Nasi Sambal Mujair

Kulihat seorang Ibu berjalan sempoyongan dan langkah berat. Ia membawa kumpulan botol plastik dan kempyeng. Dengan baju lusuh, ia berjalan lurus tanpa menoleh kanan dan kiri. Aku yang barusan saja menyantap bakso di Pasar Senggol jadi berhenti sejenak. Lalu tanpa berpikir panjang, ku gas motorku secepat mungkin. Aku berharap aku masih bisa mendekati Ibu tadi.

“Bu, Ibu mau nasi sambal mujair?.” Kumulai pembicaraan dengannya
Kebetulan catering kantorku hari ini lauknya nasi sambal mujair. Dan masih tersisa banyak dimeja dapur kantor. Daripada akhirnya diletakkan di tempat pembuangan sampah, mengapa tak kutawarkan saja pada Ibu ini.
“mau mbak, mau” jawabnya dengan nada suara melemah.
“oh tunggu sebentar disini ya, Bu. Saya ambilkan dulu”.
“iya ya mbak.”

Lalu secepat mungkin aku menuju kantor. Jam menunjukkan pukul 19.00 WIB. Dan benar saja, lauk dimeja dapur masih banyak. Ku ambil beberapa catering sisa siang yang masih sangat layak dimakan. Kubungkus dengan plastik dan kutambah dengan dua gelas minuman kemasan. Aku kembali ke tempat pertemuan awal kami, dan sang Ibu masih sabar menungguku.
“Ibu, ini nasi dan lauknya”.
“terimakasih banyak mbak”.
Aku mengangguk dan memberi senyuman.

Ah hatiku bergetar. Betapa mudahnya aku makan sehari-hari, batinku. Aku tak perlu mengamen dan memunguti botol plastik seperti Ibu yang kutemui barusan. Sementara mungkin bagi Ibu tersebut, nasi yang cuma sedikit aku berikan begitu berharga. Akhirnya aku pulang kerja dengan haru. 


Untuk anakku Luigi :
Saat esok kau sudah beranjak usia lebih dewasa, makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang ya, Nak. Seperti kata kanjeng Nabi. Dan pastikan mengambil makan sesuai takaranmu, agar tak mudah bagimu menyisakannya.

gambar diambil di pasarinduk.id


Gresik, 27 Mei 2017
#30dwcjilid6
#day11

Tidak ada komentar