Wah
rame banget di timeline facebook dan IG mengenai cerita Selma dan putra bungsu
Amien Rais bernama Haqy. Kalau belum pada tau bisa baca di (SINI). Nah dari
cerita Selma yang di kasih hesteg #SelmaHaqyJourney tersebut, banyak di share
di berbagai media online. Macem-macem sih ngambil sudut pandangnya. Ada yang
sampe trenyuh gitu bahasanya. Sementara para netizen pun banyak yang komentar,
ada yang pro dan ada yang kontra terhadap keputusan Selma. Yang pro bilang mendukung
Selma berani ngasih keputusan iya sama seseorang yang mau ngajak nikah duluan.
Yang kontra bilang Selma mengkhianati pacarnya. Ada yang menyoroti bahwa impian
Selma menikah muda layak di acungi jempol, dan ada yang kasian sama pacar Selma
yang diputusin. (dan akhirnya banyak yang kepo siapa pacar Selma yang di Malang
itu, eaaaa) Saya sih enggak akan cerita mengenai kisah Selma, karena aku mah
apah atuh. Cuma saya ada uneg-uneg mengenai seberapa besar arti sebuah
komitmen dalam sebuah hubungan?
gambar diambil dari : dream.co.id |
Saya pernah menjalani hubungan jarak jauh juga seperti Selma, saya di Jakarta sementara Adit di Gresik, Jawa Timur. Saat itu kami berkomitmen untuk membawa hubungan kami pada tahap yang serius. Dan saya manggut-manggut tanda meng iyakan, meski saya tidak mengenal Adit sebelumnya. Saya mengenalnya dari hubungan jarak jauh ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komitmen/ko·mit·men/ n adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; kontrak. Menurut Quest
(1995, dalam Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan
soliditas organisasi. Hasil penelitian Quest (1995, dalam Soekidjan, 2009)
tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :
1.
Komitmen
tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya motivasi
dan meningkatnya kinerja;
2.
Komitmen
tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self Control”;
3.
Komitmen
tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi;
4.
Komitmen
tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas kolektif
yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.
Berarti
dapat saya simpulkan bahwa, komitmen (konteks) sebuah hubungan (antara
perempuan dan laki-laki) adalah perjanjian untuk melakukan sesuatu antara dua
belah pihak. Komitmen dalam sebuah hubungan memang tidak tertulis, namun
komitmen membuat pasangan termotivasi dan setia bahkan senantiasa
berkontribuasi satu sama lain baik secara kualitas ataupun kuantitas.
Kembali
ke cerita saya, ketika di Jakarta saya secara tidak sengaja bertemu kembali
dengan seorang yang saya kagumi sejak SMA. Kami sama-sama saling suka sejak MOS
namun tidak sempat menjalin hubungan karena sesuatu hal. Lalu kami putus
komunikasi karena dia kuliah negeri di luar kota. Ketika bertemu di Jakarta,
saya merasa berbunga-bunga. Tetiba saya jadi intens komunikasi sama dia.
Bagaimana tidak, dialah seseorang yang saya impikan akan menikah dengan saya.
Mungkin karena cinta SMA memang bisa aja di bilang cinta monyetlah, masih
emosional lah, jiwa labil lah, namun kenyataannya kekaguman saya sama dia tidak
pernah berubah. Dia pun mengajak saya jalan-jalan, dan saya mengiyakan. Saya
masih ingat Adit dan cinta sama dia, tapi bertemu lagi dengan seseorang sebut
saja Boy, membuat saya tak kuasa menolak ajakannya.
Kita pernah jalan ke tempat para satwa bersama teman-temannya, kami di foto-fotoin pula sama teman kerja Boy. Saya juga pernah samperin dia di depan kosan bawain kue, dan diapun pernah saya ajak ke tempat kerja saya saat itu. Saya bilang, kamu akhirnya tau, saya sibuk apa sekarang. Dan dia mau mendukung. Saya di ajak nge mall, makan dan ini persis seperti kisah Selma yang diajakin jalan sama Haqy. Boy sangat perhatian, tidak berubah sejak kami pakai seragam abu-abu. Lalu tibalah di mall Ambassador Kuningan, ketika dia mengajak buka puasa di Hokben, kata yang saya tunggu bertahun-tahun muncul juga dari mulutnya. Dia nembak saya. Dooooor.
Saya menantikan kata ini bertahun-tahun. Siapa yang tidak mau dengan Boy, cowok impian saya, berprestasi di sekolah, idola para guru (dan saya) juga sudah bekerja mapan yang ia dapatkan dari berbagai rangkaian seleksi yang sangat ketat. Dia lah pujaan hati saya. Dalam hati saya mau bilang iya. Namun, inilah yang saya katakan padanya (intinya ya):
Kita pernah jalan ke tempat para satwa bersama teman-temannya, kami di foto-fotoin pula sama teman kerja Boy. Saya juga pernah samperin dia di depan kosan bawain kue, dan diapun pernah saya ajak ke tempat kerja saya saat itu. Saya bilang, kamu akhirnya tau, saya sibuk apa sekarang. Dan dia mau mendukung. Saya di ajak nge mall, makan dan ini persis seperti kisah Selma yang diajakin jalan sama Haqy. Boy sangat perhatian, tidak berubah sejak kami pakai seragam abu-abu. Lalu tibalah di mall Ambassador Kuningan, ketika dia mengajak buka puasa di Hokben, kata yang saya tunggu bertahun-tahun muncul juga dari mulutnya. Dia nembak saya. Dooooor.
Saya menantikan kata ini bertahun-tahun. Siapa yang tidak mau dengan Boy, cowok impian saya, berprestasi di sekolah, idola para guru (dan saya) juga sudah bekerja mapan yang ia dapatkan dari berbagai rangkaian seleksi yang sangat ketat. Dia lah pujaan hati saya. Dalam hati saya mau bilang iya. Namun, inilah yang saya katakan padanya (intinya ya):
"Jujur,
Boy adalah harapan aku selama ini, dan kata barusan adalah impian aku sejak
kita sekolah, namun maaf banget boy, karena sejujurnya aku sudah memiliki orang
lain".
Dia
diem sambil kita teruskan buka puasa kita.
Dan
sepanjang kita jalan di mall Ambassador pikiran ku melayang ke Adit, sejenak
berfikir Adit tapi mikir lagi khan ini cowok impianmu udah di depan mata, dan
yang bikin aku makin merasa bersalah adalah ada embun di matanya yang siap
terdorong jatuh, namun ia tahan paksa.
Bohong
lah kalo bilang perasaanku gak ada ke Boy, tapi aku inget, aku sudah komitmen
dengan seseorang nun jauh disana, Adit.
Bedanya
Boy dan Adit tidak segera mengajak menikah, dan secara hukum aku belum ada
ikatan sah dalam pernikahan. Kata wong
Jowo khan janur kuning belum melengkung. Namun, ada yang lebih penting dari
itu semua. Yakni s e t i a . Dan akhirnya aku lebih memilih setia. Makanya aku menghayati
banget ketika ngedengerin lagu Fatin Shidqia – Aku Memilih Setia
Yaelah
Septi kenapa enggak nerima Boy aja sih udah di depan mata.
Saya
mendefinisikan komitmen adalah sebuah JANJI dan janji tersebut disepakati kedua
belah pihak, dan kedua nya sama-sama sadar atas terikatnya mereka dalam suatu
perjanjian. Namanya janji bukankah harus di tepati? Saya tau bahwa saya melakukan
kesalahan dengan tetap mau diajak jalan sama Boy, namun saya sadar saya janji
pada hubungan kita, aku dan Adit. Dan
komitmen memang idealnya di jalani dengan keterbukaan. Sayapun jujur juga ke Adit kalo saya
keluar sama Boy, dia marah namun menyadari saya khilaf. Dan terakhir komitmen dijalani dengan konsisten.
Inilah yang susah ya. Konsisten sama janji yang kita buat berdua.
Jika
memang ada orang yang mengganggap bahwa gak papa khan kamu belum dinikahi,
secara hak dan hukum khan belum ada apa-apa. Tapi saya berpendapat sebaliknya. Bahwa saya sangat menghargai komitmen dalam
sebuah hubungan, meski MASIH dalam tahap pacaran atau ta’aruf atau apapun
istilahnya itu .
Saya
LDR juga karena saya yang memilih LDR, jika saya sudah memilih Adit berarti
harusnya enggak boleh membandingkan lagi. Meski ada yang lebih baik. Karena
ketika kita memutuskan memilih, maka saat itu kita telah mempertimbangkan
secara rasional dan perasaan. Makanya saya baru deket sama Adit adalah semester
delapan *emang ada hubungannya*. Tapi saya juga enggak boleh berlebihan dengan bilang
bahwa Adit adalah hamba Allah yang terbaik karena dia juga manusia biasa. Bukankah
kami sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing?.
Saya
membayangkan bagaimana jika Adit yang ada di posisi saya, saat itu. Dia yang CLBK. Ya sah-sah
aja sih. Saya cari ganti Adit dengan segera dong *buset dagh* *hihihi*
Namun dalam hati saya, komitmen =
janji dan janji adalah sakral. Karena komitmen adalah kekuatan. Dengan komitmen
kami bisa bersama selama hampir 3 tahun sebelum akhirnya menikah, dengan
komitmen akhirnya kita belajar sabar, dengan komitmen kita tau arti
kesungguhan. Kesungguhan untuk saling memperjuangkan dan menjaga, dan komitmen
inilah yang akan saling menguatkan dan mengingatkan kita. Dan satu lagi, dengan
komitmen kita bisa saling belajar dan mengenal.
Dan
akhirnya aku dan Boy sudah sama-sama berkeluarga. Dia bahagia dengan
keluarganya dan sayapun begitu. Saya bahkan menghadiri pernikahannya dan Adit
turut serta, Adit pun tau siapa yang ada di pelaminan ketika itu. Aku juga
tidak pernah menyesal komitmen yang juga LDR dengan Adit, karena meski menjalani LDR yang tidak sebentar toh dia akhirnya menikahi aku di usia yang baru menginjak 24 tahun. Padahal aku
punya target menikah usia 27 dan memiliki anak usia 30 taun.
Jadi titik
tekannya :
Janji
tetaplah sebuah janji
Dan hargai
kesepakatan itu dengan keterbukaan dan konsisten
Namun bukan
berarti komitmen itu selalu lurus, komitmen juga bisa berubah, tapi yang
berubah adalah derivasi perilakunya, teknis perjanjiannya, bukan pondasi
janjinya.
Buat mba S selamat ya akhirnya tercapai impiannya menikah muda. Gara-gara kamu aku
jadi nulis gini. Kalaupun mba akhirnya memilih mas H, itu urusan mbak dan enggak ada sangkut pautnya sama saya. Seperti diatas, saya hanya menyampaikan uneg-uneg berdasarkan pengalaman :) Xoxo
Sumber referensi tambahan :
mengenai komitmen
Sumber referensi tambahan :
mengenai komitmen
Tidak ada komentar