Mumpung Ramadan, saya pingin rutin menulis lagi. Minimal menulis untuk diri saya sendiri, karena salah satu cara mengikat ilmu adalah mencatat kembali apa yang sudah dipelajari.
Harapannya tidak sebagai pahatan
kalimat saja, namun untuk keluarga saya sendiri. Jika berbelok jalan, ada
goresan yang bisa dibaca lagi.
Mengutip IGS Bu Okina “Ilmu itu ibarat otak, kalau tidak
dipakai ya tidak ada gunanya (Okina Fitriani)”. Bismillah, Ramadan ini makin
berwarna dengan visi misi yang nancep di kepala.
Dulu saya pernah dengar entah dari buku atau dari ceramah bahwa pernikahan adalah ibadah terlama sepanjang hidup. Siapa diantara kita yang pingin nikah cuma sementara doang? Nggak kan?
Kita tentu ingin
membangun rumah tangga selamanya dengan bahagia, sampai ajal menjemput.
Memperoleh kebahagiaan ini nggak tiba-tiba simsalabim,
pasti butuh perjuangan. Apalagi pernikahan adalah ibadah terpanjang, masak
dijalani mengalir seperti air mengalir atau sekadar ‘ya gimana nanti’.
Padahal kalau kita kerja aja semua harus di planning dengan detail mulai menggunakan analisa SWOT dan banyak lainnya.
*Inget banget zaman saya masih kerja, tiap Januari ngumpulin rencana tahunan yang didasarkan pada arahan manajemen, dan bikin laporan bulanan.
“Kebanyakan orang melakukan upaya yang serius ketika
berhubungan dengan pekerjaan di kantor. Apakah kita mengelola keluarga seserius
dan semaksimal mungkin seperti layaknya peran di pekerjaan?” ungkap Pak Ronny
Gunarto dalam Enlightening Parenting Online yang saya ikuti sebelum Ramadan
datang
Pak Ronny memulai dengan sebuah pertanyaan yang mungkin belum, atau bahkan tidak pernah terpikirkan oleh kita.
Dalam pekerjaan,
karyawan dibekali banyak perangkat untuk menunjang pekerjaan seperti diklat atau
training, karena perusahaan punya visi misi yang mewujud dalam objectif tahunan
dan perlu dicapai.
Namun apakah dalam membangun keluarga ikhtiar dan
kompetensi kita serius seperti mengelola pekerjaan? Sudah punyakah visi misi
keluarga?
Pada tulisan Pak Ronny di buku Enlightening Parenting tentang 7 Kunci Komunikasi Suami Istri meletakkan kesamaan visi dan misi sebagai nomor wahid.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah keluarga memiliki
visi dan misi. Keluarga harus dikelola seprofesional mungkin seperti layaknya mengatur
perusahaan.
Nilai Penting Visi Misi Keluarga
Pak Ronny memaparkan dalam materinya bahwa visi dan misi keluarga adalah landasan dalam pengelolaan keluarga untuk tujuan yang kita inginkan.
Hal ini sama dengan sebuah perusahaan yang memiliki visi, misi
dan value. Karena ketika perusahaan memiliki keseragaman, perusahaan bergeraknya
efisien dan setiap pengambilan keputusan sesuai arah yang sama.
kebetulan lagi di RS, ada papan tentang visi, misi, dan value RS Petrokimia Gresik. Foto oleh : Anggraeni Septi |
Pun keluarga ketika memiliki visi, misi dan value,
maka semua anggota keluarga akan mendapat kejelasan akan dibawa kemana
keluarganya.
Didalamnya termasuk cara mengelola dan apa
hal-hal yang dianggap penting dalam satu keluarga. Sehingga apapun yang
dilakukan setiap anggota keluarga akan memiliki tujuan dan arah yang sama.
Manfaat lain memiliki visi, misi dan value
keluarga adalah konflik bisa terminimalkan.
Visi
Visi keluarga berhubungan dengan pertanyaan
“apa”. Apa sih ujung dari proses berkeluarga dan kita ingin kemana? Visi adalah
tujuan jangka panjang atau long term goals yang ingin kita capai ada di
mana.
Saat itu Pak Ronny mengutip buku best seller dunia, 7 Habbits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey.
Pada habit kedua, Covey berkata “Begin with the End in Mind” yang
artinya mulailah di ujungnya dalam pikiran kita.
Dalam buku tersebut juga disebutkan “all things are created twice” atau setiap hal itu terjadi dua kali. Pertama dalam pikiran kita dan secara fisik atau nyata.
Misalnya ketika kita akan membangun rumah dalam
bayangan kita punya gambaran rumah seperti apa yang dikehendaki, lalu
dituangkan dalam design dan diwujudkan secara fisik.
Gara-gara penjelasan Pak Ronny, saya akhirnya
juga ikut membaca buku Stephen R. Covey ini. Covey menyebut :
“kamu bekerja dengan gagasan. Kamu bekerja
dengan pikiranmu hingga kamu mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang
ingin kamu bangun” (7 Habbits of Highly Effective People hal 111).
Kalimat ini menunjukkan bahwa pentingnya
punya rancangan dalam pikiran sebelum merealisasikannya.
“sebelum kamu pergi melakukan suatu
perjalanan. Kamu tentukan tempat tujuan dan merencanakan rute terbaik. Sebelum
berkebun, kamu rencanakan dulu dalam benakmu, mungkin di atas kertas. Kamu
menggambarkan dalam pikiran susunan tanaman di tamanmu sebelum kamu menata
taman itu” Covey pada 7 Habbits of Highly Effective People hal 112
Pak Ronny menambahkan bahwa ketika kita berkeluarga,
kita mulai dengan tujuan akhirnya dulu. Di mana ujungnya dalam
berkeluarga. Di mana yang kita diinginkan ketika tugas jadi orangtua selesai, dan
bangunan keluarga selesai.
“Where do you want a be, atau final destination result. Setiap
keluarga bisa memiliki visi yang berbeda-beda. Apapun ujung itu, ketika kita
memiliki pernyataan visi yang jelas. Maka kita memiliki arah yang jelas, kita
mau ngapain, kita mau kemana.” ungkap ayah 2 anak ini.
Saya menerjemahkan penjelasan Pak Ronny,
bahwa dengan melukiskan ending goals keluarga, maka yang dilakukan
keluarga hari ini, bulan depan dan tahun kedepan akan selalu dipikirkan apakah
sesuai dengan tujuan jangka panjang atau tidak.
Suami Bu Okina juga menganalogikan dengan
berkendara naik mobil. Jika tak tahu tujuannya maka akan berputar saja.
Bayangkan saja jika terlanjur masuk mobil,
lalu keinginan penumpang berlainan. Satunya ingin mudik ke Trenggalek, satunya
ingin di Surabaya saja. Konflik deh. “turunkan aku di sini, Mas” *emak-emak mulai drama. Padahal
di dalam mobil juga ada anak-anak -.-
Jadi penting banget menyamakan visi keluarga
ini. Biar semua anggota keluarga tahu mau dibawa kemana bangunan rumah tangga
ini.
Visi itu sifatnya long term dan
sifatnya tidak berubah. Maka perlu sebuah visi agar keluarga menuju arah yang
sama.
Misi dan Objectif
Jika visi menjawab what atau where. Maka misi adalah menjawab peran masing-masing anggota keluarga atau who dan how.
Dalam konteks misi keluarga adalah, apa peran atau tugas Ayah, Ibu dan anak.
Juga how alias bagaimana cara kita mencapai long term goal atau
visi yang telah dibuat.
Pak Ronny mengutip ayat Al Qur’an :
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku." (QS Az Zariyat : 56).
Konteks ibadah pada ayat ini luas. Tidak hanya berhubungan
dengan ibadah ritual namun juga sosial.
Jika visi tidak
bisa berubah dari waktu ke waktu, namun berbeda
dengan misi yang bisa berubah sejalan dengan waktu. Misalnya anak yang usianya tahap
bahasa atau logika, lalu beranjak remaja, dan dewasa tentu akan memiliki peran
yang berbeda.
Teknis membuat misi keluarga :
1. Misi berbentuk
pernyataan yang sifatnya general.
2. Misi didetailkan
dalam bentuk Objectif
3. Objectif
anak adalah melatih 7 potensi fitrah anak
Manusia itu punya 7 fitrah potensi. Nah Objectif yang kita
buat untuk anak berisi program atau aktivitas melatih fitrah yang sudah potensial
agar menjadi kompetensi. Tentunya harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangannya.
4. Objectif
Ayah dan Ibu lebih detail yang sifatnya operasional.
5. Objectif berbentuk
short term goal yang WFO (Well Form Outcome).
Well Formed Outcome maksudnya adalah sesuatu yang terdefinisi
dengan jelas. Objectif itu sangat operasional, spesifik, dan ada deadline-nya.
Kendalinya ada pada diri sendiri dan dibikin objectif bulanan. Bisa dilakukan
per 2 atau 3 bulanan, nanti di review bagaimana progresnya apa yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan. Objectif menjadi landasan keluarga dalam
keseharian apa yang ingin dicapai.
Covey menyebut “di rumah kami, kami menggantung pernyataan
misi di dinding di dalam ruang keluarga sehingga kami dapat melihatnya dan memonitor
diri kami setiap hari” (hal 156).
(Baca juga : WFO Enlightening Parenting)
Value Keluarga
Value adalah hal-hal yang
dianggap penting, dalam satu keluarga. Banyak cara mencapai misi atau obyektif.
Tetapi gimana caranya itu ditentukan value yang dianut oleh keluarga
tersebut.
Pak Ronny Gunarto mencontohkan seorang 2 Ayah yang dalam
Objectifnya sama-sama ingin mengajarkan anak shalat. Objectif mengajarkan anak
shalat adalah baik, namun caya yang digunakan sang Ayah bisa berbeda tergantung
value.
Ada yang keras, dipukul jika tidak shalat meski anaknya baru
berusia 6 tahun. Satunya sang Ayah lebih sabar, usia tahun 6 dilatih dengan
proses. Walaupun Objectifnya sama, namun caranya beda karena valuenya berlainan.
Itulah pentingnya value, sehingga menentukan cara
dan peran dia dalam misi atau objectif jangka pendek keluarga.
Dalam Enlightening Parenting, kami dikenalkan dengan value
Taat, Syukur, Meningkat dan Bermanfaat atau disingkat TSMB. Semuanya dari
keteladanan, walk the talk, kasih sayang dan lain sebagainya.
Pak Ronny juga mengingkatkan adanya visi misi keluarga
membuat kita fokus pada tujuan keluarga. Biasanya umat islam tujuan akhirnya
adalah kehidupan akhirat.
Ada ayat Al Qur’an yang menyebutkan bahwa dunia sementara atau
hanya senda gurau. Namun kondisi saat di dunia menentukan di akhirat. Maka kita
berproses untuk menuju visi ke akhirat, di detailkan dalam bentuk misi dan objectif.
“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan
senda gurau. Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala
kepadamu, dan Dia tidak akan meminta hartamu.” (QS. Muhammad: 36)
Prioritas yang Jelas dan Produktif
Pak Ronny memaparkan untuk menjalankan objectif kadang
kita merasa tidak cukup waktu. Sebetulnya manusia efektif ketika bisa melakukan
prioritas yang tepat. Covey menyebut ada 2 faktor yang mendefinisikan suatu
aktivitas yaitu seberapa penting dan seberapa mendesak.
Apa sih mendesak? Ada implikasi jika tidak segera
dilakukan. Kacamata siapa? Apakah implikasi terhadap diri sendiri, tetangga, itu
yang harus dipikirkan.
Sementara penting adalah segala sesuatu dengan tujuan
jangka panjang itu penting. Dengan begitu yang lain bukan penting.
Pak Ronny mengenalkan kami pada Eisenhower Matriks. Ini adalah bagan yang dipakai untuk bantu kita mengolah waktu dan perkerjaan yang kita lakukan.
Dari Eisenhower Matriks bakalan terlihat di posisi mana selama
ini kita menghabiskan waktu, apakah hal yang penting atau tidak, mendesak atau tidak
mendadak.
Empat (4) kuadran itu adalah : Penting dan Mendesak, Penting dan Tidak Mendesak, Tidak penting dan Mendesak, dan Tidak Penting dan Tidak Mendesak.
Eisenhower Matriks, maapin kalau garisnya nggak presisi ✌ |
Ayah dari Raka dan Rangga ini mencontohkan bayangkan gimana
ketika mendengar anak di sekolah pingsan. Maka itu dimasukkan kuadran 1 atau
emergency. Kuadran ini membuat kita “mau nggak mau” melakukan pekerjaan itu
dengan sebaik dan secepat mungkin.
Kuadran 2 penting tidak mendesak. Contoh : mobil harus dirawat berkala agar jalannya mulus. Jika tidak di service bakalan mogok. Merawat mobil masuk kuadran 2 karena kita hanya perlu melakukan schedule.
Yang saya pahami dari contoh Pak Ronny ini bahwa pada kuadran 2 aktivitasnya
berdampak besar namun tidak perlu diselesaikan hari itu juga (dapat ditunda).
Namun Pak Ronny mengingatkan banyak orang menunda
pekerjaan. Sehingga yang harusnya pekerjaan itu ada di kuadran 2 malah masuk ke
kuadran 1.
Hubungan dengan pasangan juga gitu, ada di kuadran 2 yakni
penting dan tidak urgent. Tetapi jika kita sibuk dengan pekerjaan dan hobi dan
jarang ngobrol dengan pasangan maka hubungan menjadi renggang. Hingga efeknya pasangan
komplain. Yang tadinya berada pada kuadran 2 tiba-tiba menjadi kuadran 1.
Namun jika manusia banyak
melakukan kegiatan di kuadran 1 maka dampaknya sangat lelah, burn out, stres
dan ini sangat tidak direkomendasikan. Kita harus merencanakannya seperti di
kuadran 2 dengan membuat schedule.
Pada kuadran 3 adalah aktivitas mendesak dan harus diselesaikan namun punya prioritas yang tidak terlalu penting. Pak Ronny mengungkapkan kadang manusia terperangkap pada “hal mendesak”, merasa banyak hal mendesak yang perlu dikerjakan, dipikir ini harus cepat ditangani.
Padahal belum tentu penting untuk
kita. Apakah pekerjaan itu menunjang long term goal kita.
Contohnya cuci piring dan membersihkan rumah tapi juga kudu mengajak main anak. Pak Ronny mengatakan kita harus jeli diantara pilihan-pilihan itu.
Kuncinya pada kuadran 3 adalah delegasi pekerjaan kepada
oranglain. Hal ini agar kita bisa fokus pada hal yang lebih penting.
Jika anak yang dianggap penting, maka jika ada kesempatan
kita bisa berikan pekerjaan beres-beres rumah ke asisten rumah tangga.
Selain delegasi juga bisa otomasi. Misalnya input data di excel, dengan menggunakan rumus tertentu maka sekali tekan enter, hasilnya keluar.
Pada konteks pekerjaan rumah tangga, kita tetap bisa melakukan sendiri dengan
efektif. Misalnya membeli robot yang bisa sapu dan pel sekaligus.
Dalam hal ini Pak Ronny memberikan kasus diminta mengantar
tetangga. Kita harus mampu bersifat asertif. Jangan sampai kita sibuk
menyenangkan oranglain padahal itu nggak penting buat kita.
“Katakan tidak jika tidak punya waktu” ujar Pak Ronny.
Untuk kuadran 4 adalah pekerjaan yang tidak penting dan tidak mendesak. Misalnya nonton TV, main sosmed.
Pak Ronny juga menyuruh
kami untuk memetakan dalam 1 minggu apakah banyak waktu kita yang di kuadran 4.
Jika banyak kegiatan yang di kuadran 4, maka itu hal pertama yang harus kita
hilangkan atau kurangi.
Pada akhirnya, darimana kita tau mana pekerjaan atau
aktivitas yang penting dan tidak penting? kembalikan kepada visi misi keluarga,
mana yang menunjang long term goal kita.
Selalu berpikir, ada nggak implikasinya jika kita tunda. Jika
mendesak, pikir lagi itu dari kacamata kita dan keluarga atau dari kacamata
orang lain. Maka pilahlah waktu dengan seefektif mungkin.
Dampak jika banyak melakukan pekerjaan pada kuadran 1 maka
melelahkan dan burn out, jika kuadran 3 fokus jangka pendek, mendesak
namun nggak banyak impact, sementara jika aktivitas pada kuadran 4
membuat kita bermalasan, melakukan hal yang tidak jelas seperti shopping
berlebihan.
Dalam penjelasan 4 kuadran tadi menunjukkan bahwa pribadi
yang paling efektif adalah di kuadran 2.
Sehingga yuk kita petakan kondisi kita lebih banyak di
posisi kuadran berapa dan mulai berpindah ke pribadi efektif di kuadran 2.
Contoh Visi Misi Keluarga
Contoh dari Pak Ronny Gunarto pada materi Enlightening
Parenting Online
Visi : menjadi keluarga yang dipenuhi ketenangan, cinta
dan kasih saying menuju keridhaan Allah SWT dan kebahagiaan di dunia dan
akhirat
Misi :
Ayah 👉 menjadi imam dan mencari nafkah
untuk keluarga. Mendidik anak dan menjadi teladan dalam ibadah, perilaku dan
beramal shalih
Ibu 👉 mengurus rumah tangga dan
keluarga. Mendidik anak dan menjadi teladan dalam ibadah, perilaku dan beramal
shalih
Adik 👉 menuntut ilmu dan beribadah dengan
penuh tanggung jawab, berperilaku shalih dan menjadi teladan
Objektif : (ini saya tulis singkat ya, sebenarnya banyak)
Ayah 👉 memberikan tausiyah 30 menit
setaip hari Jumat kepada keluarga setelah maghrib
Ibu 👉 menyusun kegiatan untuk proyek
keluarga tiap 2 bulan sekali
Adik 👉 Berlatih soal ujian, menjaga shalat
5 waktu
Contoh dari Bu Okina Fitriani pada telegrup Alumni
Enlightening Parenting 18 Desember 2019
Konteksnya ini menjawab pertanyaan salah satu alumni.
Visi : menjadi keluarga pengusaha hotel sukses di Jawa
Barat (anggaplah bukan berbasis spiritual)
Misi Ayah : menjadi pelatih bisnis anak sejak usia 7 tahun
Misi Ibu : menyiapkan program Pendidikan entrepreneurship
untuk anak sepulang sekolah
Objectif 3 bulan Ayah :
Mengajak anak (A) survey lokasi sekali sebulan, mengajak B
dulu bernegosiasi dengan investor minimal 2x dulu, 1 bulan
Objective 3 bulan Ibu :
Menyiapkan kurikulum 3 bulanan diserahkan kepada Ayah
untuk disetujui. Mencari mentor untuk materi project manajemen.
Pentingnya Dokumentasi
Visi, misi dan objectif keluarga menurut Pak Ronny penting
untuk didokumentasikan. Agar bisa direview yang obyektif, apa yang sudah
dan belum dilakukan dan apa yang perlu di improve.
Pak Ronny dalam materinya juga menampilkan visi misi keluarga beliau. Termasuk Memorandum of Understanding (MoU) atau kesepakatan dengan anak-anaknya.
Misalnya kesepakatan dalam menggunakan ponsel. Pak Ronny
membolehkan karena pada saat tertentu dibutuhkan untuk sekolah.
Di dalam kesepakatan itu berisi kapan boleh mempunyai
media sosial, apakah boleh orangtua mengakses ponselnya, bolehkah menggunakan gawai
selama makan, izin apa yang boleh dan tidak boleh diinstal, dan lainnya.
Kenapa perlu kesepakatan tertulis seperti ini? Agar bisa saling mengingatkan. Namun jangan khawatir, anak-anak jika terjaga fitrahnya akan komitmen kepada janjinya.
Sampai hari ini putra keduanya tidak punya kuota
data seluler. Jadi harus menggunakan wifi di rumah atau di sekolah.
Keluarga Pak Ronny juga menunjukkan kesepakatan dengan
anaknya saat memelihara kucing. Anak pun menjadi bertanggung jawab kepada
peliharannya ini.
Siapa Yang Membuat?
Sebelum menjawab siapa yang membuat, ternyata idealnya idealnya
visi misi keluarga ini dibuat sebelum menikah.
“samakan visi dulu sebelum menikah, maka rumah tangga akan
berjalan lebih mulus” Ronny Gunarto pada buku Enlightening Parenting hal 85.
Jika sudah menikah, seyogyanya visi misi keluarga dibuat
oleh kepala keluarga dan melibatkan anggota keluarga juga anak-anak yang cukup
umur.
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang lelaki adalah
pemimpin bagi anggota keluarganya, dan Ia akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap apa yang telah dipimpinnya atas mereka.” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)
Bagaimana jika Belum Membuat?
Suami belum membuatkan visi misi keluarga? Tenang, fokus
diri sendiri dulu aja. Jawabannya saya lampirkan dari IGS Bu Okina 23 Januari
2023 yang saya skrinsut jam 13.43 WIB.
VMV maksudnya Visi, Misi, Values 😊 |
Penutup
Saya pernah melihat reels yang melintas di beranda dengan caption kira-kira begini. Jika menikah usia 24 tahun, maka sisa waktunya adalah menghabiskan bersama pasangan.
Jika standar usia normal menggunakan patokan
Nabi 63 tahun, maka 39 tahun hidup bareng pasangan lebih lama dari hidup bersama
orangtua. Jadi pastikan ia seorang yang sevisi dan semisi denganmu.
Semoga dengan membuat visi, misi, value dan kesepakatan
keluarga, kita bisa menjawab kepada Allah pada hari pertanggung jawaban kelak
bahwa kita telah ber-ikhtiar membawa keluarga menuju jalanNya.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” QS. At Tahrim: 6
Referensi
Ronny Gunarto, Visi, Misi, Values
dan Kesepakatan Keluarga pada EP Lite Online. Maret 2023
Okina Fitriani dkk, The Secret of
Enlightening Parenting, Cetakan Keenam, (Jakarta Selatan : PT
Serambi Ilmu Semesta) : 2021
Stephen R. Covey, The 7 Habits of
Highly Effective People, Buku Terjemahan, (Tangerang Selatan : Karisma
Inti Ilmu)
Al Qur’an
Hadist HR. Bukhari no. 2554
dan Muslim no. 1829 dari https://muslim.or.id/52693-pemimpin-rumah-tangga-4.html ditulis
oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc, Ph. D : 11 April 2022
Masya Allah lengkaaaap! makasih banyak Septi!
BalasHapusalhamdulillah pernah belajar menyusun visi misi dengan Bu Septi. Ditambah ilmu EP ini makin komplit.
sama-sama mba Helen :) mashaAllah Alhamdulillah bisa belajar bareng ya mba. Otw baca tulisannya mba Helen tentang visi misi keluarga versi Bu Septi Peni :)
HapusPanjang, lengkap, dan runtut penjelasannya. Benar-benar mengasyikkan baca tulisan seperti ini. Kalau visi misi, itu biasanya berkaitan atau ada hubungannya dengan Pemilu maupun Pilkada. Ternyata, yang banyak dilupakan orang adalah visi misi dalam keluarganya sendiri. Mau dibawa kemana keluarganya? Ini yang harus jadi renungan, terutama kepala keluarga, ya, termasuk saya juga.
BalasHapus