Akhirnya Selfito Ergo Sum di Bali

Empat abad silam, filsuf Rene Descartes berkelana ke banyak negara untuk mencari eksistensi diri dan inspirasi. Serupa Descartes, kaum muda di abad ini juga hobi berplesir. Bedanya, mereka mengejar foto citra diri.
Selfito Ergo Sum. 
Demikianlah istilah yang disematkan generasi milenial untuk melihat eksistensialisme di era saat ini. Artinya kira-kira, “dengan berfoto, eksis di media social, maka saya ada”. Istilah pelesetan dari filosofi Cogito Ergo Sum (aku berfikir maka aku ada)  yang dicetuskan Descartes pada abad ke-16 itu mendorong generasi milenial untuk melanglang buana ke banyak daerah,  bahkan negara,  terutama di liburan akhir tahun seperti saat ini (harian Kompas, 29 Desember 2017)


Plak, nampar abis. Dan memang itulah generasi hari ini. Dan orang macam aku inih haha… Pergi wisata untuk upload medsos. 

But life is never flat, right? #terCHIKI #generasimicin

Tapi sebenarnya ke Bali adalah impianku sejak lama. Adit sering cerita tentang Bali karena sebelumnya dia 2x dalam setahun plesiran kesana karena tugas kantor. Dan impian ke Bali semakin menyeruak didada ketika melihat keindahan Bali di TV. Sebenarnya aku sudah pernah ke Bali saat kelas 3 SD. Tapi usia piyik, inget apa aku tentang Bali. Huhu. Siapa sih yang meragukan keindahan Bali. Turis mancanegara jujukannya sebelum wisata ke Lombok ya singgah ke Bali terlebih dahulu. Ya gak sih? *belagaksoktau



Dan laiknya anak kecil yang merengek agar permintaan dikabulkan, akhirnya gayung bersambut setelah menjelang 4 tahun usia pernikahan kami. Tepatnya dua bulan lalu, di suasana Gresik yang adem, Adit bilang kita akan pergi ke Bali dan dia yang urusin teknis ini itu. Tepat di Hari Ibu, tanpa banyak kata, puisi dan bunga mawar kami berangkat menuju Pulau Dewata. Yihaaa. Makasih nurutin emak-emak yang banyak maunya ini. 

Hari pertama kali ke Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park. Berdasarkan masterplan, patung GWK akan dibangun dengan ketinggian 120 meter. Yang secara otomatis akan mengalahkan ketinggian Patung Liberty, New York yang tingginya 97 meter. Sehingga patung yang ada saat ini adalah masih berupa potongan. Yakni dewa wisnu dan burung garuda. Garuda Wisnu Kencana adalah sosok tokoh mitologi dalam kepercayaan umat Hindu Bali. Garuda sendiri merujuk pada burung garuda raksasa yang berwujud setengah manusia. Kemudian untuk Wisnu  merujuk pada sosok Dewa Wisnu yang digambarkan tengah menunggangi (kencana) sang Garuda tersebut.

patung Wisnu

patung Garuda



Disini kita juga bisa melihat budaya lokal Bali di amphitheatre untuk melihat pementasan tari Kecak. Setelah tari Kecak barakhir, kami para penonton bisa berfoto dengan penari tari Kecak tersebut.

tari Kecak



Setelah hari pertama di GWK kami menginap di salah satu hotel daerah Kuta. Ternyata hotel ini dekat dengan ground zero atau titik ledakan Bom Bali. Waktu menunjukkan pukul 00.00 WITA namun tak menyurutkan semangat meski kaki pegel untuk ke Monumen Ground Zero. Berjalan kaki menuju monumen di Jalan Legian kami melewati diskotik, bar, restaurant yang sedang ramai. Monumen ini untuk mengenang tragedi bom bali. Di monumen tersebut kita bisa melihat nama-nama dari korban dan negara asal korban. Tidak berhenti sampai monumen, kami berdua jalan kaki menuju Pantai Kuta yang berdasarkan google maps tidaklah jauh dari lokasi kami. Namun kaki pegel, pakai sepatu 3 cm. Akhirnya kami berhenti di sebuah toko penjual minuman untuk melepas dahaga.



Ketika kembali ke hotel, sudah mulai tanda-tanda gerimis. Kami lebih cepat melangkahkan kaki. Dan benar saja, sesampainya di hotel, hujan turun dengan derasnya.

Esoknya kami menuju sebuah pantai yang sangat asing di telinga. Pantai Pandawa namanya. Wow melewati bukit kapur tinggi menjulang. Sumpah keren. Dan untuk menuju pintu awal Pantai Pandawa kami disuguhkan lima deretan patung pewayangan dari keluarga Pandawa yang tingginya masing-masing 5 meter. Dan ternyata pantainya bagus banget, berpasir putih halus, ombaknya tenang dan saat itu udaranya sangat sejuk. Entahlah kameraku pencahayaannya jadi bening gimana gitu. Apik dagh menurut aku. Menurutku lho yaaa *gak tau menurut mas Anang


indahnya Pantai Pandawa




Setelah ke pantai Pandawa kami ke pasar Sukowati dan Cening Ayu. Jujur, aku agak serem kalo ke Sukowati. Semua pedagang teriak-teriak menjajakan dagangannya. Kita sebagai pengunjung malah bingung haha. Akhirnya yang aku lakukan duduk ditengah-tengah pasar. Sambil mengamati tiap pedagang. Kompetisi dalam berdagang membuat mereka memilih cara teriak-teriak untuk menggaet pembeli.

Dan perjalananku diakhiri di Danau Beratan Bedugul. Tau gak gambar uang 50.000an? Nah kali ini aku ngeliat sendiri seperti apa Danau Beratan di uang 50 ribuan. Di tengah danau terdapat pura yakni Pura Ulun Danu yang merupakan tempat pemujaan Sang Hyang Dewi Danu sebagai pemberi kesuburan. Danau Beratan merupakan danau terluas dan terbesar kedua setelah danau Batur di Bali. Dan menurut huffingtonpost, danau Beratan adalah salah satu dari 20 danau terbaik dan terindah di dunia.




Apakah akhirnya aku pampang foto ini di medsos seperti Instagram dan Facebook. Tentulah iya. Namun untuk di Instagram, aku mikir lagi faedahnya apa. Akhirnya semua foto di Bali aku hapus. Biarlah blog ini sebagai kenangan perjalananku mengakhiri 2017. Jadi maaf kebanyakan poto ya, hihi. Buat aku yang gak pernah plesiran kayak gini, jalan-jalan singkat ke Bali ini sangat berarti. Ditengah rempongnya dunia per-Ibu-an dirumah. Gak sekedar pengen ngeksis atau Selfito Ergo Sum atau apalah istilahnya itu.

Terimakasih suami. Ditunggu kejutan apa lagi tahun depan. Kita jadinya kemana lagi? *mintaditampolsapu *kaboor

Kalo teman-teman penganut Selfito Ergo Sum-kah?  Mengakhiri tahun 2017 plesiran kemana nih,  share yuk :)




Tidak ada komentar