat dari oralit. Oralit mengandung natrium dan klorida yang berguna mengembalika
cairan tubuh yang hilang, dan elektrolit di dalam oralit sudah diperhitungkan
kandungannya. Malah cairan gula dan garam sudah tidak diromendaksikan Kemenkes,
karena banyak yang salah kaprah mengenai takaran penyajiannya. Harusnya 1
sendok teh gula dengan sedikit (sepucuk sendok teh) garam. Namun dilapangan
banyak yang membuat 1 : 1.
Selain itu saat anak diare, nutrisi harus tetap ada.
Nutrisi bisa dari makanan atau dari susu (ASI atau formula) yang sedang
dikonsumsi. Karena diare menyebabkan intoleransi laktosa, maka akan lebh baik
jika mengurangi kerja usus untuk mencerna dan menyerap laktosa (gula alami yang
terdapat pada susu). Bisa dengan cara memberi susu formula rendah atau yang
tanpa laktosa.
Bagaimana dengan pertanyaan diatas? Susu formula
yang diencerkan?
Jika diencerkan memang laktosa berkurang,
tapi nutrisi juga tidak ada, kalori nol.
Bagaimana dikentalkan? Malah semakin berat kerja
usus
Apakah susu dihentikan? Nutrisi tetap
diteruskan, bisa dengan makanan atau susu
Bagaimana air tajin? Boleh diberikan namun tidak terus-terusan. Hal ini dikarenakan tajin tidak memiliki kandungan protein.
Bagaimana dengan teh pait? The pait boleh diberikan, namun tidak terus-terusan. Karena tidak ada nutrisi gula sama sekali.
Bagaimana dengan pisang kepok? Pisang ini harus diperhatikan umur pisang. Jangan memberi pisang yang belum matang, atau yang terlalu matang.
Diare harus segera dihentikan? Sekali lagi dokter menegaskan kita tidak sedang dalam rangka menghentikan diare secepat-cepatnya. Yang kita lakukan adalah penanganan yang tepat terutama mencegah dehidrasi dan pertahanan nutrisinya
Maka jika anak diare menjadi sulit makan, apa yang harus dilakukan orang tua? memberi makan anak yang diare yang penting gizinya atau rasanya? Jika banyak audience yang hadir menjawab gizi, namun dokter mengatakan jangan lupakan rasa. Berilah nutrisi yang mudah diterima oleh anak. Iya gizi penting, namun rasa juga yang utama. Anak yang diare harus dipertahankan nutrisinya, makan adalah salah satu jalannya. Maka jangan terlalu ideal tidak memberi rasa sama sekali dalam makanan, misalnya nasi, daging dan brokoli diblender jadi satu. Yang bagi dr Andi belum tentu kita sendiri mau memakannya.
“Apabila anak tidak mau makan dan minum,
orang tua perlu mengusahakan asupan bernutrisi yang mudah diterima anak. ASI
dan cairan rehidrasi oral (oralit) adalah yang utama selain tambahan zinc.
Selain itu nutrisi yang baik dapat mempercepat pemulihan fungsi usus normal,
termasuk kemampuan mencerna dan menyerap makanan yang masuk, serta memberikan
energi untuk mempercepat proses pemulihan” kata beliau.
Jumlah nutrisi yang masuk harus diperhatikan. Saat benar-benar sembuh akan ditingkatkan.
Untuk nutrisi bebas laktosa diberikan atas rekomendasi tenaga medis dalam hal ini dokter.
Hal yang tidak kalah penting dalam penanganan diare adalah pemberian Zinc selama minimal 10 hari berturut-turut. Jika diberikan minimal 10 hari, akan mencegah diare selama minimal 3 bulan kedepan.
Husna Ika Putri Sari selaku public figure mom sendiri
juga sharing, “Terkadang kita sebagai orang tua suka bingung menghadapi anak
diare. Apalagi jika anak pertama, orang tua bilang begini, yang lain bilang
begitu. Darisini bisa mengetahui mitos dan fakta yang benar mengenai pengananan
diare pada anak”. jelasnya
Terakhir saat acara selesai, saya bertanya kepada dr
Andi apakah susu UHT atau pausterisasi lebih rendah laktosa dibanding susu
formula? “Susu rendah laktosa itu pasti mahal, kenapa? Karena dia memproses
susu sedemikian rupa untuk diambil zat gulanya didalam susu. Sementara susu UHT
dan pausterisasi hanya cara pengemasan dan pemanasannya saja. Sehingga UHT dan
pausterisasi masih ada laktosanya.”
Acara ini diakhiri dengan sesi games untuk menjawab
pertanyaan moderator Micha Yusuf seputar isi materi dan akan mendapat
hadiah dari panitia.
Semoga dengan komitmen Nutricia Sarihusada
mengkampanyekan #IndonesiaMerdekaDiare bisa terwujud anak-anak Indonesia yang
sehat dan tumbuh berkembang kuat untuk membangun Indonesia yang lebih maju.
Kamis manis di
Surabaya yang panas
14 September 2017
Tidak ada komentar