Perjalanan Toilet Training Bahagia


Apa sih yang paling haru ketika anak beranjak besar, bagi saya ketika tidak melewatkan masa perkembangan anak sekecilnya.  Ketika diusia 2,5 bulan Luigi berusaha angkat kepala, lalu bisa duduk, merangkat, berdiri sempoyongan, sampai menanti berjalannya diusia 15 bulan lebih. Nyaris 16 bulan !!!

Belum lagi masa MPASI, masalah berat badan, masalah makan yang bikin Lui terapi oromotorik, dan kemampuan berbahasanya diatas 24 bulan. Selama dua tahun hidupnya, ia telah mengalami 4 kali rawat inap di Rumah Sakit.

MashaAllah ingin menitikkan cairan dipelupuk mata rasanya jika mengingat segala kemampuan Lui hari ini. Sungguh kebahagian dalam hati ketika disuatu hari kusambut dengan niat mengajari kemampuan lain yakni toilet training.




Niatan ini sejujurnya maju mundur karena tak siap dengan segala konsekuensinya. Repot. Begitu pikirku. Hal ini semakin dikuatkan dengan tulisan seseorang yang saya baca bahwa toilet training adalah hal yang natural. Tak perlu memaksakan. Anak akan belajar sendiri.

Lalu dimasa kegalauan itu, saya membaca status Facebook Ibu Naftalia, seorang psikolog di Surabaya. Beliau sering saya kunjungi tulisannya karena pernah menulis tentang Ibu Rumah Tangga. Namun kali ini statusnya berbeda dari biasanya. Popok Bayi : Enak Bagi Orangtua, Sengsara Bagi Anak. Begitu kira-kira judulnya.

Bu Naf (panggilan Bu Naftalia) bercerita ada sepasang orangtua datang ke ruang konselingnya karena anak laki-lakinya 11 tahun masih BAB di celana. Kedua orangtua bekerja, dirumah hanya dengan nenek dan selalu dipakaikan diapers. Saat usia 2 tahun tidak pernah diajari toilet training.

Ortu gak khawatir karena baginya toh ada diapers. Kalo didudukkan di kloset, anaknya berkeringat dingin dan tidak bisa keluar. Kloset menjadi asing baginya. Akibatnya tak terlatih untuk mengenal signal tubuhnya.

Pengenalan signal tubuh ini bagi Bu Naf sangat penting tidak hanya untuk melatih mengeluarkan urine atau feses, namun anak juga belajar membedakan signal normal atau tidak. Anak juga belajar konteks sosial, kapan boleh pipis, kapan bisa BAB.

Dari cerita hikmah tersebut akhirnya saya berkesimpulan bahwa toilet training BUKAN HAL YANG NATURAL, NAMUN HARUS DIAJARKAN DAN DIBIASAKAN.

***

Disuatu minggu yang cerah (5/8/2018) saya sudah sampai di House of Sampoerna (HoS), untuk keliling wisata Surabaya menggunakan bus Surabaya Heritage Track (SHT). Saya dan Luigi berangkat pagi, dan menjadi yang pertama datang di HoS. Pagar masih ditutup. HoS akan dibuka tepat jam 9. Berarti ada sekitar 2 jam kami menunggu didepan pagar. Rute saat itu adalah rute Tugu Pahlawan.

Menit berlalu, jam berganti, semakin banyak orangtua dan anak-anak yang ikutan ngantri buat naik Bus. Dan ketika pagar dibuka, secepat kilat saya menaruh motor diparkiran dan mengantri karcis. Antrian didasarkan pada karcis motor. Jam tangan menunjukkan pukul 09.00 tapi tiket belum juga dibuka.

Akhirnya saya pergi ke Indomart untuk membeli diapers karena lupa tak terangkut di tas. Sekembalinya beli diapers, saya sudah tidak mendapat kursi bus rute pagi. Jleb. Dalam suasana hening saya berfikir “enak ya kalo Lui udah bisa bilang kalo mau pipis dan pup, aku gak perlu ribet sama diapers, dan gak ketinggalan bus“

Kejadian tertinggal bus karena harus membeli diapers itu cukup membekas buat saya. Kenapa? Karena kami datang paling awal. Saya salah tidak “sangu” diapers dari rumah, tapi akan lebih menyenangkan jika tidak sangu lagi. Saat itu usia Luigi 2 tahun 5 bulan.

Sejak saat itu Lui dilatih tidak memakai diapers lagi dirumah. Saya membelikan banyak celana dalam, supaya ia terbiasa tidak menggunakan diapers. Diawal, jujur saya stress ngajari Lui. Pipis SELALU kebobolan, pup jatuh dijalanan, bahkan pop nya dibuat ‘melukis’ di tembok. Hiks.

Lalu saya stop. Lui belum siap. Pikirku.

Pada, 15 oktober 2018 kami liburan ke Baobab Resort. Selama di hotel Lui mulai saya latih lagi tidak memakai diapers. Pipis dia bisa di kloset. Seneng karena ada tombol flush. Sejak saat itu dia sesekali ngomong kalo mau pipis.

Pada 7 februari 2019 (2 tahun 11 bulan) kami ke Delta Plaza dan Lui tidak mau pakai diapers. Saya? Parno dong. Kalo pipis dan pup bagaimana ini. Akhirnya nyampe Delta saya pipisin, setelah makan di Hokben, pipis lagi. Setelah makan dan beli oleh-oleh, kami ke mampir ke kantor Radio Republik Indonesia (RRI). Lui pun juga gak pakai diapers. Sebelum balik pulang, dari RRI kami ke Delta Plaza lagi buat pipis. Inilah pertamakali Lui ke mall tanpa diapers. Dan moment inilah yang saya jadikan pengingat keberhasilan terus menerus.

Lui dirumah hanya pakai celana dalam. Diapers digunakan hanya saat tidur malam saja. Lambat laun, ia mulai ngomong jika mau pipis, dan sekarang sudah lari kamar mandi sendiri buat pipis.

Namun, mengenai pup ini yang PR banget. Lui kalo pup suka ngumpet. Udah keluar di celana baru nongol dan bilang dengan wajah polos ‘Lui poooop Ma’. Dan begitu terus.

Pada 31 maret 2019 diusia Luigi 3 tahun 1 bulan saya dibikin terharu disuatu pagi. PERTAMA KALI Lui berangkat ke WC sendiri, jongkok dan bisa keluar pupnya. Saya sampe nangis. Lui keluar dari Zona Nyaman.  Setelah itu ternyata Lui pup di celana LAGI. Hiks.

Saya baca lagi tulisan Bu Okina
Masih ingatkah kita bahwa bayi kita akan menangis saat bajunya basah, risih saat popoknya penuh, dan tidak suka dengan diaper saat mulai bisa berjalan? Tetapi orang tua malas melatih toilet training hingga kemudian terbiasa tidak risih dan membiarkan sesuatu yang berantakan dan kotor. (https://okinafitriani.com/2017/01/13/menjaga-fitrahpotensi-baik-anak/)
Saya membayangkan suara dan ekspresi Bu Okina ngomong seperti itu. Seakan diguyur hujan deras, semangat muncul lagi.

Pada 13 april 2019 saat itu ia hanya berdua sama ayahnya, ia berhasil lagi pup di kloset. Tertanggal 16 april 2019 sebelum berangkat les musik, tiga kali pup di kloset, dan setelah les diapersnya kering. Karena meski pakai diapers ia tetap pipis di kamar mandi. Diapers hanya saya buat septic tank pop sementara. 

Hari itu 18 April 2019 kami ke pulang ke Gresik, seharian Lui tidak pop. Mulut saya mungkin berbusa bilang popnya di kloset ya. Tapi 19 April dia gak pop sama sekali. Saya sampe sebel.

Baru 20 April pasca kami pergi, dia pop di celana. Dalam hati mau bilang “khan Mama dari kemarin sudah bilang, di Gresik popnya juga di WC, kenapa di celana lagi, bla bla bla” tapi langsung saya pindah tempat dan bilang “tadi popnya dimana? lain kali di WC ya, kayak Lui dirumah Ibuk bisa berhasil pop di WC”. Saat saya handukin badannya, dan mau gantiin baju, Lui bilang “Ma aku mau pop lagi” dan jongkoklah ia di kloset. Taraaa keluar. Sore itu kami ke alun-alun Gresik tanpa diapers.

ke Alun-Alun Gresik

Dan tau gak 21 April 2019 ia ke rumah neneknya di Sidoajo tanpa pospak dan malamnya ia buru-buru ke kamar mandi, jongkok, pop dan keluar. Dan hari ini 22 April 2019 pagi ia membuka celana sendiri, lari ke kamar mandi untuk buang hajat.

Karena kekonsistenan Lui boleh dong saya nyatakan Lui lulus toilet training di usianya 3 tahun 2 bulan.

Dari cerita ini saya mengambil sunatullah/jalan-jalan kenapa Lui sudah mulai meninggalkan diapersnya. Dan setahap menuju lepas pospak 100%.

BRIEFING
Briefing adalah pengarahan. Briefing BUKAN CUMA dilakukan untuk pergi ke tempat baru, tapi juga untuk melakukan hal baru. Tiga tahun lamanya Lui pakai diapers, sudah nyaman dengan septic tank yang ngikut kemana-kemana. Jadi saya harus mengenalkan gimana sih pipis dan pop yang baik. Briefing saya telah saya lakukan diantaranya :

Baca buku
Saya sudah membacakan buku mengenai toilet training sejak Lui usia 2 tahun. Namun sayangnya buku ini tidak sesuai dengan kondisi rumah kami dengan kloset jongkok. Jadi saya improvisasi sendiri isi ceritanya. Yang penting Lui paham bahwa pipis dan pop harus dilakukan di kamar mandi.

Mengenalkan tanda buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)
Seperti saat saya mengenalkan tanda mau muntah pada Lui yang hobby muntah, maka hal ini pun saya terapkan saat toilet training. Saya katakan terutama pop (karena ini yang prosesnya lama)

‘kalo pop itu ada yang pengen keluar ya, diantara pantat’
‘kalo mau pop itu biasanya perut sakit ya’
‘kalo ngerasa gitu bilang Mama ya, ntar dibantu Mama ke kloset

ROLE PLAYING
Role playing ini seperti gladi bersih kalo mau ke kamar mandi. Role playing yang saya lakukan diantaranya :

Ekspresi
Menunjukkan ekspresi kalo perut sakit karena mau pup tuh seperti apa.

Mengenalkan cara jongkok
Kita sebagai orang dewasa kalo mau melakukan acara gede dan formal aja ada gladi kotor dan gladi bersih. Nah anak-anak pun juga diajari. Apalagi buku yang saya bacakan selama ini gambarnya kloset duduk, bukan toilet jongkok kayak dirumah kami. Maka saya contohkan cara jongkok. 

Karena toilet jongkok ini untuk ukuran dewasa, maka saya suruh pegangan ember didepan toilet. Ember dikasih air, jadi saya bilang "Lui bisa mainan air sambil nunggu popnya keluar"


Mengenalkan cara membersihkan setelah pipis dan pop
Meski laki-laki dan tinggal cur doang, anak harus tetep diajari membersihkan pipisnya dengan air bersih. Termasuk membersihkan pop dengan posisi jongkok. Saya merasa lebih bersih jika menceboki pop dengan posisi jongkok.

MENGAMATI DAN CATET
Saya tulis jam Lui biasanya pipis dan pop, saya jadikan acuan untuk mengingatkan dan mengajaknya ke kamar mandi

DI HYPNOSIS
Saya pernah baca tulisan mba Dini dipostingan (9/4/19) tentang memberi afirmasi positif kepada anak ketika setengah tertidur. Karena itu alam pikiran anak sedang di fase dimana paling nancep kalo dibisikan atau diinstal sesuatu. Saya coba ke Lui menjelang tidur dengan mengatakan

Tadi sudah pinter bisa jongkok di kloset, besok kalo pop di kloset lagi ya
Tadi pakai pempers tetep bilang kalo mau pipis, besok kayak gt lagi ya, bilang kalo mau pipis

“wah Alhamdulillah anak sholeh tadi kerasa kalo mau pipis dan pop, trus lari kekamar mandi, mama seneng Lui bisa jaga kebersihan diri”
“Allah suka anak yang cinta kebersihan, salah satunya pipis dan popnya di kamar mandi”

Saya ulang kayaknya udah ratusan kali. Oia, contoh Hypnosis lainnya ada di buku EP halaman 165.

MEMUJI EFEKTIF
Memuji itu adalah perilaku, bukan orangnya dan bukan sekedar good job Lui. Bisa ditambahkan juga dampak perubahannya. Saya katakan setelah selesai bersih diri dari kamar mandi dengan

“wah Lui pinter ya karena tadi Pipis di kamar mandi, pup di kloset, besok kalo les udah gak pakai perpers lagi ya”
“Makasih ya, hari ini mama seneng Lui bisa jaga kebersihan dengan pipis dan pop di kamar mandi, Allah suka orang-orang yang jaga kebersihan Nak”

SABAR
Jangan berharap sukses sekali, trus Lui lari ke kamar mandi dengan sempurna. Tidak semudah itu Marimar. Kadang Lui juga cepat puas, udah keluar popnya, dibersihkan, eh masuk kamar mandi, keluar lagi, dibersihkan lagi, ke kamar mandi  lagi kadang  sebanyak 3 x.

Saya selalu self talk secepat kilat kalo Lui udah sukses pipis dan pop kamar mandi, ee besoknya di celana LAGI.

“halo ini Lui masih pemain amatiran, jangan disamakan dong sama pemain professional. Kalo amatiran khan ya wajar kepleset dikit”
“lui ini tiga tahun lamanya loh pakai diapers, udah nyaman, dia lagi belajar keluar dari zona nyamannya, perlu banyak latihan dong biar makin AHLI. Lah ingat gak pertama kali kamu merantau ke Jakarta aja nangis sesenggukan, kenapa? Karena lagi mencoba tangguh keluar dari zona nyaman khan?

“ingat gak katamu Lui bisa jalan usia 15 bulan, lah 15 bulan aja dia sering jatoh-jatoh juga, anak butuh jam terbang lah”
“ingat waktu yang lamaaaaaaa buat kita saat ngajarin toilet training adalah waktu berharga buat Lui belajar hal baru, jadi biarkan dia berlatih menyadari signal diri. Jadi ganti aja katanya – bukan waktu yang lama, tapi waktu emas buat Lui”

Self talk seperti ini sering saya katakan dalam diri. kadang saya juga libatkan suami. Semuanya agar saya tetep inget bahwa anak saya itu manusia, bukan mesin yang sekali pencet jalan sesuai keinginan kita secara otomatis.

Kata bu Okina yang selalu saya ingat jika Lui kebobolan sesekali adalah
Kebanyakan manusia menghapuskan semua catatan kebaikan seseorang dalam hatinya hanya karena satu saja keburukannya, dan tetap mengingat keburukannya meski telah banyak kebaikan yang dilakukannya. (https://okinafitriani.com/2017/10/16/memuji-dan-menegur-efektif/)

Jadi intinya ingat juga suksesnya pop di toilet, inget usahanya, jangan pop di celana sekali kamu bahas mulu. 

Pentingnya menghargai proses
Mungkin bagi kebanyakan orang dewasa, hasil adalah yang penting. Namun bagi anak, proses adalah yang penting. Masih ingatkan ketika seorang anak terus menerus naik turun tangga tanpa henti. Bagi anak, naik turun tangga sangat menantang. Ketika menggerakkan kakinya naik ke setiap anak tangga, turun dengan kaki bergantian satu persatu.

Yang awalnya merambat, lalu berdiri dengan berpegangan, sampai akhirnya tanpa berpengangan. Bahkan saat ini Lui hobby turun tangga dengan lompat dua kaki bersamaan sambil bilang “keren yo aku Ma”. Apasih cuman gt doang keren katanya. Padahal saat itu mungkin itulah kemampuan terbaik yang ingin ditunjukkan ke kita.

Saya pernah bosen nungguin pup keluar bermenit-menit, berjam-jam, sampai akhirnya dia bilang “udah keluaaaaar, wah keren Ma, panjang kayak ular” dan bikin kami tertawa bersamaan.

Dan hari ini lepas celana sendiri, lari terbirit-birit ke kamar mandi sendiri, pop lalu disiram sendiri. Sesingkat itu. Tanpa harus berlama-lama lagi dikamar mandi. Tanpa harus mainan air lagi yang bikin baju basah kuyup.

Anak hanya butuh jam terbang. Practice makes progress kalo kata Bu Okina. Ingat, Lui tiga tahun lamanya pakai diapers sebagai septic tank. Dan tiga tahun itu lama. Mengubah kebiasaan butuh latihan dan latihan.

Memahami Konsekuensi toilet training
Cucian celana semakin banyak. Tapi bukankah mencuci celana anak adalah hal kecil dibandingkan dengan kemampuan kemandiriannya? 

Sejalan dengan tips Bu Okina dalam toilet training. INTINYA sabar, jangan malas, sabar, dan jangan malas. 

Hal penting lain dalam sunatullah lulus toilet training ini adalah :
1.       Tidak menggunakan reward punishment
Misalkan memberi tanda bintang di kalender atau apapun, bagi saya memuji efektif sudah cukup. Kalo masih gagal saya self talk atau disosiasi bahwa anakku butuh banyak latihan. 

2.       Tidak menggunakan celana training misalnya clodi atau training pants
Karena tujuannya adalah memperkenalkan kalo basah dan ada kotoran di pantat itu gak enak loh, gak nyaman khan. So, harus segera bersih diri dan ganti. 

3.       Tidak menggunakan perlengkapan potty training
Seperti closet duduk portable, potty training bergambar kartun dan sejenisnya yang lucu-lucu yang kalo di liat olshop bikin mupeng wkwk. 

Karena saya seperti kerja dua kali, adaptasi di potty training portable dan mengenalkan kloset di kamar mandi. Ada anak seorang teman yang harus bawa potty trainingnya kemanapun, kalo gak bawa, pupnya gak bisa keluar. Jadi saya langsung aja. Bayanginnya udah jijik duluan emaknya nih kalo kudu buang kotoran potty trainingnya ke WC. Huaaah. 

"Emang bisa anak kecil ngangkang selebar itu di kloset jongkok?"

Bisa kogh. Dimulai dari jongkok paling ujung, dan memberi bak air sebagai pegangan. 

Nah kalo lagi di hotel dengan kloset duduk, Lui saya dudukkan hadap berlawanan alias hadap tembok. Jadi saya gak perlu megangin, dia juga gak jatuh.


4.       Tidak menggunakan hiasan dinding toilet
Agar dia bisa pop di kamar mandi manapun, tidak hanya dirumah dengan dinding yang lucu. Didinding apa aja dia tetep akrab sama toilet. Di mall ok, di desa ok, di rumah orang ok.

Demikian perjalanan Toilet Training Luigi yang tulis sambil berdebar karena bangga. Anakku udah gede. Semoga setelah ini akan ada pencapaian kemampuan lain sesuai tahap tumbuh kembangnya.

Besok sepedaan gak pakai pospak lagi yo Le. 

43 komentar

  1. duh, ternyata bisa sampai besar juga ya pakai popok ini. kadang memang urusan toilet training ini orang tuanya yang nggak siap. anakku sendiri sekarang susah banget dipakaikan pospak. sementara aku juga belum siap banget buat melatih toilet trainingnya. kadang dia bisa bilang pas mau bab jadi bisa diajak ke toilet duluan. nah kalau soal pipis ini yang masih belum tahu ritmenya

    BalasHapus
    Balasan
    1. siapkan psikis mbak, gpp susah dahulu bahagia kemudian hehe. Semangat :)

      Hapus
  2. Wahh seru bgt mba aku baca nya karna kebetulan anakku juga menuju 3 tahun dan lagi mulai ajarin TT.. semoga sukses jg ya mba.. aku bacanya senyum2 tp terharu.. nice sharing nya mba salken..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga mbak Feeza yang cantik :) aku suka ngikutin vlognya loh :D

      Hapus
  3. Wah jadi semangat mulai TT, anakku juga mau 3 tahun. Semoga berhasil ikut jejaknya Luigi ya.

    BalasHapus
  4. Hei, Mbak. Baby Sha barusan 2 tahun ini aku udah ancang-ancang mau Toilet Training nih. Boleh recommend bukunya yg buat briefing, Mbak? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada di Buku Enlightening Parenting mbak, penulisnya Okina Fitriani dkk :) Dijual di semua toko buku seperti Gramedia dkk

      Hapus
  5. Peluuukkkkk mamah hebat....

    Selalu sukses bikin saya terharu, sekaligus ketampar2 dengan semua perjuangan mama Lui.
    you are such a strong mama sayangkoohhh..

    semoga semua usahanya diberkahi Allah dan lelahnya menjadi lillah, aamiin.

    setiap anak itu beda2 menurut saya say.
    si kakak Darrell, lulus toilet training di usia belum 2 tahun.
    Setelah saya amati, ternyata penyebabnya karena dia lebih nurut dan sayang sama mamaknya ini.
    jadi apapun ucapan saya, selalu diturutin.

    Dan mungkin karena saya orangnya jijikan, si kakak ini juga jijikan.
    Dulu dia mau bilang pipis di kamar mandi, karena saya biarin pas dia ngompol di lantai.
    akhirnya dia jatuh wkwkwkwkw *tampol mamak Rey.

    nah kalau masalah pup, dia lebih mudah, karena dia jijik dan gak nyaman kalau pantatnya kena pup hahahaha.

    selain itu, toilet juga menyumbang keberhasilan si kakak lulus toilet training.

    waktu si kakak toilet training, kami lagi tinggal di. Jombang, ngontrak di sebuah rumah yang ada kloset jongkok yang injakannya rata ama lantai trus di samping toilet itu ada bak kecil yang pendek.
    khas toilet orang2 di desa hahaha.

    nah karena sebelumnya dia kalau pup di diapers berdiri.
    Dia juga bisa praktek pup berdiri sambil pegangan di bak kecil itu.

    awalnya saya tungguin, lama2 saya intip aja, biar dia mandiri.
    dan Alhamdulillah gak butuh waktu lama bisa lulus.
    Gak ada drama dia mainin pup dan pipisnya 😂😂😂


    Naaaahhh....

    untuk adiknya nih saya sedikit was2
    Si bayi ini gak seperti kakaknya, dia gak nurut maunya sesukanya.

    atau dengan kata lain, dia lebih mudah ngambek, jadi kita kudu ngajarin dia dengan ekstra sabaaaaarrrrr...

    Baca pengalaman mama Lui, jadi punya bayangan, saya mulai ngasih briefing sejak dini.
    Dan mungkin mengajarin dia untuk mengenal mana jorok mana enggak.
    Meskipun efek sampingnya anak jadi suka jijikan kayak si kakak hahaha.

    thanks sharingnya mama Lui sayang.

    sungguh kuingin ikut EP itu.
    beli bukunya di mana ya?

    *gaya betol, abis beli trus ga dibaca tuh hahahaha 😂😂😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus di baca dong kalo punya buku EP hehe. mbak ini komen terpanjang yang pernah ada, sumpah kayak melintasi rel kereta api, panjang bener yak wkwkwk :D Kakak Darrel pinter banget belom dua tahun udah lulus TT, hebat emak dan kakak :D
      Btw, suka ngambek kenapa adek? Sini sama tante, dolan. Jangan suka ngambek ya Dek eman-eman wajah cantiknya nan imut :D yok dek Dolan aja sama Kak Luigi.

      Hapus
  6. Makasih mbak sharingnya, akan kucoba dgn konsisten...

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga dilancarkan segala ikhtiarnya ya mbak :)

      Hapus
  7. Salah satu PR Mamak saat anak usia 2 atau 3thn ya TT ini yang penuh drama ya Mbak. Saya pun mengalami ini tahun kemarin. Anak pertama udah di sounding utk TT ini sejak usianya 2 tahunan tp nyatanya berhasil TTnya di usia 3thn lebih hampir 4thn malah, huhuhuh. Kunci utama emang emaknya harus sabar dan telaten biar usahanya berhasil. Tapi kesiapan anak juga harus ada sih untuk TT ini.
    Good Job, Lui. Mamanya juga hebaaaat, kereeenn.

    InsyaAllah saya ntar lagi juga mau TT anak kedua nih, lalu nanti lanjut anak ketiga lagi. Huaaaaaa, bakalan berjuang lagi hihihihih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, emaknya kudu sabar seluas samudera *alah :D
      Makasih ya mbak, kita semua emak hebat kogh :)

      Hapus
  8. wuiiih kereeennn.... anakku belum lulus toilet training kalau malam hari :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo malam aku juga masig PR kogh mbak hihi,

      Hapus
  9. Aahhh sama bangeett ini rujukannya mba Okinaf sih yaa... Aku pun sering memberikan sugesti positif menjelang tidur, jadi dia nya pas lagi ngantuk-ngantuk gitu. Kadang dia juga masih bisa kasih isyarat berupa anggukan, seneng banget... Hopefully it works from now and so on...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini salah satu followernya bu Okina :D Iya bener, menjelang tidur waktu yang tepat diinstal sesuatu :)

      Hapus
  10. Anakku dulu juga pake diapers kalau mau pergi-pergi aja, mak. Seru ngelatihnya waktu kecil hahaha sekarang mah udah bajang.
    Salam buat Lui, yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. huaah seneng banget anaknya udah bujang, aku nikmati aja deh masa kayak gini. :D

      Hapus
  11. Jadi ingat dulu, masa-masa mengajak anak untuk lepas dari diapers. Prosesnya memang panjang dan cukup memakan waktu. Tapi alhamdulillah mereka bisa melewatinya dengan lancar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meski panjang dinikmati aja ya Teh, tetiba anaknya gede sendiri hihi

      Hapus
  12. Selamat ya lui, udah pinter ke toilet sendiri. Jadi inget anak anak saya. Ketiganya punya cara sendiri lepas dari diapres.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah ini jadi catetan saya "setiap anak pasti punya cara sendiri ya" makasih mba Narti :) Yuk bikin cerbung lagi :D

      Hapus
  13. Kereen banget mbak ada trainingnya segala nih buat anak. Hal-hal yang kadang kita lupain pada TT penting banget yah biar khususnya kalo ditempat umum bisa beradaptasi yah mbak. Good job deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener mbak, dia jadi paham kapan harus dikeluarkan meski signal sudah berbunyi wkwk :)

      Hapus
  14. Masyaallah, hebat bangeeet mba. Ponakanku udah 3 tahun lebih belum bisa toilet training. Ibunya keburu hamil dan punya bayi. Kasian deh. Pengen ngasih tau cerita ini ke kakak saya. Siapa tau jadi tergugah hatinya hihi. Makasih mba sharingnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua Ibu hebat mbak :) Sama-sama ya mbak, semoga bermanfaat. dan ponakannya segera bisa toilet pada tempatnya hehe

      Hapus
  15. Warbiyasaaah dirimu memang Mama Lui
    Aku punya dua cerita berbeda
    Anak yang gede umur 3 tahun 6 bulan keknya...baru lepas diapers...itu juga dengan segala cara, akhirnya aku pasrah dan dia pas ngerti lepas sendiri
    Yang kecil gampang bangets..habis sapih 2 th 2 bln , bulan depannya dan lepas
    Nah, kesimpulannya..anak keknya da kesiapannya sendiri #kesimpulanngeles ini hihiji

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini, aku catet deh kalo setiap anak punya kesiapannya masing-masing ya mba Di. Ah mbak Dian ini yang warbiyasaaaaah, kapan gt bisa meet up sama blogger junjungan :)

      Hapus
  16. Luar biasa Mba, sampai ingat detail tanggalnya moment-moment penting Lui. Anak saya tiga, Alhamdulillah menjekang dua Thn sudah berhasil toilet trainingnya. Bahkan si sulung sejak usia 1 THN sdh menolak menggunakan diaper. Jika tidurnya gelisah, biasanya karena ingin pipis. Saya atau ayahnya segera menggendongnya ke toilet, dalam keadaan mengantuk bahkan mungkin antara tidur dan tidak...ia pipis deh. Repot memang, tapi kita melatih insting anak utk pipis dan pupp.

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena aku catet mbak *emak hobby nulis diary sejak kecil wkwk :D Gpp mbak, repot awal, bahagia kemudian, semangat :D

      Hapus
  17. Waktu anak saya masih kecil waktu itu blm ada istilah toilet trainning. Ingatku sih sering2 ajak anak untuk pipis. Jadi si anak lama kelamaan tahu daei kebiasaaan mamanya ajak2 pipis. Keren deh Lui dah bisa TT ya mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. yah kayak gt udah bernama toilet training mbak Er :D sekarang aja lebih kece pakai istilah enggresss :p

      Hapus
  18. Setuju dengan komen mbak Dian. Anakku yang pertama dari umur setahun dua bulan sudah bisa bilang mau pipis atau mau pup. Anak kedua lumayan drama dan lama untuk melatih toilet trainingnya. Yang ketiga...huhuhu, pipisnya dah lancar ke kamar mandi. Tinggal pupnya masih belum bisa. Harus dicoba lagi nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah di hipnosis mbak, semangat ya mbak. Aku juga yang lama proses pup :)

      Hapus
  19. Subhanallah pengendalian inilah yang pertama saya lakukan pada tiga jagoan sebelum saya tinggal total mengajar. Jangan sampai kebanyakan Pampers

    BalasHapus
  20. Toilet training ini memang lumayan menantang dan prosesnya harus sabar. Pengalamanku di Najwa dan Najib pun berbeda kok. Najwa jelas lebih mudah. Sedangkan najib, meskipun sedikit lebih lama tapi pemahaman dan keberaniannya lebih cepat. Sekarang dia kalau pup udah pergi sendiri bahkan disentor snediri. Nanti minta dibantuin buat ceboknya. Kalau Najwa ma;ah masih suka minta anter, meskipun habis dia masuk WC ya ditinggal. Ya pokoknya nikmati saja setiap tantangannya. Selamat buat Luigi ya. Anak hebat tambah pinter :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cetet nih "nikmati setiap tantangannya" bikin nyessss bacanya. Makasih mbak Damar, setiap anak hebat dan pinter dengan segala keunikannya ya :D

      Hapus
  21. Seru banget memang mengajarkan anak toilet training. Bukan hanya butuh ketlatenan tetapi juga kesiapan mental anak. Saya jadi inget si kecil pas belajar TT. Rumah jadi kebanjiran mulu apalagi kadang emaknya nih suka lalai. Hahaha

    BalasHapus
  22. Anak kedua sama pertamaku seingetku lulus toilet training umur3 tahun tidur udah gak pake pampers pergi2 juga udah nggak,tapi anak kedua belum bisa nih abis pup bersihin sendiri nah aku sekarang punya PR anak ketiga aku belum lulus toilet training umurnya hampir 3 tahun

    BalasHapus
  23. Terimakssih sharingnya ya, aku jadi tahu harus bagaimana saat TT

    TT memang penuh drama ya

    BalasHapus