Banyak berita kelahiran, hasyeek senang sekali
mendengarnya. Terlintas seperti baru kemaren saya kesakitan nan bahagia di Rumah Sakit sesaat setelah melahirkan Luigi. Selain mempersiapkan kado buat Ibu atau bayi,
yuk ah intip hal yang juga penting mengenai etika menjenguk bayi. Jangan sampai
kita yang sebagai tamu malah nyusain Ibu nya ya hihi.
Waktu menjenguk
Saya sudah bilang Adit, sesaat
setelah secar maunya leha-leha dulu di Rumah Sakit, menambah biaya kamar dan
perawatan tidak masalah. Minimal seminggu. Kenapa? Ya karena saya secar. Supaya
bisa belajar bangun dari tempat tidur, duduk, dan berjalan *ini sis yang
susah*. Dan Adit setuju. Namun ketika suami sudah publish bahwa saya melahirkan,
di Rumah Sakit pun akhirnya banyak yang berbondong-bondong datang jenguk saya. Saya
senang dikunjungi, merasa ada teman, merasa banyak yang perhatian sama
kelahiran Luigi. Namun sebagai seorang Ibu baru (dengan anak pertama) masih
butuh proses pemulihan, butuh proses adaptasi terutama cara menggendong dan
posisi pelekatan dalam menyusui. Dan itu enggak mudah ketika saya pun harus
juga berusaha belajar duduk, berdiri dan berjalan. Sehingga masih butuh bulan
madu alias berdua-duaan dengan bayi. Butuh waktu saling mengenal masing-masing.
Butuh bonding. Sehingga menurut saya, tak apalah kita bukan yang pertama yang
menjenguk bayi sahabat kita, tak mengapa. Tidak mengurangi rasa perhatian kita.
Ibu (baru) hanya butuh penyesuaian. Apalagi kalau bayinya nangis aja, dan kita
belajar menyusui, begadang yang bikin capek, sementara tamu terus menerus
datang di Rumah Sakit, lalu Ibu baru merasa “sungkan” mau bilang “permisi saya
mau menyusui”. Nanti mereka membatin aih
diusir secara halus nih. Hadeeeh susah juga ya. Sehingga, menurut saya tanyakan
kapan waktu yang tepat untuk berkunjung, supaya Ibu bisa mempersiapkan diri atau
tunggu ‘lampu hijau” mungkin kita bisa menjenguk bayi setelah ibu dan bayi
pulang kerumah. Bagi saya itu menandakan sang Ibu sudah dalam kondisi baik.
Durasi
Karena cuti saya pendek, saya pengen
nyampe rumah bisa segera nabung ASIP. Sehingga di sela menyusui dan menemui
para tamu, saya masih bisa pumping ASI. Ternyata ada seorang yang menjenguk
saya dari pagi sampe sore menjelang mahgrib. Ngajak ngobrol ‘ngalor ngidul’ kayak kita sedang ‘ngafe’ dan ini orang yang sama *etdah*. Menurut saya sih kalau
konteksnya begitu membuat fisik Ibu semakin lelah, dan bisa bikin Ibu sedih
sendiri. Sedih karena biasanya pagi hari sangat hectic, mulai memandikan,
menyusui dan jemur bayi, di sela-sela waktu siang bisa berduaan dengan baby,
sedih harusnya dia mendapat minimal setetes, dua tetes ASIP buat di kumpulkan. Sehingga
saran saya durasi dalam menjenguk bayi adalah seperlunya. Enggak ada patokan
berapa lama dan berapa jam, namun kita TD aja alias tau diri. Eh iya gak sih?
Sehatkah kita?
Bayi baru lahir itu imunitasnya masih
sangat amat lemah. Sehingga pastikan kita tidak sedang sakit menular, misalnya
pilek, batuk, bersin-bersin. Kalau flu mana bisa di tahan kalau mau pilek dan
bersin. Gimana kalau bersin tapi khan
pakai masker? Hmm, gimana ya? Lebih baik keluar dulu di teras rumah, kalau
ngerasa belum baikan, segeralah ijin pamit. Berfikir positif aja ya.
Jangan asal gendong, sentuh dan
cium
Kita yang Ibunya aja
hati-hati ya dalam gendong bayi, jangan sampai kita udah
gendong bayi orang sementara tangan kita belum suci *eh belum cuci tangan ding*.
Itu tangan setelah nyetir motor bawa kuman atau virus apa kelihatan mata ya?
*sambil mikir*. Apalagi ada aja orang yang ber-hasrat cium mulut atau area
wajah bayi. Wuih ini yang bahaya ya. Menurut
dr. Theresia Adhitirta di (sini), mencium bagian pipi bayi menyebabkan penularan
penyakit melalui percikan ludah dan menyebar di udara sehingga terhirup oleh
bayi. Bahkan menurutnya lagi, kebiasaan mencium ini berpotensi menyebabkan bayi
terkena penyakit Invasive Pneumococcal Disease (IPD), yaitu sekelompok penyakit
infeksi seperti radang paru, infeksi darah dan radang selaput otak. Dan penyakit
ini penyebab kematian tinggi dan kecacatan pada balita hingga 50%. Ngeri ya?
Jadi mending liat aja
dan kalaupun keinginan men cium bayi sangat mendalam, ciumlah kaki nya.
InsyaAllah masih kerasa kogh bau bayinya.
Kalau ingin gendong,
ijinlah. Biar sama-sama enak, dan demi kenyamanan bayi juga.
Memfoto menggunakan blits dan
posting
Jika memang sudah ijin
orang tua nya mah monggo. Tapi kita harus empati, tidak semua orang tua mau mem-publish foto wajah anaknya apalagi dalam keadaan jelas wajahnya. Beberapa orang
tua dengan pertimbangan keamanan, tidak pernah mempost foto anaknya di media
social manapun. Kalaupun di posting biasanya di blur atau ditambahkan sticker. Dan
sebagian orang tua menganggap foto anak adalah privacy. Eh ini beneran, saya punya temen blogger yang anti banget posting foto wajah anaknya. Penyanyi Anggun C. Sasmi sampai anaknya gede gini, juga tidak pernah 'pamer' anaknya. Kalaupun ingin di post, Anggun lebih menggunakan angel dari belakang atau tampak samping. Bahkan memainkan pencahayaan foto agar wajah anaknya tidak terlihat jelas.
Nah jangan sampai kita datang sebagai
tamu, enggak ijin, tetiba moto dan menggunakan blits disaat mata bayi masih
sensitif *ini saya taubat, maaf mba helen* :'( kemudian asal kita share aja di medsos. Kalau saya sih, jika memang
sudah seijin kedua orang tua nya apalagi Ibunya, share aja yang banyak. Apalagi
misal kita jenguk cucu raja Salman, sekalian numpang tenar geto ketika share di Instagram. *uhuk*
Banyak komentar mengenai
·
Tuh
anaknya rewel aja, ASI nya enggak cukup tuh. Ada lagi temen kantor Adit
yang bilang “udah dibelajarin pakai susu
botol (formula)? Di belajarin pakai susu botol biar gizinya lengkap, semuanya
dapat.”
·
Bedongnya
kurang kenceng, biar kakinya lurus, entar kalau gede enggak bengkok
· Dikasih
gurita dong biar perutnya ramping. Ketika tau Ibu saya enggak makein gurita “Loh minimal 40 hari di pakein gurita,
jangan macem-macem sama omongan orang tua” lalu Ibu saya ngerasa bersalah,
dan makein gurita lagi. Padahal sejak di rumah sakit Luigi enggak pakai gurita.
·
Enggak
cocok ASI nya tuh, gumoh terus
·
Kalau njemur
tuh semua bajunya dilepas semua biar telanjang bulat.
*hadeh bisa gosong anak gue, padahal dia enggak ada target tanning kulit sis*
*hadeh bisa gosong anak gue, padahal dia enggak ada target tanning kulit sis*
·
Wah enak
ya secar, bisa duduk bersila kayak gitu *iya saya menyusui dengan bersila*, aku DULU setelah lahiran duduk harus lurus kedua
kakinya, enggak boleh nekuk, nyut-nyut rasa jaitannya, dan kelahiran
anakku DULU prosesnya sampe hampir 24 jam nunggu dia nongol kedunia. Kalau
secar enggak sampe se jam udah keluar bayinya, gak lama-lama ya sakitnya.
*mau bertukar di posisi saya?*
*yang ngerasa komen lebih hebat jadi Ibu karena dia melahirkan per vaginam hempas manjah aja say*
*mau bertukar di posisi saya?*
*yang ngerasa komen lebih hebat jadi Ibu karena dia melahirkan per vaginam hempas manjah aja say*
·
Susu nya
apa, susu ibunya apa susu sapi? *ini pertanyaan mengarah kemana?* *sekedar
kepo, apa karena dia bisa membanggakan diri di depan Ibu karena dia bisa ngasih
ASI ke anaknya?* *Mau belikan susu sapi nya jika memang beneran minum
susu formula?* Tidak kah kita empati, banyak loh ibu-ibu setelah kelahiran ASI
tidak langsung lancar ASI nya, padahal dia sudah berusaha mati-matian supaya
ASI nya keluar, mulai makanan sampe pompa per 2 jam*
·
Naik berapa
kilo niih, lebih berisi lebih kelihatan seger ya? *busui rawan ngamuk kalo di sentil mengenai ini* Xoxoxo :D
·
Anaknya imut, kecil
dan mungil *emang kenapa kalo anak saya 2 setengah kilogram? Mau kamu sebul biar gede?*
Sodara sekalian plis
buang jauh komentar enggak penting kayak gini, karena enggak bakal kita tambah
kliatan pinter dan dipuji sang Ibu. Ibunya malah gengges gemez pengen ngruezz. *piisss ya* :D Pengalaman saya setelah melahirkan jadi sangat sensitif sehingga mudah marah
karena sering denger komentar orang seperti ini. Mungkin efek lelah begadang
juga ya. Iya beneran saya enggak bisa bobok syantik lagi. Sehingga menurut
saya, jika menjenguk duduklah, berilah selamat dan tunjukkan kebahagiaan dan
dukungan atas kelahiran bayi Ibu yang penuh perjuangan. Kalaupun mau ngasih
masukan, yah tinggal nada bicara nya yang diperhalus dan mimik muka yang bukan
‘sok tau’. Iya beneran beda loh, orang yang tulus memberi bantuan berupa
saran ilmu (ilmiah), dengan member Perkemi (Persatuan Kemeruh Indonesia).
Seorang busui yang mencoba empati Ibu baru
Gresik, 07 Maret 2017
23.00 WKS
Tidak ada komentar