Sepenggal Sihir Sudut Gang Dolly Dulu dan Kini : Blusukan Bersama Pendidik Pancasila


“saya bilang ke keluarga saya, kalau saya mati nangani ini (penutupan Dolly), tolong di ikhlaskan, tidak boleh ada keluarga saya yang menuntut atas kematian saya.”
(Tri Rismaharini dalam Mata Najwa 12 Februari 2014).

Ucapan dari seorang walikota terbaik dunia ini sempat viral. Ucapan yang mengingatkan kita semua, tekad seorang pemimpin dan terus direkam dalam sejarah. Bukan saja sejarah kota Pahlawan, namun sejarah peradaban.

Surabaya sebagai bagian dari kota terbesar di Indonesia, menyediakan berbagai hiburan. Salah satunya hiburan untuk penikmat malam panjang. Yang menjadi magnet Surabaya saat itu adalah tempat penjaja cinta yaitu prostitusi Dolly. Dolly disebut-sebut sebagai lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara. Kesimpulan ini tentu bukan isapan jempol belaka, karena sebelum ditutup kawasan ini memiliki 1.080 PSK dengan kurang lebih 220 wisma.  



Dolly Yang Memikat
Gang Dolly terletak di Kelurahan Putat Jaya Surabaya. Memasuki lokasi, ratusan Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan pakaian serba minim di pajang di rumah-rumah kaca. Banyak yang menyebut pajangan itu ibarat deretan aquarium besar, karena bebas dilihat siapa saja dan dinikmati siapa saja. Sejak petang, para calo  menyamput pria penuh dahaga yang sedang berburu cinta semalam. Calo kecipratan uang dari hasil kesepakatan harga dengan pelanggan. Ada harga ada rupa. Semakin muda dan cantik, semakin dibandrol mahal.

Dolly memang memiliki sihir yang kuat. Saya masih ingat, setiap malam kawasan itu gaduh dengan musik disko hingga dangdut koplo yang memekakkan telinga. Dengan penerangan pendar warna warni banyak perempuan sexy duduk di sofa panjang, memamerkan paha indah, siap menarik pria-pria kehausan. Ingatan itu tak pernah hilang, karena teman-teman SD-ku banyak tinggal di daerah itu. Dan rumahku hanya berjarak 500 meter darisana.

Hingga di sebuah percakapan dengan Mata Najwa, Tri Rismaharini walikota Surabaya membulatkan tekad bahwa Dolly harus ditutup. Apapun resikonya, apapun tantangannya !!! Kasus trafficking yang melibatkan anak dan pelanggan PSK berusia SD-SMP menjadi alasan kuat pemimpin perempuan pertama ini untuk melakukan perubahan.

Semangat Pancasila dengan Menengok Pasca Penutupan Dolly
Dolly, dulu menjadi magnet wisatawan dalam dan luar negeri. Sehingga banyak pro dan kontra dalam proses penutupannya. Namun, bagaimana kabar Dolly hari ini? apakah sihir itu masih tersisa. Beruntungnya saya diundang di acara bertajuk Susur Kampung Pendidik Pancasila, Ruang Pertemuan Antara Pendidik Pancasila, Penggiat Kampung, Komunitas dan Jejaring. Acara ini dipelopori oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI).

Bu Irine membuka acara Susur Kampung Pendidik Pancasila


Agenda yang diselenggarakan di Hotel Ibis Budget Surabaya pada (29/2) adalah susur kampung Dolly. Bersama para pendidik Pancasila yang terdiri dari perwakilan Guru Sejarah, Kewarganegaraan, Seni dan Budaya se-Jawa Timur, komunitas dan bloger kami blusukan ke gang-gang yang menjadi sejarah kehidupan malam Surabaya. Yang membuat saya sangat tertarik meliput acara ini adalah karena sejak penutupannya, saya pun tidak tahu menahu, seperti apa wajah Dolly kini. Hanya sering melewati jalannya yang lebih lengang di malam hari dibandingkan dulu.

Hadir Direktur BPIP - Irene Camelyn Sinaga atau yang akrab disapa Bu Irine, juga sejarawan juga penulis dari Jakarta JJ Rizal yang memberikan wawasan tentang semangat Pancasila. Tujuan dari rangkaian acara adalah kami bisa melihat sisi lain dari kawasan Dolly kini, dan berbuat sesuatu disana. Tentunya berbagi dengan cara yang berbeda.

Bu Irine menegaskan bahwa dengan turun kelapangan kita akan tahu realitas sebenarnya. Dikaitkan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka, Rak JJ Rizal memandang bahwa kelima sila Pancasila jika diperas intinya adalah gotong royong atau berbagi. Dan di susur kampung ini kami bisa berbagi dengan saling bertukar pengetahuan, antara Pendidik Pancasila dengan warga Dolly.



Menurut Bu Irene, hal ini dilakukan karena kita punya tanggung jawab sosial, terlibat pada persoalan masyarakat, dan belajar tidak harus di dalam kelas. Seperti kata Pak JJ Rizal, sharing menjadikan kita menjadi Raja, karena dengan berbagi kita menjadi Kaya.

Agenda siang itu, kami belajar membatik dan menjadi guru di masyarakat dengan pendekatan seni pada di kawasan Dolly. Kami semua dipersiapkan secara singkat dan padat belajar angklung yang dipimpin oleh Pak Hanafi dan Istrinya. Beliau berasal dari Malang yang telah memberdayakan daerahnya dengan mengajarkan musik angklung kepada Ibu-Ibu. Inilah untuk pertama kalinya saya memegang alat musik angklung.

Rumah Batik Putat Jaya, Wajah Baru Eks Lokalisasi
Setelah jam makan siang, kami berangkat Rumah Batik. Sebenarnya saya sedikit bingung, “emang ada ya kampung Batik di Surabaya, apalagi di Dolly, kok belum dengar?”. Dengan peserta berkelompok menggunakan taxi daring, kami menuju lokasi. Begitu kaki menginjak salah satu gang Dolly ini, sihirnya masih terasa. Kaki tak kuasa menahan hasrat melangkah menyusuri jejak prostitusi yang dulu menjadi terbesar se-Asia Tenggara. Terletak di Jalan Putat Jaya Barat VIII B No 31, bangunan yang dulunya wisma disulap menjadi pusat kerajinan batik. Bangunan dua lantai ini, terbagi menjadi dua, lantai pertama untuk pameran dan penjualan, dan lantai kedua untuk pelatihan pembatikan.



Di lantai satu dipamerkan berbagai motif batik hand made ala pekerja eks lokalisasi. Dan motif batik yang ingin dikenalkan adalah motif daun jarak dan kupu-kupu. Beberapa dari kami mencoba dan mematut di depan kaca, dan jika cocok kami membelinya. Dibandrol rata-rata Rp.150.000, kami bisa mendapatkan kain batik khas Gang Dolly.

Berlanjut ke lantai 2 adalah ruang produksi. Beberapa guru dengan sabarnya belajar membatik dengan canting pada selembar kain putih. Udara yang panas tak menyurutkan semangat kami untuk mencoba membuat sketsa seadanya. Hingga mengikuti proses mencelupkan ke dalam pewarna pakaian. Ada sebuah cerita bahwa seorang perempuan yang dulunya berjualan pakaian sexy di kawasan Dolly, kini beralih menjadi pembatik disini.  



Terobosan Kampung UMKM Kreatif
Dengan berjalan kaki memasuki lorong gang kecil, blusukan kami berlanjut di kampung UMKM Kreatif. Terletak di Jalan Putat Jaya 2 A RT 5 RW 3, gang sempit yang dulunya banyak digunakan sebagai rumah bordir, kini berubah menjadi rumah produksi UMKM. Jejak-jejak prostitusi masa lalu itu terasa dengan melihat beberapa bangunan rumah yang masih berkaca di bagian depan rumah.

Warga pimpinan Bapak Nirwono selaku ketua RT ini kreatif membuat olahan makanan dan minuman. Dulu masyarakat disini dilatih membuat telur asin, namun ternyata harga jualnya tidak bisa bersaing dengan pasar dekat kampung. Akhirnya berusaha menambah nilai jual, dengan membuat produk turunan yakni botok telur asin. Selain botok telur asin, sentra yogurt, sentra olahan susu, gamis hingga konveksi.



Duduk bersila beralas tikar, semua rombongan mencoba botok telur asin. Cita rasanya unik karena paduan rasa telur asin dan kelapa botok menyatu dengan tekstur kuning telur yang masir. Pak Nirwono selaku penggerak warganya, ingin agar daerah yang dipimpinnya menjadi lebih berdaya pasca penutupan. Dan ekonomi disana kembali menggeliat dengan cara yang lebih baik.

Setelah menghabiskan botok telur asin dan sebotol air minum, kaki kembali melangkah menyusuri gang Dolly hingga rasa lelah mengajak istirahat sejenak di sebuah pesantren.

Pesantren JeHa- Jauharotul Hikmah
Bagai oase di tengah padang gurun, ada sebuah pesantren di tengah kawasan Dolly. Ialah Pesantren Jauharatul Hikmah yang terletak di Putat Jaya Timur No 4 ini didirikan sejak tahun 2008. Ayo berdoa, Putat Jaya, nJarak, Dolly jadi Bumi Santri adalah slogan yang dipampang di pintu depan pesantren.



Didirikan oleh seorang Kyai lulusan Pesantren Gontor, pesantren Jeha di huni oleh banyak santri baik laki-laki maupun perempuan. Disini kami mengajarkan angklung pada siswa pesantren yang ilmunya sudah kami pelajari bersama Pak hanafi di hotel. Jadi, lebih mudah karena semua rombongan saling pro aktif untuk mengajarkan satu per satu siswa. Mereka terlihat sangat antusias.

Meski banyak tantangan, namun pengurus tetap semangat memajukan pesantren di tengah hingar bingar kemaksiatan kala itu. Hingga kini, mereka banyak membina anak-anak eks lokalisasi Dolly. Terharu dengan beberapa cerita yang disampaikan oleh pengurus. Doa saya dalam hati, semoga para pengurus diberikan pundak yang kuat dan lautan kesabaran untuk mengalunkan nilai-nilai Tuhan di tempat bekas lokalisasi.  

Melihat Karya Warga Dolly di Dolly Saiki (DS) Point
Rupanya, penutupan Dolly tidak berhenti dengan deklarasi pemerintah dan perwakilan warga Dolly di Islamic Center Surabaya. Namun, mereka benar-benar diberdayakan setelahnya dengan dibuatkan pelatihan produk UKM. Dan penjualannya terpusat di Dolly Saiki (DS) Point. Saat ini jumlah pelaku UMKM di DS Point ada 34 kelompok. Di tempat ini, pelaku UKM didampingi para ahli dalam pengembangan usaha untuk menggali potensi dan kemampuan sumber daya masyarakat khususnya yang terdampak penutupan Dolly.



Produk DS Point sudah dikenal dan diminati banyak khalayak umum hingga mancanegara. Terletak di Jalan Putat Jaya Lebar B No 27, disana saya melihat banyak sekali koleksi DS Point misalnya gantungan kaos seperti Dagadu dan Joger. Saya tertarik dengan kaos yang bertuliskan “Dolly bukan lagi tentang Prostitusi, tentang kampung produksi.” Ada juga makanan seperti sambal bawang, sambal ijo, bumbu nasi bakar, telur asin, tempe, keripik, juga sambal rujak manis. Untuk kerajinan tangan ada tas serut, juga aneka bros untuk aksesoris jilbab. Semua dibuat dengan cinta oleh mantan pekerja Dolly.



***
Sungguh saya terharu atas blusukan bersama Pendidik Pancasila hari itu. Warga eks Dolly akhirnya bangkit, dengan memulai usaha dari nol. Membuat karya yang bisa dipamerkan ke khalayak. Bahwa Dolly sekarang, bukan Dolly yang penuh gemerlap. Dolly yang sekarang penuh dengan perjuangan, sejarah dan dedikasi. Diatas stigma negatif, mereka berkontribusi nyata melalui jenama yang mereka bangun - Dolly Saiki atau Dolly Sekarang.



Produk UKM Dolly memang masih baru merintis, ditengah lautan produk UKM yang lebih tersohor. Namun, langkah mereka bisa menjadi contoh bahwa merubah citra kawasan Putat Jaya butuh proses yang panjang, butuh keahlian dan perjuangan. Sihir Dolly tetap ada, dengan hal yang berbeda. Kisahnya akan terus menjadi sejarah, penutupannya akan menjadi pembelajaran.

Semoga kawasan Dolly kelak bisa berkontribusi pada sektor pariwisata Surabaya yang lebih besar dan luas. Dengan semangat nilai Pancasila, semangat gotong rotong, semua pasti bisa. Mengangkat wisata Dolly di wilayah Putat Jaya dengan sejarah dan pemberdayaan masyarakat yang ada. Tentu dampak secara langsung adalah untuk sang penerus bangsa, anak-anak sekitar Dolly. Mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan lingkungan yang sehat dan kondusif.  


Surabaya, 4 Maret 2020
Anggraeni Septi


Referensi :
Video youtube Mata Najwa, Blak-Blakan dengan Tri Rismaharini, edisi 12 Februari 2014
Semua foto yang digunakan adalah milik penulis

18 komentar

  1. Saya masih ingat banget saat penutupan Dolly dilakukan. Terharu. Bu Risma sepertinya didoakan oleh orang baik se-Indonesia. Memang harus berani buat gebrakan dan setelahnya ada tindak lanjut, ya. Baca kabar tentang Dolly yg ditulis Mama Lui ini jadi ikutan lega. Alhamdulillah. Semoga Dolly dan sekitarnya jadi kawasan berkah dan berdaya. Nice info :)

    BalasHapus
  2. Keren. Sejak dulu yuni itu nggak tahu dimana persisnya gang Dolly itu. Cuma seliweran denger ini dan itu. Termasuk kabar penutupannya.

    Kirain cuma omong kosong. Nggak tahunya beneran. Malah kini mulai tahu, apa jadinya dolly setelah penutupannya. Keren.

    BalasHapus
  3. Perubahan kawasan dolly benar-benar bikin beda ya. Semoga dengan semangat kerja keras, kawasab dolly akan dikenal dalam hal yang positif

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah, terima kasih sharingnya Mba😊

    BalasHapus
  5. Almarhum Ayah saya dan teman-temannya pernah diantarkan supir taksi ke tempat porstitusi di surabaya saat mencari tukang pijit tradisional, rupanya diantarkan ke 'tukang pijit'. Sebegitu melekatnya image tersebut sehingga wisatawan dikira ke Surabaya karena mencari begituan. Beruntunglah bila melalui tangan Bu Risma, Surabaya bisa berbenah.

    BalasHapus
  6. Entah kenapa, sejak awal nama bu Tri Rismaharini muncul saat mengurusi kota Surabaya ini.. aku merasa bahwa Surabaya berada di tangan pemimpin yang benar-benar ngayomi dan bikin adem.

    BalasHapus
  7. Selalu terharu lihat sikapnya Bu Risma saat menangani suatu masalah. Bu Risma gak hanya berperan sebagai walikota, tapi juga ibu yang mengayomi Anak-anaknya

    BalasHapus
  8. Wah salut dengan keberanian dan ketegasan bu Risma yang mau merubah kawasan dolly menjadi kampung industri. Di Jambi juga ada mba tempat begituan namanya "pucuk" tapi sekarang juga sudah dibubarkan walikotanya. Semoga mereka para eks psk bisa berdikari dengan pekerjaan yang lebih baik ya. Amiin.

    BalasHapus
  9. Jd tau deh gambarannya, dulu dan skrg saya blm pernah ksana hehe

    BalasHapus
  10. tempat yang dulunya untuk perbuatan maksiat, tidak di sangka setelah melewati beberapa proses yang sangat panjang akhirnya bisa menjadi tempat sebagus ini apa lagi kegiatan sehari-harinya sangat bagus.

    dolly yang dulu bukan dolly yang sekarang.

    BalasHapus
  11. jadi ingat deh dulu pas SMA aku pernah bahas masalah Doli dan berpikir bahwa mereka bisa berubah menjadi lebih baik. Meskipun banyak yang menyanggah dengan alasan yang tidak masuk akal. Tapi alhamdulillah doa banyak orang termasuk keluarga para wanita tersebut terkabul dan Doli Saiki menjadi tempat yang lebih bermanfaat

    BalasHapus
  12. Senang ya kalau satu tempat yg dulunya dipersepsikan negatif kini menjadi tempat yg menginspirasi..apalagi menjadi inspirasi buat semua..keren deh..

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah. Tempat yang dulunya dicap negatif sudah berubah menjadi tempat positif dan bermanfaat ya, Mbaaaak. Seneng banget melihatnya.

    BalasHapus
  14. Sesuatu yang dimulai menuju kebaikan, aku yakin pasti akan berbuah hal yang baik pula di masa depan. Lokalisasi Dolly ini menurutku adalah hal yang bagus sekali, menghilangkan maksiat di suatu wilayah dan mengubah orang-orang di dalamnya menjadi produktif dalam hal positif pasti bakal menghasilkan suatu yang positif pula. Semoga UKM di Gang Dolly ke depannya bisa makin dikenal masyarakat luas dan makin maju

    BalasHapus
  15. Saya membanggakan Bu Risma sebagai walikota Surabaya. Beliau sangat tegas meskipun seorang perempuan. Beliau tidak gentar apalagi takut saat penutupan Dolly.

    BalasHapus
  16. jadi keinget waktu risma diwawancarai najwa dan lihat semangatnya mau nutup dolly
    meski sampe diancam mau dibunuh

    salut

    BalasHapus
  17. hwaaa aku bacanya ini merinding diskooo, karena terharu banget tekad yang kuat dan juga bulat dari sosok ibu Risma untuk memperjuangkan dan juga memberdayakan dari sisi produktivitas para wanita di Dolly ini begitu kuat. Nice artikel and sharing mba!

    BalasHapus
  18. Super salut buat bu risma, wanita yang tangguh dan menginspirasi, semoga daerah dolly sekarang tidak berkonotasi negatif lagi lain dulu lain sekarang ya kak.

    BalasHapus